Penulis
Intisari-Online.com - Seperti diketahui bersama bahwa Indonesia menjadi salah satu tempat untuk uji coba vaksin virus corona dari China.
Di manavaksin virus corona Cinivac dari China yang akan dilakukan pada Agustus 2020.
Namun tiba-tiba ada anggapan bahwa Indonesia dijadikansebagai kelinci percobaan vaksin dari China itu.
Dan anggapan inimuncul setelah ramai dibicarakan di media sosial dan pernyataan sejumlah politisi.
Mendengar hal tidak benarr ini,Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma Bambang Heriyanto sekaligus menepis pernyataan tersebut.
Ia menekankan, uji klinis tahap III ini lebih aman, dan Indonesia justru diuntungkan dari uji ini.
"Kalau menurut kami, kita (Indonesia) beruntung."
"Karena kita mau melihat respon yang muncul terhadap perbedaan ras, perbedaan geografis, antar negara-negara yang sedang diuji ini," kata Bambang, saat dihubungiKompas.com pada Senin (27/7/2020).
Dengan adanya uji klinis di Indonesia, kata Bambang, maka bisa diketahui kesesuaian vaksin dari Sinovac dengan penduduk Indonesia.
Sementara, jika langsung impor vaksin yang sudah jadi, belum tentu vaksin yang tidak melewati uji klinis di Indonesia akan cocok digunakan.
"Kalau kita dengan uji klinis, nanti kan ketahuan khasiatnya," kata Bambang.
Indonesia bukan kelinci percobaan
Bambang menegaskan, tak benar jika uji klinis ini menjadikan Indonesia sebagai kelinci percobaan vaksin China.
Uji klinis di negara lain adalah hal yang biasa.
Ia mencontohkan, Bio Farma yang pernah melakukan uji klinis vaksin polio di Belgia dan Panama.
"Fase I-nya di Belgia. Fase II nya di Panama. Apa orang Belgia dan Panama berkata 'Wah ini saya jadi kelinci percobaan ini'."
"Enggak, ini normal," kata Bambang.
Produk lain dari Bio Farma, yaitu vaksin Pentabio, proses uji klinisnya mulai dari fase I hingga fase III dilakukan di Indonesia.
Namun, hal itu tidak pernah diributkan oleh masyarakat.
"Memang seperti itu prosedurnya."
"Mungkin sekarang ini karena banyak disorot ya jadi kesannya seperti kita jadi kelinci percobaan," kata Bambang.
Selain itu, fase III juga relatif lebih aman dibanding fase I dan II yang sudah dilakukan terlebih dulu di China.
Bambang mengatakan, yang dilakukan Indonesia saat ini adalah mengonfirmasi ulang efek dan khasiat vaksin Sinovac.
Tidak menutup kemungkinan bahwa uji klinis fase III ini akan menemui kegagalan.
Jika demikian, maka pengujian akan dihentikan, penelitian dimulai kembali dari awal, dan izin edar tidak akan dikeluarkan.
Memasuki tahapan perizinan
Kerja sama penelitian pengembangan vaksin virus corona antara Bio Farma dari Indonesia dan Sinovac dari China saat ini tengah memasuki tahap perizinan.
Sebanyak 2.400 vaksin telah diterima oleh Bio Farma dan uji klinis fase III nantinya akan melibatkan lebih dari 1.600 relawan yang akan menjalani pengujian.
Perizinan dibutuhkan untuk melaksanakan uji klinis fase III yang dijadwalkan pada Agustus 2020 dan ditargetkan selesai pada Januari 2021.
Uji klinis ini akan dilakukan oleh lembaga independen, dalam hal ini Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (FK Unpad).
"Untuk melakukan uji klinis ini ada beberapa izin yang harus ditempuh."
"Pertama dari Komite Etik yang akan mengawasi uji klinis ini mulai dari awal sampai akhir."
"Kedua, setelah dari Komite Etik, nanti diproses lebih lanjut di Badan POM untuk mendapatkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK)," kata Bambang.
Ia mengatakan, PPUK wajib diperoleh karena saat ini vaksin masih dalam tahap riset dan belum memiliki izin edar.
Uji klinis fase III ini adalah tahap akhir dalam proses pengembangan vaksin.
"Fase III ini memang paling menentukan."
"Kalau memang berhasil, maka vaksin bisa digunakan. Kalau tidak berhasil ya kembali nol, harus riset lagi dari awal, cari lagi kandidatnya," kata dia.
Bambang berharap, proses perizinan untuk uji klinis fase III ini bisa selesai pada pekan ini.
(Jawahir Gustav Rizal)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Penjelasan Bio Farma, Indonesia Bukan Kelinci Percobaan Vaksin China")