Penulis
Intisari-online.com - China mungkin saat ini dipandang sebagai kekuatan terbesar yang dimiliki oleh Asia.
China menunjukkan memiliki ketangguhannya di semua lini.
Seperti resolusi hukum Hong Kong, mengintensifkan tindakan ilegal di Laut China Selatan, hingga memperluas latihan militer untuk menarik Taiwan.
Tampaknya itu belum cukup untuk meggambarkan betapa perkasanya China di wilayah Asia.
Sementara, diketahui China saat ini juga terlibat konfrontasi dengan India di perbatasan, bahkan keduanya sudah mengirim pasukan militer.
Namun, menurut Michael Rubin, mantan pejabat Departemen Pertahanan yang adalah seorang sarjana di American Enterpreneurship Institute (AEI) mengatakan fakta berbeda.
Meski China memiliki kekuatan militer yang unggul dalam semua lini, justru ada dampak berbahaya bagi China jika melanjutkan ketegangan dengan India.
Kepada National Interest, Rubin mengatakan, China dan India terlibat perang sejak 20 Oktober 1962.
Pasukan Tiongkok dari berbagai arah tiba-tiba melakukan serangan besar di sepanjang rute McMahon.
Ini adalah batas yang ditentukan dalam konferensi Simla yang diadakan di Inggris pada tahun 1914, mengambil nama pejabat Inggris Sir Henry McMahon.
Namun, China menolak menandatangani perjanjian itu, mengingat batas McMahon tidak menguntungkan baginya.
Alhasil, China memilih perang ketika itu China berhasil mengambil kendali atas dataran tinggi di Aksai Chin, dan memaksa India mengevaluasi kembali kekuatan militernya.
Di wilayah Ladakh, Kashmir yang dikuasi India, China juga membuka serangan tahun 1962, Kahsmir dikenal sebagai wilayah sengketa antara India dan Pakistan.
Tetapi sedikit orang tahu bahwa China juga mengendalikan 17% Kashmir, setara dengan Massachusetts di AS.
Sementara itu, baru-baru ini China kembali terlibat bentrokan dengan India di Ladakh dan Dataran Tinggi Sikkin.
Baca Juga: Manfaat Biji dan Daun Ketumbar untuk Kulit yang Cantik dan Sehat
Beberapa tentara keduanya pun dilaporkan ada yang terluka.
India sendiri menuduh China melakukan upaya memperkuat kekuatan militer di wilayah itu, dalam upaya meningkatkan ketegangan di wilayah yang disengketakan.
China meningkatkan kapasitas logistik dan perluasan jalan di daerah yang disengketakan, membuat India marah.
Selain itu, definisi Garis Kontrol Aktual (LAC) anatar kedua negara berbeda sehingga, tentara China dan India berpatroli di perbatasan.
Rubin menjelaskan situasi saat ini jelas berbeda dengan tahun 1962, China mungkin bisa memprovokasi India dengan melakukan agresi untuk mencapai tujuannya.
Namun, India saat ini memiliki kekuatan berbeda dengan India yang ditaklukkan China pada masa lalu.
Sejak 1974, India secara resmi bergabung dengan kelompok pemegang senjata nuklir, Militer India memiliki otonomi penuh dalam produksi senjata dan peralatan termasuk tank T-90 dan rudal Brahmos, berdasarkan kontrak dengan Rusia.
Meskipun secara ekonomi cukup tertinggal, India mampu meningkat secara signifikan dibandingkan 50 tahun lalu.
Rubin membandingkan, prospek konflik Tiongkok-India dengan intervensi Rusia di Ukraina bagian timur.
Akibatnya Rusia menderita kerugian ekonomi besar dan justru menghadapi dilema.
Intervensi China atas India di sisi lain akan mendapatkan respon kuat dari New Delhi.
Sementara itu, Presiden Amerika Donald Trump juga memiliki kesempatan kuat untuk melemahkan China.