Penulis
Intisari-Online.com -Junko Furuta, gadis asal Misato, Prefektur Saitama, adalah gadis yang cantik, karenanya ia menjadi sangat populer di sekolahnya, SMA Yashio Minami.
Menjadi populer tak selamanya enak,Furuta banyak mendapat pandangan iri dari teman-teman di sekolahnya.
Tapi itu tak seberapa, ternyata kepopulerannya mengantarkannya menjadi korban penculikan, penyiksaan, pemerkosaan, dan pembunuhan oleh remaja lelaki yang memiliki koneksi dengan Yakuza.
Kasus ini terjadi pada akhir 1980-an, dikenal dengan nama kasus pembunuhan gadis SMA terbungkus beton.
Disebut demikian karena tubuhFuruta ditemukan dalam sebuah drum yang berisi ratusan liter semen.
Awal nelangsa Furutadimulai ketika seorang lelaki bernama Hiroshi Miyano, yang punya reputasi sebagai tukang bully dan memiliki koneksi dengan Yakuza tertarik pada kecantikannya.
Biasanya Miyano dan kawan-kawan menyukai perempuan yang ‘nakal’, suka minum alkohol, merokok, atau pakai narkoba –seperti yang mereka lakukan.
Justru anak baik-baik seperti Furuta akan direndahkan oleh geng seperti itu, namun suatu hari Miyano membuat pengecualian, ia tertarik pada paras Furuta.
Miyano menyatakan cinta, namun Furuta menolak dengan alasan ia sedang tak berminat pacaran.
Selama ini semua siswa di sekolah menaati kemauan Miyano, apalagi kalau bukan karena mereka takut pada teman-teman Yakuza-nya Miyano
Miyano dan koneksi Yakuza-nya pamer kekuasaan dengan cara menebar dan mengeksploitasi ketakutan orang lain.
Sehingga penolakan dari Furuta membuat Miyano marah besar.
Malam hari pukul 8.30 tanggal 25 November 1988, Furuta pulang dari pekerjaan paruh waktunya dengan menaiki sepeda.
Sayangnya saat itu Miyano dan Nobuharo Minato, kawannya, sedang berkeliaran di Misato untuk merampok dan memperkosa wanita lokal.
Mereka kemudian melihat Furuta yang mengendarai sepeda. Atas perintah Miyano, Minato menendang sepeda Furuta hingga gadis itu terjatuh.
Minato lalu kabur sementara Miyano berpura-pura baru datang dan menawarkan diri untuk mengantar Furuta pulang.
Furuta tak menolak. Namun ternyata ia diarahkan ke sebuah bekas gudang yang tak jauh dari lokasi jatuhnya sepeda.
Miyano mulai melancarkan ancaman, memamerkan kekuasaan dengan kembali menyinggung koneksinya dengan Yakuza.
Oleh Miyano, Furuta kemudian dibawa ke hotel dan menghubungi dua orang temannya, Jo Ogura dan Yasushi Watanabe.
Minato menyusul, dan keempatnya membawa Furuta ke rumah orangtua Minato di distrik Ayase, Adachi.
Miyano dan ketiga kawannya punya rekam jejak pemerkosaan terhadap perempuan secara beramai-ramai.
Para lelaki itu mengatakan pada Furuta bahwa mereka tahu di mana Furuta tinggal dari buku catatan yang ada di tasnya dan mengancam bahwa Yakuza akan membunuh keluarganya jika dia berusaha kabur.
Pada 27 November, orangtua Furuta mengontak pihak kepolisian karena anaknya tak kunjung pulang.
Tak lama berselang, ada telepon dari Furuta.
Ternyata, untuk menghindari pencarian oleh polisi, Miyano memaksa Furuta berbohong bahwa dirinya sedang menginap selama beberapa hari di tempat teman dan meminta agar polisi menghentikan pencarian dirinya.
Sementara ketika di rumah Minato, orangtua Minato tak curiga karena Furuta dipaksa untuk mengaku sebagai pacar dari salah satu penculik tersebut.
Meski tak sepenuhnya percaya, keluarga Minato memilih untuk diam sebab takut dengan Yakuza kenalan Miyano.
Minato juga adalah remaja yang bersikap kasar kepada kedua orangtuanya.
Di rumah itulah selama kurang lebih 40 hari ke depan Furuta berkali-kali mendapat penyiksaan yang tingkat kekejamannya melewati logika kemanusiaan.
Bukan hanya oleh keempat lelaki itu, tapi teman-teman Yakuza-nya seringkali diundang untuk turut menyiksa Furuta.
Laporan resmi pengadilan Jepang mencatat penyiksaan dengan detil yang dinarasikan ulang oleh media massa setempat.
Menurut laporan persidangan kasus ini, Furuta diperkosa sebanyak lebih dari 400 kali secara bergilir oleh para lelaki itu.
Gadis paling populer di sekolah itu bahkan juga dijadikan sasaran kekerasan fisik, seringkali ia dipukuli.
Tubuhnya digantung di atas plafon dan diperlakukan seperti karung tinju dan tak jarang perutnya dihantam barbel.
Oleh para lelaki keji itu, Furuta dibuat kelaparan, tapi ia dipaksa makan kecoak hidup atau meminum urinnya sendiri.
