Walau Sudah Dinyatakan Sembuh, Tapi Ada Kemungkinan Virus Corona Bersembunyi Jauh di Dalam Paru-paru Kita, Ini Buktinya!

Mentari DP

Penulis

Intisari-Online.com - Berdasarkan data dari Worldmeters.info perMinggu (10/5/2020) siang, jumlah kasus virus corona (Covid-19) di seluruh dunia sudah mencapai lebih dari 4 juta kasus.

Tepatnya ada 4.101.772 orang di seluruh dunia yang dikonfirmasi positif virus corona.

Serta ada289.443 kasus kematian dan 1.441.791 orang lainnya dinyatakan sembuh.

Nah, walau ada 1,4 juta orang telah dinyatakan sembuh dari virus corona, para ahli mengatakan jangan senang dulu.

Baca Juga: Beda Dengan Negara Lain, Israel Cegah Penularan Virus Corona dengan Sadap Ponsel Warganya, Apa Tujuannya?

Sebab, pasien virus corona yang diperbolehkan pulang dari rumah sakit masih bisa memiliki virus di dalam paru-paru mereka.

Hanya saja lokasinya jauh dan tidak terdeteksi olehmetode pengujian konvensional.

Pernyataan itu berdasarkan sebuah penelitian dari para ahli di China seperti dilansir dari Asiaone.com pada Minggu (10/5/2020).

Dan pernyataan itu bukan tanpa sebab.

Baca Juga: Alami Pendarahan Otak, Mantan Panglima TNI Djoko Santoso Meninggal Dunia, Kenali 5 Penyebab Pendarahan Otak

Berdasarkandalam sebuah makalah di jurnal peer-review Cell Research, ada kemungkinan pasien yang telah sembuh dari virus corona bisa positif virus corona lagi.

"Pekerjaan kami memberikan bukti patologis pertama."

"Di mana itu berasal dari virus residu di paru-paru untuk pasien yang dites negatif tiga kali berturut-turut," tulis para peneliti, yang dipimpin oleh Dr Bian Xiuwu dari Universitas Kedokteran Angkatan Darat di Chongqing, China barat daya.

Penelitian ini didasarkan pada pemeriksaan postmortem dari seorang wanita berusia 78 tahun yang meninggal dunia setelah terinfeksi virus corona.

Dia dirawat di Three Gorges Central Hospitaldi Chongqing pada 27 Januari setelah memiliki gejala.

Tak lama dia juga dinyatakan positif Covid-19.

Setelah menerima pengobatan antivirus, ia dianggap sudah sembuh dan diperbolehkan untuk pulang pada 13 Februari.

Sebab hasil dari 3 tesnya menunjukkanhasil negatif. Hasil tes itu berdasarkan sampel dari belakang hidung dan tenggorokannya.

Lalu kondisinya membaik secara signifikan, didukung oleh CT scan.

Namun, sehari kemudian, dia menderita serangan jantung dan meninggal dunia.

Baca Juga: Kalahkan Israel dan Korea Utara, Indonesia Masuk dalam Daftar Militer Terkuat di Dunia, Nomor 16 di Seluruh Dunia dan Nomor 1 di Asia Tenggara!

Kasus ini lantas menunjukkan kepada dokter untuk memahami lebih dalam lagi mengenai "patogenesis infeksi Sars-CoV-2".

Hanya saja, hingga saat ini, para ahli kedokteran belum tahu bagaimana virus corona kembali menyerang pasien yang sudah sembuh.

Apalagi untuk kasus pasien wanita ini,tidak menemukan jejakvirus corona di hati, jantung, usus, kulit, atau sumsum tulangnya.

Namun, para peneliti menemukan strain virus yang lengkap dalam jaringan jauh di paru-parunya.

Merekalalu menguji sampel jaringan tersebut denganmikroskop elektron untuk mengkonfirmasi keberadaan virus corona yang diselimuti cangkang mirip mahkota tersebut.

Perlu Anda tahu, strain yang tersembunyi tidak menyebabkan gejala yang jelas.

Jaringan paru-paru yang biasanya menunjukkan kerusakan umumnya disebabkan oleh infeksi virus.

Oleh karenanya,sangat sulit menemukan virus inidi seluruh tubuh saat tes.

Apalagi metode pengujian dalam penggunaan massal tidak mengambil sampel dari jauh di paru-paru.

Baca Juga: Semakin Panas, China Siap Hadapi AS, 'Kami Punya 100 Rudal Antarbenua yang Bisa Hancurkan Amerika dalam Sekejab'

Oleh karenanya, tim Bian menyarankan untuk memeriksa paru-paru pasien juga sebelum pasien diperbolehkan keluar dari rumah sakit.

Ini demi deteksi yang lebih akurat dan menemukan jenis virus yang tersembunyi.

Metode ini dikenallavage bronchoalveolar,di mana kondisi ini memasukkan tabung berisi cairan ke paru-paru melalui mulut pasien.

Hanya saja memang metode inilebih kompleks, memakan waktu, dan mahal daripada metode tes melalui hidung atau usap oral.

Tetapi cara ini dinilai lebih baik dan realistis.

Sebab, pasien tidak akan menderita terlalu banyak karenaada jaminan akurasi 100%.

Baca Juga: Setelah 5 Bulan Berlalu dan 4 Juta Orang di Dunia Terinfeksi Virus Corona, Akhirnya Pejabat China Ini Akui Sistem Kesehatan di China 'Lemah'

Artikel Terkait