Anggap Indonesia Musuh Bebuyutan, Politisi Malaysia Ini Sok-Sokan Ungkit Timor Leste Leste Lepas Gara-gara Kegagalan Presiden Ini Bahkan Menuduhnya Hendak Bubarkan Indonesia

Afif Khoirul M

Penulis

Mantan Menteri Penerangan Malaysia Zainuddin Zam Maidin, pernah mencemooh Indonesia karena gagal mempertahankan Timor Leste.

Intisari-online.com - Bukan rahasia lagi jika Malaysia dan Indonesia menjadi musuh bebuyutan sejak lama.

Sejak tahun 1960-an, Indonesia selalu dianggap musuh bebuyutan oleh Indonesia.

Bahkan ketegangan kedua negara ini nyaris membuat marah Bung Karno hingga menyerukan sebuah kalimat ganyang Malaysia.

Selain itu dalam beberapa kasus Malaysia juga tak jarang membuat klaim seperti budaya Indonesia, hingga pulau milik Indonesia.

Baca Juga: Berbagai Cara Sudah Dilakukan, Perburuan Ali Kalora Selama 5 Tahun Belum Juga Berhasil, Ini Strategi Baru yang Disiapkan TNI

Hal itu membuat publik Indonesia pun juga tak jarang melontarkan umpatan pada negeri Malaysia karena sering seenaknya sendiri melakukan klaim.

Selain itu, tak hanya masyarakat politisi Malaysia pun tak jarang melontarkan kritikan kepada Indonesia secara pedas.

Termasuk mengungkit soal Timor Leste yang lepasa dari Indonesia 18 tahun silam.

Menurut New Mandala, mantan Menteri Penerangan Malaysia Zainuddin Zam Maidin, pernah mencemooh Indonesia karena gagal mempertahankan Timor Leste.

Baca Juga: Pantas Kim Jong-Un Santai-santai Hadapi Pandemi Virus Corona, Ternyata Korea Utara Sudah Dapatkan Vaksin dari China, Diktator Itu Bahkan Telah Disuntik

Dia juga melontarkan ejekan kepada Presiden Indonesia ini, bahkan menyebutnya hendak membubarkan Indonesia.

Zam Maidin, menyebut mantan Presiden Indonesia Habibie membubarkan Indonesia, karena membiarkan Timor Timur lepas dari Indonesia.

Dia juga mengatakan sebagai Presiden Reformasi Habibie gagal total, membiarkan Timor Timur Lepas melalui referendum tahun 2002.

Tetapi Faktanya, Timor Timur tidak pernah menjadi bagian dari Indonesia, karena dianeksasi secara paksa kemudian dijadikan provinsi ke-27 pada Desember 1975.

Setelah kepergian Portugis dari Timor Timur, Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger, memerintahkan Invasi Timor Timur.

Namun, setelah puluhan tahun perjuangan bersenjata, Timor Timur akhirnya diakui sebagai negara berdaulat menjadi Timor Leste.

Tentu saja Zam Maidin tidak sepenuhnya dikenal sebagai pemasok fakta yang telah diteliti dengan baik, atau bahkan wacana yang beradab, dalam hal ini.

Ketertarikan mereka pada "fakta" adalah untuk digunakan semata-mata sebagai palu godam politik untuk melawan musuh-musuh mereka.

Meskipun demikian, yang menarik di sini adalah suntikan xenofobia dalam serangan hominem yang biasa mereka lakukan terhadap Anwar Ibrahim sebagai oposisinya.

Baca Juga: TNI Kerahkan Pasukan Khusus untuk Buru Ali Kalora Dalang Pebunuhan Sadis di Sigi, Inilah 6 Pasukan Khusus Andalan TNI

Takut akan tetangga yang besar dan berkuasa, Indonesia bukanlah hal baru di Malaysia, dimulai dengan Konfrontasi pada awal 1960-an.

Indonesia selalu dianggap di Malaysia sebagai kekacauan berdarah.

Hal ini terutama terjadi pada era pasca- Reformasi (1998 dan seterusnya).

Ketika terjadi serentetan bom bunuh diri oleh Jemaah Islamiyyah (JI), konflik agama di Poso dan Ambon, konflik etnis di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.

Hingga insiden pembakaran gereja di Tangerang dan Bekasi, penyerangan masjid dan pengikutnya Ahmadiyah di Cikeusik dan Sampang, belum termasuk, berbagai demonstrasi massa yang sering diorganisir di Jakarta Pusat dan kota-kota besar lainnya.

Insiden-insiden ini telah ditahan oleh para politisi yang menolak secara demokratis di Malaysia sebagai contoh mengapa kebebasan yang tidak terkekang.

Seperti yang dilakukan oleh demokrasi "gaya Barat" merusak perkembangan ekonomi dan kerukunan etnis negara (Reformasi bantutkan ekonomi , Utusan Malaysia, 29 Februari, 2012).

Demokrasi yang dipromosikan oleh Barat berfungsi untuk menyebarkan hedonisme dan anarkisme karena supremasi hak dan kebebasan individu mengurai tatanan sosial yang mengikat dari nilai dan norma budaya dan agama tradisional (Kebebasan, hak asasi manusia agama baru dunia), Utusan Malaysia, 31 Juli 2011).

Ancaman lain yang ditimbulkan oleh Indonesia, sebagaimana ditafsirkan oleh kekuatan konservatif di Malaysia, adalah budaya pluralisme agama dan wacana dan ideologi Islam yang beragam.

Baca Juga: Gegara Mangsa 2 Ekor Kambing Warga, Ular Piton Sepanjang 7 Meter Ini Diburu 18 Orang dan Akhirnya Berhasil Ditangkap

Indonesia selalu dilihat oleh para pelopor Islam di Malaysia sebagai benteng Islam liberal dan sekularisme, sebuah praktik yang tidak pantas bagi negara berpenduduk Muslim di dunia (Bahaya pluralisme agama, Utusan Malaysia, 14 Desember 2010).

Bagi Malaysia Cendekiawan Muslim Indonesia seperti Nurcholish Madjid, Harun Nasution, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan lainnya.

Dianggap berbahaya karena mereka cenderung menyesatkan Muslim Melayu yang tidak curiga dan naif untuk percaya bahwa Islam cocok dengan sekularisme, yang berdiri sejajar dengan agama lain dan bukan kepemilikan tunggal satu kelompok etnis.

Oleh karena itu, tujuan kaum konservatif religius di Malaysia bukanlah untuk membiarkan keyakinan Islam, sebagaimana ditafsirkan dan dipraktikkan secara monopolistik di negara itu, untuk berpindah dan bermutasi ke dalam bentuk Indonesia yang beraneka ragam.

Dengan kata lain, serangan politik oleh Malaysia sebenarnya hanya ketakutan yang ditimbulkan oleh berbagai isu yang berkembang di Indonesia, membuat negeri Jiran ketakutan sendiri.

Indonesia dipandang sebagai negara yang besar,agama, politik dan kebabasan di Indonesia dicap sebagai ancaman oleh negeri Jiran.

Artikel Terkait