Penulis
Intisari-online.com - Siapa sangka gunungan sampah di Tempat Pemrosesan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang dapat menyimpan "harta karun" yang tertumpuk ratusan ribu keping sampah?
Di antara tumpukan sampah di Bantar Gebang yang semakin hari semakin bertambah, terkadang terselip uang dolar atau bahkan emas.
Seorang pemulung bernama Hamim mengisahkan, dirinya pernah menemukan emas berupa kalung dan cincin.
Baginya, itu seperti mendapatkan 'rezeki nomplok'.
"Pernah nemu emas kalung sama cincin, dua kali saya dapat rezeki nemu barang kaya gitu," kata Hamim, Selasa, (23/6/2020).
Hamim waktu itu belum tahu persis apakah kalung dan cincin yang ia temukan benar-benar emas asli atau hanya replika.
"Waktu itu saya simpen dulu, terus pas ada waktu saya ke pasar nanya ke toko emas ternyata emas asli dan langsung saya jual, lupa waktu itu dua gram kalo gak salah," ucapnya.
Fenomena temuan barang berharga menurut dia kerap terjadi.
Beberapa pemulung di TPST Bantargebang bahkan pernah ada yang menekukan uang dolar dan emas batangan.
"Dolar sering ada yang nemuin, malah pernah ada yang nemuin emas koin sama emas batangan, beneran," ungkapnya.
Tapi lanjut dia, ketiban untung menemukan barang-barang berharga hanya untung-untungan semata.
Sebab, para pemulung di TPST Bantargebang tetap fokus melakukan pekerjaan memilah sampah yang bisa diaur ulang untuk dikumpulkan dan dijual.
"Rezeki aja itu mah kalau lagi beruntung, saya aja sampe sekarang belum pernah dapat lagi, tapi kalau pernah apa enggak ya pernah di sini emang kadang ada aja barang-barang berharga gak sengaja kebuang," tegas dia.
Hamim merupakan pemulung yang sudah delapan tahun bekerja di TPST Bantargebang, dia biasanya mulai aktivitas sejak pagi pukul 06.00 WIB hingga sore pukul 16.00 WIB.
"Kalau saya nyarinya sampah kertas-kertas, dikumpulin nanti dijual ke pengepul, sekilonya Rp600," ungkapnya.
Dalam sehari, Hamim rata-rata mampu mengumpulkan kurang lebih dua kwintal sampah kertas.
"Saya udah 8 tahun, istri juga kerjanya sama mulung juga, cuma dia lebih nyari ke sampah plastik kaya botol bekas minuman," ungkapnya.
Hidung Kebal Tanpa Masker
Tempat Pemrosesan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang Kota Bekasi merupakan surga bagi sejumlah pemulung mencari nafkah.
Mereka setiap hari berjibaku memilah sampah untuk ditukar menjadi rupiah.
TribunJakarta.com berkesempatan melihat langsung aktivitas para pemulung di TPST yang beralamat di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi pada, Selasa, (23/6/2020).
Lokasi paling banyak dijadikan pemulung berkumpul, berada di salah satu gunungan sampah aktif.
Untuk menuju ke sana, perlu berjalan kaki menanjak diantara gunungan sampah yang menjulang tinggi.
Akses jalan ke area ini merupakan permukaan beton yang dipenuhi sampah berserakan, truk-truk berisi sama berbaris menunggu antrian menurunkan sampah.
ILUSTRASI Pemulung terlihat mencari sampah yang bisa dijual di sebelah alat berat di TPST Bantargebang pada Rabu (4/11/2018). (Bhirawa Mbani via Kompas.com)
Beberapa truk yang sudah rampung menurunkan sampah juga kerap hilir mudik, akses jalan ini memang terbilang sibuk dengan aktivitas bongkar muat kendaraan truk berwarna oranye.
Ketika sudah berjalan menanjak sekitar kurang lebih 500 meter, terdapat titik lokasi bongkar muat truk sampah.
Di sekelilingnya juga sudah banyak para pemulung, mereka tampak sibuk memilah-milah sampah yang baru diturunkan.
Para pemulung ini terlihat mengenakan alat seadanya, beberapa ada yang menggunakan sepatu boots, ada pula yang hanya mengenakan sepatu biasa.
Bau busuk sepanjang waktu tercium rasanya sudah tak lagi mereka hiraukan, bahkan banyak dari pemulung terlihat tak menggunakan masker serta sarung tangan untuk memilah sampah.
Hamim (23), salah satu pemulung mengatakan, aktivitas para pekerja seperti dirinya dilakukan sepanjang waktu dari pagi hingga malam hari.
"Di sini setiap hari, saya biasanya dari pagi jam 6 sampai jam 4 sore, tapi ada juga yang nyari malam-malam," kata Hamim.
Hamim merupakan pemulung yang fokus mencari sampah-sampah kertas.
Meski begitu, dia tidak menutup kemungkinan mengumpulkan barang-barang berharga lain seperti plastik dan semacamnya.
"Kalau saya kertas, kertas apa aja, ini dikumpulkan terus dijual, hargnya satu kilonya Rp600," terangnya.
Dalam sehari, Hamim biasanya dapat mengumpulkan sebanyak 2 kwintal sampah kertas. Sampah kertas ini merupakan bahan baku untuk pembuatan kertas daur ulang.
"Saya udah delapan tahun, istri juga kerjanya sama mulung juga, cuma dia lebih nyari ke sampah plastik kaya botol bekas minuman," ungkapnya.
Pria asal Indramayu ini mengaku sudah kebal dengan bau busuk sampah.
Bahkan ketika ditanya mengapa tak menggunakan masker, dia mengaku sudah terbiasa bekerja tanpa penutup mulut.
"Udah biasa sama bau mah, udah delapan tahun, paling baru-baru aja sempet muntah-muntah, mau makan enggak enak, kebayang baunya," akunya.
Bekerja sebagai pemulung ditekuni setelah temannya yang berasal dari Indramayu telah lebih dulu memulung di TPST Bantargenang.
"Awalnya dari temen diajak, rata-rata dari Indramayu kalau di sini, saya udah dari umur 15 tahun kerja sampe sekarang udah punya anak tiga," tuturnya.
Ketika ditanya apakah tidak khawatir dengan bahaya akan longsor gunungan sampah, Hamim mengaku hal itu tentu pasti ada.
Sebab, para pemulung bekerja sangat dekat dengan kendaraan axcavator yang mengeruk sampah dari truk.
"Ya takut ada aja, tapi selama saya di sini belum ada kejadian (longsor), yang penting hati-hari aja enggak usah terlalu dekat (eskavator) nyarinya," tegas Hamim.
(TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judulCerita Pemulung Bantargebang Pernah Temukan Dollar Hingga Emas di Tumpukan Sampah