Penulis
Intisari-Online.com – Sejalan dengan komitmen pemerintah untuk melistriki seluruh pelosok tanah air, serta mencapai target penggunaan energi terbarukan (ETB) 23% pada bauran energi nasional.
Maka pada Februari 2020, PT PLN (Persero) berkomitmen untuk melistriki daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan).
Sekaligus program penghematan BBM (gas, batu bara, minyak) melalui strategi pengembangan ekosistem listrik kerakyatan yaitu dengan pemberdayaan masyarakat dan teknologi.
Serta peralatan dalam negeri untuk memanfaatkan potensi biomasa sebagai energi alternatif untuk substitusi bahan bakar pembangkit listrik konvensional (PLTU, PLTD, dan PLTG).
Untuk mengimplementasikan strategi tersebut, dalam pemaparannya, PT PLN (Persero) menyatakan akan melakukan tiga program yaitu:
1. Mengurangi konsumsi BBM (HSD/MFO) dengan mengganti PLTD existing yang statusnya sewa, dengan PLTBm/PLTBg.
2. Membangun atau menambah pembangkit biomasa PLTBm atau PLTBg di daerah 3T.
3. Mengurangi konsumsi batu bara pada PLTU melalui program Cofiring yaitu mencampur batu bara dengan batu bara nabati berupa briket/pelet yang berasal dari sampah (domestik dan/atau biomassa) dan hutan energi (tanaman industri) dengan pemberdayaan masyarakat serta melibatkan pemerintah daerah setempat.
Hampir semua sumber energi yang disebut terbarukan seperti tenaga air, panas bumi, matahari, dan bayu sebenarnya tidak bisa diperbaharui oleh manusia sehingga lebih tepat disebut energi terberikan.
Berbeda dengan jenis energi tersebut, bio masa atau masa hayati merupakan sumber energi yang bisa diperbarui dengan usaha manusia seperti menanam kembali atau bisa diproduksi setiap hari.
Seperti sampah termasuk daun ranting lapuk dari pertanian, perkebunan dan sampah tumbuhan liar lainnya yang diproduksi setiap hari.
Selain itu, jenis energi biomasa tersebut ada di setiap tempat dan bisa diproduksi oleh masyarakat setempat dengan teknologi sederhana temuan Sonny Djatnika Sundadjaya.
Di mana teknologi ini dikembangkan dan dikaji lebih lanjut oleh Supriadi Legino dan dikenal sebagai TOSS (tempat olah sampah setempat) sejak tahun 2015 sampai 2018, ketika menjabat sebagai Ketua STT PLN.
Saat ini model yang bersumber dari kearifan lokal yang disebut “peuyeumisasi” tersebut, telah dikembangkan menjadi Community Based Waste to Energy (Combes WtE) dan telah diuji coba implementasikan oleh PT Comestoarra Bentarra Noesantarra (Comestoarra.com) di NTB, NTT, Jawa Tengah, dan untuk skala kecil yang cocok untuk daerah 3T.
Selain itu, untuk skala besar model peuyeumisasi telah berhasil mengolah eceng gondok Saguling dan sampah sungai Citarum menjadi briket yang dapat digunakan untuk campuran batu bara dan juga pengganti BBM diesel.
Metode Community Based Waste to Energy
TOSS adalah suatu konsep pengelolaan dan pengolahan sampah (domestik rumah tangga dan residu tanaman lainnya) berbasis komunitas/masyarakat.
Konsep ini digagas oleh Dr. Ir. Supriadi Legino, MM., MBA., MA, sebagai pengembangan dari metoda Peuyeumisasi (identik dengan Biodrying) karya temuan dari Ir. Sonny Djatnika Sunda Djaja, MSc.
Pada proses TOSS, sampah dimasukkan kedalam box bambu berukuran 2x1,25 x1,25 m3 (setara dengan 1 ton sampah).
Untuk kemudian disiram oleh biokativator sehingga mampu membuat sampah menyusut, mengering, dan memiliki nilai kalori setara dengan batu bara.
Dengan begini, ia mampu menjadi bahan baku energi untuk kepentingan co-firing batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), substitusi bahan bakar fosil untuk kepentingan listrik kerakyatan/listrik desa, serta bahan baku energi alternatif pengganti kayu bakar dan gas di wilayah 3T.
Prospek TOSS menuju kebijakan nasional
Program co-firing merupakan pilihan alternatif mudah dan cepat untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional tanpa harus membangun tambahan pembangkit baru.
Oleh karena itu, program co-firing telah menjadi perhatian PT PLN (Persero). Melalui anak perusahaannya PT Indonesia Power telah melakukan 2 kali uji performance dengan menggunakan pelet hasil TOSS, di tahun 2019 yang di PLTU Jeranjang, Lombok, Nusa Tenggara Barat (Siaran Pers Kementerian ESDM Nomor 0.92.Pers/04/SJI/2020 dan PT Indonesia Power).
Sementara anak perusahaan PLN lainnya, Pembangkitan Jawa Bali (PJB) telah menguji co-firing dengan menggunakan serpihan dan limbah kayu dan cangkang sawit di 5 lokasi, yakni di PLTU Paiton, PLTU Indramayu, PLTU Ketapang, PLTU Tenayan dan PLTU Rembang (Siaran Pers Kementerian ESDM Nomor 0.92.Pers/04/SJI/2020 dan PT Indonesia Power).
Memberdayakan Masyarakat Membuat Batu Bara Nabati (BBN)
Program cofiring nasional Energi terbarukan pedesaan dan daerah 3T Solusi sampah
Oleh: Dr. Ir. Supriadi Legino, MM., MBA., MA. dan Arief Noerhidayat S.I.Kom., MSc.