Beberapa bagian tubuhnya dibakar, seperti ditempeli lilin panas atau dibakar dengan rokok dan korek api. Bahkan beberapa bagian tubuhnya dimutilasi atau ditusuk jarum jahit.
Dalam kondisi yang demikian brutal, Furuta dipaksa untuk bermasturbasi di depan para pelaku.
Benda-benda asing yang tak masuk akal dimasukkan ke kemaluan dan anusnyasehingga mengakibatkan pendarahan yang hebat.
Kurang lebih enam belas hari masa penyekapan Furuta, ada seorang pria yang diintimidasi oleh para pelaku untuk memperkosa Furuta melaporkan insiden itu ke saudaranya. Saudaranya pun meminta orang tuanya untuk memanggil polisi dan memeriksa rumah Minato.
Baca Juga: Junko Furuta, Gadis Jepang yang Dirudapaksa 44 Hari, Dibunuh dengan Keji dan Mayatnya Dibeton
Tapi dua polisi yang bertugas mengatakan tak ada gadis di rumah Minato.
Kedua polisi itu ternyata tak memeriksa isi rumah dengan keyakinan bahwa undangan pemeriksaan itu sendiri sudah cukup membuktikan bahwa tak tak ada gadis di rumah Minato, (pada akhir kasus ini kedua polisi tersebut dipecat karena tak menjalankan tugas sesuai prosedur).
Pada Desember 1988, setelah satu bulan berada dalam penyekapan, Furuta mencoba menelpon pihak kepolisian.
Upayanya gagal karena ketahuan oleh Miyano. Furuta kemudian dihukum, kakinya dibakar sementara anusnya dimasuki botol besar hingga mengalami pendarahan dan kejang-kejang.
Menurut laporan, selama persidangan para pelaku mengira bahwa gadis itu hanya berpura-pura kejang sehingga mereka membakarnya lagi.
Furuta selamat dari semua siksaan itu yang membuatnya terus mengalami pemerkosaan dan siksaan lainnya.
Furuta sampai meminta agar dirinya dibunuh saja agar penderitaannya berakhir.
Namun, para pelaku menolak dan malah memaksanya tidur di balkon. Padahal, saat itu musim dingin.
Karena kerasnya siksaan, ia akhirnya kehilangan kontrol kandung kemih dan ususnya, Furuta lalu dipukuli karena mengotori karpet.
Dia juga tidak dapat makan atau minum karena akan muntah, dan tentu ia akan dipukuli karena ini.
Memasuki Januari, penyiksaan demi penyiksaan membuat kondisi fisik Furuta berubah. Wajahnya membengkak dan luka-luka di sekujur tubuhnya mulai membusuk dan menghasilkan bau tak sedap.
Para pelaku kehilangan nafsu bejatnya dan sempat mencari korban lain untuk diperkosa, meski tidak disekap seperti Furuta.
Pada 4 Januari 1989 para pelaku melakukan siksaannya lagi, mereka memukuli Furuta dengan barbel, menendang dan meninju, dan meletakkan dua lilin pendek di kelopak matanya, membakar mereka dengan lilin panas.
Mereka memposisikan Furuta untuk berdiri dan memukul kakinya dengan tongkat. Pada titik ini, dia jatuh.
Pendarahannya sangat deras juga nanah muncul dari luka bakarnya yang terinfeksi, keempat anak laki-laki itu menutupi tangan mereka dengan kantong plastik.
Mereka terus memukulinya dan pada akhirnya menuangkan cairan ke paha, lengan, wajah, dan perutnya dan sekali lagi membakarnya.
Furuta diduga melakukan upaya untuk memadamkan api, tetapi lambat laun tubuhnya menjadi tidak responsif.
Furuta akhirnya meninggal setelah serangan yang berlangsung selama 2 jam pada hari itu.
Takut tertangkap polisi, para pelaku kemudian membungkus tubuh Furuta dengan selimut, menempatkannya di drum bervolume 208 liter, dan mengisinya dengan semen basah.
Pada pukul 8 malam, mereka membawa drum ke sebuah daerah bernama Koto di Tokyo, kemudian membuangnya ke dalam truk semen.
Beberapa pelaku ditangkap pada akhir Januari 1989 atas kasus pemerkosaan gadis lain.
Pada 29 Maret, setelah interogasi lebih lanjut, mereka mengakui kejahatan yang mereka lakukan terhadap Furuta dan menyeret pelaku lainnya.
Drum berisi tubuh Furuta ditemukan keesokan harinya, pada 30 Maret 1989.
Tak lama berselang, pengadilan atas kasus ini dimulai dengan mendatangkan seluruh pelaku, namun vonis terhadap pelaku dirasa tidak adil dalam pandangan masyarakat, yang paling ringan adalah hukuman penjara 7 tahun sementara yang terberat 20 tahun.
Hakim kesulitan memenuhi tekanan publik sebab para pelaku masih di bawah umur.
Junko Furuta dimakamkan pada 2 April 1989. Keluarga dan teman-teman dekatnya hadir di sanabersama kesedihan yang mendalam.
Kisah tragis Junko Furuta, gadis paling cantik di sekolahnya, abadi dalam karya seni novel, film, hingga lagu.
Nieko Octavi Septiana