Penulis
Intisari-Online.com - Pada 20 Agustus lalu, seorang oposisi Rusia Alexei Navalny kolaps dalam sebuah penerbangan dari Tomsk ke Moskwa.
Navalny segera dibawa ke rumah sakit setelah pesawat melakukan pendaratan darurat di kota Omsk.
Kritikus pemerintah itu kemudian dievakuasi ke Berlin, di mana Otoritas Jerman mengatakan bahwa ada 'bukti kuat' pria berusia 44 tahun itu diracun oleh Krempin dengan racun saraf era Soviet, Novichok.
Hal itu pun langsung dibantah oleh Kremlin dengan menyebt tuduhan itu 'tidak berdasar'.
Setelah sadar dari koma dan menjalani proses rehabilitasi, Navalny pun bertekad mencari bukti keterlibatan Rusia atas keracunan yang dialaminya.
Navalny dipulangkan lebih dari seminggu yang lalu dari rumah sakit Berlin tempatnya dirawat.
Kritikus Kremlin Alexei Navalny berjanji segera pulang ke Rusia setelah pulih sepenuhnya dari keracunan, dan memberi ancaman ke Putin.
"Tidak pulang berarti Putin mencapai tujuannya. Dan tugas saya sekarang adalah bertahan jadi orang yang tidak takut," katanya kepada mingguan Der Spiegel di wawancara pertamanya usai siuman dari koma, yang diterbitkan Kamis (1/10/2020).
"Saya tidak akan membawakan Putin hadiah dengan tidak kembali ke Rusia," lanjutnya seraya menambahkan bahwa "tugasku adalah pulih secepat mungkin sehingga saya bisa pulang."
Dalam wawancara yang berlangsung hampir 2 jam, pria 44 tahun itu memberikan rincian mencekam tentang bagaimana dia pingsan dalam penerbangan dari Tomsk ke Moskwa, setelah diracuni oleh racun saraf Novichok era Soviet, dalam temukan dokter-dokter di Barat.
Dia menjelaskan kepada awak kabin bahwa dia telah diracuni sebelum tumbang ke lantai.
"Lalu aku mendengar suara-suara yang semakin pelan, seorang wanita berteriak, 'Jangan pingsan!' Begitulah. Aku tahu aku sudah mati. Baru kemudian aku menyadari aku salah," tuturnya dikutip Kompas.com dari AFP.
Sementara itu, pada Senin lalu, Navalny mengatakan bahwa dinas keamanan Rusia FSB berada di balik percobaan pembunuhan dengan racun yang dialaminya.
Menanggapi hal tersebut, Kremlin mengatakan pada hari Selasa bahwa Navalny adalah orang 'sakit' yang menderita kompleks psikologis seputar otoritas dan kekuasaan.
Melansir Al Jazeera, Selasa (22/12/2020), juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa Navalny memiliki 'delusi penganiayaan'.
Peskov menambahkan bahwa Navalny juga menunjukkan 'ciri-ciri megalomania' yang jelas.
Megalomania atau delusions of grandeur adalah gangguan kejiwaan yang berhubungan dengan kekuasaan.
Hari Senin, FSBmenggambarkan bukti yang diberikan dalam klaim Navalny sebagai "palsu" dan menuduh kritikus Kremlin telah menerima dukungan dari badan intelijen asing.
Peskov mengatakan pada hari Senin bahwa FSB "melindungi Anda dan saya dari terorisme" dan menggambarkan badan intelijen domestik sebagai "efektif".
Ia menambahkan: “Upaya semacam itu tidak dapat mendiskreditkan FSB”.
Sementara itu, kementerian luar negeri Rusia memanggil duta besar Jerman, Swedia dan Prancis pada hari Selasa atas sanksi Uni Eropa yang dijatuhkan pada Moskow atas dugaan keracunan Navalny, kantor berita RIA melaporkan.
Uni Eropa telah menjatuhkan sanksi kepada pejabat tinggi Rusia yang dekat dengan Presiden Vladimir Putin atas insiden tersebut.
Navalny jatuh sakit parah selama penerbangan dari Siberia ke Moskow pada Agustus dan dirawat di rumah sakit di kota Omsk sebelum diangkut ke Berlin dengan pesawat medis.