Penulis
Intisari-online.com - Saat ini mungkin dunia sedang dilanda kepanikan tentang ancaman Perang Dunia III.
Negara-negara pemegang senjata nuklir di dunia, banyak yang mulai unjuk gigi, dan melakukan tindakan provokatif.
Misalnya Korea Utara yang terus melakukan uji coba senjata nuklir, China yang melakukan konfrontasi dengan AS di Laut China Selatan.
Serta ancaman yang tak kalah mengerikan dari Rusia yang berniat melakukan invasi ke Ukrainan.
Meski demikian, ternyata bukan hanya perang yang dianggap membahayan, tetapi situasi di kutub ini juga diyakini bisa berbahaya.
Menukil 24h.com.vn pada Kamis (22//4/21), seorang ahli mengatakan, pada suatu saat 40% populasi dunia akan terpengaruh secara langsung.
Hal itu bahkan bisa menyebabkan populasi dunia kehilangan tempat tinggal mereka.
Diungkapkan dalam wawancara dengan situs sains Inverse, pakar sains Bumi Mathieu Morlighem.
Ia berbicara tentang bagaimana Bumi berubah karena perubahan iklim.
Kabar buruknya, sekitar 40% populasi dunia, yang tinggal di kawasan pesisir, akan terpengaruh langsung oleh kenaikan permukaan air laut.
"Banyak negara akan lenyap. Beberapa pulau di Pasifik bernasib sama," katanya.
"Siapa yang akan menerima orang-orang ini? Mereka membutuhkan akomodasi dan pengembangan budayanya sendiri,"imbuh Morlighem.
Saat lautan "merayap" ke daratan, air asin akan mengganggu dan mencemari beberapa cadangan air tawar.
Ini menyebabkan lebih banyak masalah bagi umat manusia untuk pindah ke lepas pantai.
Morlighem juga menyebutkan Arus Teluk arus laut hangat raksasa yang mengalir dari Karibia ke Kutub Utara.
Jika terlalu banyak air tawar di Kutub Utara, Arus Teluk akan mengalami dampak negatif dan itu adalah berita buruk bagi Eropa.
"Eropa akan sangat dingin kemudian. Suhu akan turun drastis dan bisa mengarah ke periode seperti miniatur Zaman Es," prediksi pakar ilmu bumi.
Menurut Morlighem, satu hari bisa jadi jauh lebih dingin dan mungkin lebih lama.
Efek penting lainnya adalah jika es kutub terus mencair, pergerakan di sekitar poros bumi akan terpengaruh.
Akibatnya, satu hari akan lebih lama dari 24 jam.
Es batu berukuran besar berada sangat dekat dengan 2 kutub bumi.
Jika mencair, jumlah air di kutub bumi akan lebih banyak.
"Sementara itu, planet kita akan berputar dengan kecepatan yang lebih lambat, menghasilkan hari yang lebih lama dari biasanya, "kata Morlighem.
Suhu turun tajam, hari lebih panjang dan banyak negara dilanda air laut, yang terdengar seperti prospek "akhir dunia".
Tapi kabar baiknya adalah dibutuhkan "jutaan tahun" agar lapisan es benar-benar mencair.
"Dunia tidak akan berakhir pada 2021," kata Morlighem.