Penulis
Intisari-Online.com - AS dan China baru-baru ini melakukan uji coba rudal balistik intercontinental (Intercontinental Ballistic Missile/ICBM).
Meskipun AS memiliki senjata nuklir hampir 20 kali lipat jumlah China, pemerintahan Trump bersikeras Beijing harus dimasukkan dalam perjanjian kontrol senjata baru.
Tes terbaru rudal ICBM China diumumkan Senin (3/8/2020) oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.
Tidak disebutkan tanggal persis uji tembak itu.
Ada dua dua rudal balistik antarbenua yang dites.
Satu rudal jarak pendek Dongfeng-16, dan kedua versi panjang Dongfeng-26.
Kedua rudal dirancang mencapai sasaran ribuan mil jauhnya.
Sekurangnya, rudal balistik antarbenua China ini mampu mencapai wilayah terdekat AS dari China, yaitu Guam.
"Kami berada dalam keadaan sangat waspada bertempur, untuk memastikan tindakan kami cepat dan tepat," Liu Yang, komandan brigade PLA yang melakukan tes dikutip Sputniknews.com.
Dongfeng-26 memiliki jangkauan sekitar 2.500 mil, dan telah disebut-sebut sebagai "pembawa-hulu ledak pembunuh" yang mampu menghancurkan armada tempur AS di Asia Pasifik.
Ia memiliki jangkauan untuk menyerang instalasi militer AS di Guam dari pesisir pantai China.
Menurut laporan PLA, latihan itu untuk menguji seberapa cepat tentara China dapat menanggapi serangan nuklir dari negara asing.
Dalam video yang dipublikasikan PLA, pasukan rudalChina terlihat mengenakan perlengkapan pelindung saat mereka bergegas ke peluncur rudal bergerak mereka.
Kendaraan dilarikan ke tempat peluncuran, sebuah dataran luas yang tampaknya dipersiapkan untuk peluncuran.
Laporan itu tidak mengatakan di mana dan kapan latihan itu digelar.
AS Meluncurkan Minuteman III
Sebaliknya, AS tak ingin ketinggalan.
Lepas malam setelah 4 Agustus 2020, Komando Serangan Global Angkatan Udara AS menembakkan rudal balistik antarbenua (ICBM) LGM-30 Minuteman III.
Rudal itu tidak dilengkapi hulu ledak bom. Dalam serangan nuklir nyata, masing-masing rudal akan membawa hulu ledak nuklirnya sendiri, dan menyerang target terpisah.
Rudal Minuteman III melesat sekitar 4.200 mil dari Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg di pantai California, menuju ke Atol Kwajalein di Kepulauan Marshall.
“Minuteman III berusia 50 tahun, dan uji peluncuran yang berkelanjutan penting untuk memastikan keandalannya hingga 2030-an ketika Ground Base Strategic Deterrent sepenuhnya tersedia,” kata Komandan Skuadron Uji Penerbangan ke-576 Kolonel Omar Colbert.
“Yang terpenting, pesannya meyakinkan sekutu kami dan mencegah terjadinya serangan potensial,” lanjutnya.
Uji tembak Minuteman III ini juga melibatkan pesawat komando udara dan pusat telekomunikasi E-6 Mercury.
Tes ini sekaligus menguji kemampuan pusat komando udara itu mengambil alih kontrol rudal balistik antarbenua AS jika perintah darat terganggu selama rudal meluncur.
AS Ingin Bawa China Masuk Traktat Kontrol Senjata
Hanya dalam enam bulan ke depan, yaitu 5 Februari 2021, Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (New START) antara AS dan Rusia akan berakhir.
Opsi yang tersedia, segera memperpanjang atau menggantinya. AS memiliki sekitar 5.800 senjata nuklir, tetapi New START membatasi AS hanya untuk 1.550 yang dikerahkan pada satu waktu.
Militer Rusia menyimpan sedikit lebih besar, 6.800 rudal, tetapi mereka tunduk pada batasan yang sama sesuai perjanjian.
China, sementara itu, hanya memiliki 300 hulu ledak nuklir.
Meskipun demikian, AS bersikeras agar China terlibat dalam perjanjian kontrol senjata baru.
Pada 5 Juli, Fu Cong, kepala departemen pengawasan senjata Kementerian Luar Negeri China, mengatakan Beijing akan "dengan senang hati" bergabung dengan AS dan Rusia dalam pembicaraan semacam itu.
Syaratnya, mengurangi persenjataannya sendiri menjadi sebesar China, yang menurut Beijing kekuatan mereka tidak memiliki tujuan agresif, kecuali kekuatan pencegah.
Departemen Luar Negeri AS tampaknya menerima prospek pembicaraan, tetapi tidak untuk pengurangan senjata.
Mereka menyarankan China memulai pembicaraan dengan rekan-rekan Rusia mereka terlebih dahulu.
Namun, Duta Besar China untuk Rusia Zhang Hanhui mengecam tanggapan AS dalam komentar pada 30 Juli.
Ia mengatakan AS telah berulang kali membuat proposal tentang pengendalian senjata untuk China, Rusia, dan AS, dan mempromosikan faktor China untuk mengalihkan perhatian internasional.
AS juga berusaha mengejar untuk membenarkan penarikannya dari Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru AS-Rusia.
Washington ingin memburu agenda membebaskan diri, hingga tetap menjadi keunggulan strategis absolut.
“China dan Rusia melihat ini dengan sangat jelas,” kata Zhang Hanhui.
"Penolakan China untuk berpartisipasi dalam negosiasi kontrol senjata trilateral tidak berarti China menolak untuk berpartisipasi dalam upaya pelucutan senjata nuklir internasional," lanjut Zhang.
Beberapa hari sebelumnya, Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan kembali setidaknya prinsip perjanjian senjata bilateral di antara mereka.
Alasannya, ada tanggung jawab khusus mereka menjaga perdamaian dan keamanan internasional sebagai kekuatan nuklir terbesar di dunia.
AS telah menarik diri dari beberapa perjanjian penting yang dirancang untuk mengurangi ketegangan perang.
Termasuk menarik diri dari Perjanjian Pasukan Nuklir Jangka Menengah (INF) yang melarang rudal dengan jarak antara 500 dan 5.500 kilometer.
Terakhir, AS juga menarik diri dari “perjanjian tentang langit terbuka”, yang menyediakan transparansi militer, pengawasan dan kontrol di antara setiap anggota yang meneken perjanjian.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dongfeng vs Minuteman, Duel Kehebatan Rudal Antarbenua China dan AS