Penulis
Intisari-Online.com -Dr Hu Weifeng merupakan seorang urologis, yang bertugas di Rumah Sakit Pusat Wuhan, tempat ketika Covid-19 pertama kali teridentifikasi.
Dia positif terinfeksi virus itu pada Januari saat wabah pertama merebak, dan kemudian dipindahkan ke rumah sakit lain dua bulan berselang.
Kondisinya sempat meningkat pada pertengahan Maret. Namun, setelah itu dia mengalami pendarahan otak pada akhir April dan menjalani operasi.
Dr Hu dan koleganya, kardiologis Dr Yi Fan, menjadi viral pada April setelah media setempat mengabarkan "perjuangan keras mereka melawan Covid-19".
Baca Juga: Peduli Tubuhmu: 6 Tanda Tubuh Mengalami Dehidrasi yang Harus Diketahui
Pengguna Weibo terperanjat ketika melihat kulit menghitam dari dua dokter itu, dengan media mengulas perubahan itu karena "fungsi abnormal lever" mereka.
Dilansir BBC, Rabu (3/6/2020), keduanya kemudian dikenal sebagai "dokter Wuhan berwajah hitam", dan menuai pujian karena berjuang sembuh dari virus itu.
Liga Muda Komunis menyebut mereka "malaikat yang berjuang mengalahkan kematian", dengan netizen Weibo bersimpati dengan perjuangan mereka di garis depan.
Warganet saat itu berkomentar bagaimana kulit mereka yang menghitam disamakan dengan "luka" yang mereka dapatkan selama bertugas di garis depan.
China Daily melaporkan, Dr Yi dipulangkan dari rumah sakit pada 6 Mei. Namun, Dr Hu Weifeng nyatanya masih dirawat sebelum diumumkan meninggal.
Kematian Hu Weifeng, dokter garda terdepan di China tengah, memicu reaksi marah publik tentang cara pemerintah menangani virus corona.
Dr Hu meninggal pada Selasa (2/6/2020) setelah lima bulan berjuang mengalahkan virus yang pertama terdeteksi di Wuhan pada Desember 2019 itu.
Baca Juga: Ini Obat Biduran Alami, Salah Satunya Berendam dengan Oatmeal
Dia menjadi pemberitaan pada Maret, ketika kulitnya menghitam dikarenakan "masalah pada fungsi hati" selama mendapat pengobatan virus corona.
Penyebab kematian Hu Weifeng tidak diketahui. Kabar itu langsung memantik reaksi publik China, dengan media sosial dipenuhi kemarahan.
Bekerja di rumah sakit yang sama sebagai "whistleblower"
Banyak media, termasuk harian resmi pemerintah Global Times, memberitakan Dr Hu bekerja di rumah sakit yang sama dengan Dr Li Wenliang.
Dr Li dikenal sebagai "dokter whistleblower" China, yang pertama kali memperingatkan adanya virus mirip Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS).
Kematiannya pada Februari menuai reaksi kemarahan, setelah sebelumnya Dr Li mengungkapkan bahwa dia mendapat peringatan polisi karena dianggap meresahkan masyarakat.
Tidak dijelaskan apakah keduanya saling mengenal karena mereka bekerja di departemen berbeda, dengan RS Pusat Wuhan mempekerjakan 4.200 staf.
Tak dilaporkan juga apakah mereka saling tertular, di mana baik Li Wenliang dan Hu sama-sama terpapar patogen itu pada pertengahan Januari.
Namun, Global Times mengulas ada 68 staf rumah sakit yang positif Covid-19, dengan lebih dari 200 tenaga medis menjalani pengawasan medis.
Penyebab kematian Hu tak dipublikasikan, dengan Global Times melaporkan kondisi dokter 42 tahun itu memburuk, dan emosinya jadi tidak stabil.
Setelah kabar meninggalnya terekspos, puluhan ribu pengguna Weibo kemudian memasang pagar #WuhanCentralHospitalDoctorHuWeifengPassesAway.
Sementara warganet lainnya mengunggah emoji lilin, cara umum yang dipergunakan untuk menghormati mereka yang sudah meninggal.
Ada netizen lainnya yang mempertanyakan bagaimana Hu meninggal, dan menyerukan agar pejabat kesehatan di ibu kota Provinsi Hubei itu dipecat.
"Kapan kiranya para pemimpin RS Pusat Wuhan diminta bertanggung jawab. Ini adalah tenaga medis kelima yang meninggal karena virus corona," kata netizen.
Harian Epoch Times, yang diblokir di China daratan, memberitakan, seorang staf senior anonim berujar, mereka dibungkam saat virus pertama merebak.
Sumber tersebut juga mengisahkan bagaimana dia dan pekerja medis lainnya tanpa perlindungan ketika berhadapan dengan penderita virus corona.
Ardi Priyatno Utomo
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dokter di Wuhan yang Kulitnya Menghitam Meninggal, Publik China Marah"