Penulis
Intisair-Online.com -Sebuah tempat nongkrong baru baru saja diresmikan di Yogyakarta pada Sabtu (22/5) kemarin.
Tempat nongkrong baru ini persisnya berada di lahan parkir bekas Hotel Brongto yang legendaris itu, namanya Jawir Creative Communal Space—selanjutnya sebut saja Jawir.
Kalau Anda mau lebih lengkapnya: Jalan Suryodiningratan No. 26, Mantrijeron, Kota Yogyakarta.
Dengan kesadaran pelestarian budaya Nusantara, acara peresmian ini turut diramaikan beberapa komunitas kebudayaan.
Di antaranya Komunitas Pencinta Budaya dan Busana Nusantara, Paguyuban Siter Sister, Vincenzo Band, Sanggar Tari Retno Aji Mataram, Paguyuban Karawitan Brongto Lawas, Orkes Kampoeng Wangak, dan lain sebagainya.
Jawir bukan sekadar tempat nongkrong biasa, paling tidak begitulah yang disampaikan oleh Emilio Perdana Ambran, Penanggung Jawab Bisnis dan Development Jawir.
Menurut Emilio, setidaknya ada tiga hal yang ditawarkan oleh Jawir: creative, communal, dan timeless.
Nilai creative dimanifestasikan Jawir dengan menggaet anak-anak muda kreatif juga UMKM yang punya semangat serupa.
Sementara untuk communale, Jawir mengajak berbagai komunitas budaya dan anak muda untuk bersama-sama melestarikan warisan tradisi yang semakin tergerus arus modernitas.
Sementara nilai timeless, menurut Emilio, tercermin dari tidak adanya batasan waktu untuk siapa pun nongkrong di Jawir dan semua orang bisa memanfaatkannya.
“Jawir akan menjadi tempat berkumpul semua kalangan dari berbagai usia kapan pun,” ujar Emilio dengan percaya diri.
Sekadar informasi, Jawir merupakan salah satu unit usaha di bawah naungan PT Bala Krama Indonesia.
Jawir dihadirkan sebagai sebuah ruang kreatif yang mendukung perkembangan industri kreatif berbasis UMKM, kebudayaan, dan digital.
Soal Jawir bukan sekadar tempat nongkrong juga dibenarkah oleh Deddy Sukmadi, salah satu investor Jawir.
Pria yang berprofesi sebagai pengacara itu bilang, Jawir adalah pintu masuk bagi anak muda untuk lebih mengenal warisan budaya, dalam hal ini Hotel Brongto yang kini sedang dipoles sedemikian rupa.
Selain Jawir, menurut Deddy, nantinya akan ada fasilitas-fasilitas lain yang akan disediakan oleh PT Bala Krama Indonesia.
Termasuk di antaranya adalah merenovasi Hotel Brongto untuk menghadirkannya dengan wajah yang benar-benar baru.
Tak hanya itu, nantinya komunitas-komunitas kebudayaan lokal juga akan diberi kebebasan untuk menggunakan pendopo bekas Hotel Brongto untuk berlatih, kecuali Sabtu dan Minggu dan selama masih ada ruang kosong.
Tentu saja dengan penjadwalan yang teratur supaya tidak saling bertabrakan. Misal, hari ini menari, hari ini angklung, hari ini siter, hari gamelan, dan seterusnya.
“Bagi kami, Brongto punya peran untuk masyarakat. Ini tidak murni bisnis, karena kebudayaan di sini. Jadi mereka gratis menggunakan pendopo tersebut,” ujar Deddy.
Hotel Brongto sendiri merupakan bekas tempat tinggal KPH Brongtodiningrat atau yang lebih dikenal sebagai Rumah Brongtodiningratan yang dibangun di masa Sultan Hamengkubuwana VII.
Bangunan bekas Rumah Brongtodiningratan kini termasuk sebagai benda cagar budaya Yogyakarta.
“Kenapa kita buat Jawir? Supaya anak muda tertarik dengan kebudayaan, paling tidak nongkrong dulu,” ujar Deddy.
Menurutnya, kita tak bisa memaksakan kehendak kepada anak-anak muda untuk mencintai budaya nusantara seperti orang-orang tua melakukannya.
Bagaimanapun juga, anak-anak muda itu punya pemikirannya sendiri. Mereka punya cara sendiri untuk merayakan kebudayaan.
“Yang bisa kita lakukan adalah memberi mereka kesempatan, seperti mendesain dan lain sebagainya,” tegas Deddy.