Penulis
Intisari-online.com -Awal bulan ini, 16 pesawat militer China tampak dalam jarak dekat di tepi pantai Provinsi Serawak, Malaysia Timur.
Angkatan Udara Kerajaan Malaysia menyebutnya "ancaman nasional kepada kedaulatan nasional".
Kementerian Hubungan Luar Negeri memanggil dubes China untuk Malaysia menyuarakan keberangan mereka atas serangan ke wilayah udara Malaysia.
Sayang, juru bicara Kementerian Luar Negeri China menampik kekhawatiran Malaysia dengan mengklaim pesawat itu ada di sana untuk 'latihan terbang reguler'.
Mengutip lowyinstitue.org, keroyokan pesawat China ke wilayah udara Malaysia datang tidak sampai 2 bulan setelah pernyataan kontroversial oleh Menteri Luar Negeri Malaysia Hishammuddin Hussein.
Selama kunjungan ke provinsi Fujian di China Selatan pada 1 April, Hishammuddin mengatakan kepada Menlu China Wang Yi jika "Anda akan menjadi kakak saya".
Pemimin oposisi Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan bahwa "ini bukanlah bahasa dan gaya yang harus dipakai di dunia diplomasi dan hubungan internasional, membuat Malaysia tampak seperti boneka untuk kekuatan asing".
Ucapan yang tampaknya membuat Malaysia 'menyerahkan diri' ke China itu segera didesak oleh Anwar untuk ditarik dan Hishammuddin diminta segera meminta maaf kepada warga Malaysia.
Hishammuddin kemudian menjelaskan maksudnya adalah tunjukkan rasa hormatnya ke Wang, yang memang berusia lebih tua dan diplomat yang sangat senior.
Hishammuddin telah mengatakan kata-kata yang membuat Malaysia berada di bawah ketiak China, begitulah anggapan para pakar.
China dianggap pakar juga semakin pongah dengan anggapan bahwa negara-negara Asia Tenggara tidak akan dan tidak bisa menantang ekonomi dan kemampuan militer China.
Hal ini disampaikan oleh Presiden Xi Jinping tahun 2015 lalu bahwa China tidak berniat memiliterisasi Laut China Selatan, hanya untuk tiba-tiba membangun lebih banyak pulau buatan dan memasang tempat peluncuran rudal dan bangunan serta pangkalan militer di pulau-pulau tersebut.
Faktanya, seluruh negara Asia Tenggara termasuk Malaysia menyadari tidak ada yang bisa menyaingin kekuatan militer China.
Asia Tenggara juga punya ikatan kuat dengan ekonomi China, yang membuat Beijing bisa semakin pongah.
Pembangunan jalur kereta cepat menghubungkan Kunming di provinsi Yunnan dengan Singapura sebagai bagian Belt and Road Initiative (BRI) menjadi prioritas utama China.
Namun, kuncinya sekarang adalah kemampuan para pemimpin Asia Tenggara menyeimbangkan kenyataan ekonomi dengan pertahanan kedaulatan wilayah dan harga diri negara.
China aktif 'membangun' Malaysia lewat pendanaan dan pembangunan berbagai proyek infrastruktur.
Tahun 2016, pembangunan East Coast Rail Link (ECRL) memakan biaya 65.5 miliar ringgit yang digunakan untuk menghubungkan pantai timur Kuantan dengan pelabuhan di pantai barat.
Gerbang Melaka, proyek perkembangan 10.5 miliar Dolar AS berupa proyek properti, dihibahkan ke perusahaan Malaysia yang termasuk tiga mitra komersial China.
Tiga jalur pipa juga diberikan ke perusahaan China dengan anggaran 4.1 miliar Dolar AS.
Setelah koalisi Barisan Nasional gugur tahun 2018, Mahathir Mohammad mereview proyek ini.
Dalam kunjungannya ke Beijing pada Agustus 2018, ia memperingatkan mengenai "versi baru kolonialisme" di mana negara kaya raya memakan negara miskin yang tampaknya dilakukan China.
Rencana jalur pipa dibatalkan sebulan kemudian dan persyaratan ECRL ditambah dengan uangnya dikurangi menjadi 44 miliar Ringgit.
Namun Mahathir kemudian lengser dan pada Februari 2020 Perdana Menteri Muhyiddin Yassin melanjutkan hubungan erat dengan China.
Pada April tahun ini, diumumkanlah jika ECRL akan memakan dana 50 miliar Ringgit.
Namun pemerintah negara Malaysia membatalkan proyek Gerbang Melaka pada November 2020 karena menurut mereka 'tidak ada perkembangan'.
Pengalaman Malaysia adalah contoh bagaimana pengaruh China menyebabkan Asia Tenggara bertinddak.
Tahun 2019, Nikkei Asia melaporkan jika semua anggota ASEAN telah mengungguli posisi AS sebagai mitra perdagangan terbesar kedua untuk China.
Investasi China juga mengalir deras ke Asia Tenggara, terutama melalui BRI.
Global Times melaporkan pada November 2020 jika investasi China di Asia Tenggara lebih dari 76% dari investasi total di negara dan wilayah terlibat dengan BRI.
Namun hal ini tidak seharusnya menjadi penyebab pemimpin ASEAN menyerah dengan serangan kedaulatan Beijing.
China mungkin jadi negara pemberi pinjaman untuk ekonomi Asia Tenggara, tapi bukan berarti mereka bisa menerapkan kolonialisme bentuk baru di wilayah orang lain.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini