'Ayo Teruskan Saja Penghinaan Lahir dan Batin Itu!', Inilah Isi Surat Ki Hajar Dewantara yang Menampar Wajah Penjajah dengan Sangat Keras

Ade S

Penulis

Salah satu tulisan Ki Hajar Dewantara yang jelas-jelas menohok orang Belanda dimuat dalam surat kabar De Express terbitan 13 Juli 1913.

Intisari-Online.com -Bagi Ki Hajar Dewantara, tak perlu mengangkat senjata untuk menghancurkan orang Belanda.

Cukup menggunakan kertas dan pena, Ki Hajar Dewantara mampu menampar wajah para penjajah.

Ya, tokoh pendidikan Indonesia yang hari kelahirannya, 2 Mei, diabadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tersebut membuat geger pemerintah Belanda melalui tulisannya.

Salah satu tulisan Ki Hajar Dewantara yang jelas-jelas menohok orang Belanda dimuat dalam surat kabar De Express terbitan 13 Juli 1913.

Baca Juga: Ki Hajar Dewantara Harus Jalani Kawin Gantung dengan Sepupunya Sendiri Demi Emban Amanat Leluhur

Terlahir dengan nama Soewardi Soerjaningrat dan merupakan anggota keluarga Kadipaten Pakualaman sehingga di depan namanya disematkan gelar 'Raden Mas', pria kelahiran 2 Mei 1889 inilah yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

Di masa mudanya Ki Hajar Dewantarapernah menempuh pendidikan di STOVIA (Sekolah Kedokteran Bumiputera), namun ia tak menamatkannya karena sakit.

Tapi kemudian Ki Hajar Dewantara bekerja sebagai wartawan dan penulis di beberapa surat kabar,salah satunyaDe Express.

Ki Hajar Dewantara merupakan penulis handal, tulisannya sangat tajam dan menggambarkan semangat antikolonial.

Baca Juga: Hardiknas: Ki Hajar Dewantara Pernah Siapkan Diri Jadi Tameng Bung Karno

Tak hanya di bidang jurnalistik, Ki Hajar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial dan politik.

Semenjak Boedi Oetomo (BO) berdiri tahun 1908, Ki Hajar Dewantara aktif di seksi propaganda, ia menggugah kesadaran masyarakat Indonesia, terutama Jawa, mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan.

Sebelum mendirikan Sekolah Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara memiliki sikap yang sangat 'garang'.

Tak banyakinlander(sebutan penduduk Indonesia pada masa kolonialisme) yang seberani Ki Hajar Dewantara, apalagi mengingat dirinya termasuk golongan ningrat Jawa.

Terbukti dengan gaya sindirannya pada Belanda dengan menerbitkan tulisan-tulisan dalam surat kabar.

Tulisan-tulisan yang berisi kecaman atau 'nyinyir' pada Belandaitu bahkan membuatnya harus diasingkan atau bolak-balik masuk penjara.

Ketika pemerintah Hindia Belandaingin merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis secara besar-besaran diIndonesia, Ki Hajar Dewantara tak tinggal diam.

Pikirannya yang tak setuju dengan perayaan itu dituangkan dalam tulisan elegan yang menyindir pemerintah kolonial.

Baca Juga: Hardiknas: Demi Belajar Bahasa Belanda, Ki Hajar Dewantara Harus Nebeng Andong Milik Tuan Belanda Secara Sembunyi-sembunyi

Jelas saja Ki Hajar Dewantara tak setuju, untuk merayakan kemerdekaan Belanda itu, mereka berniat mengumpulkan sumbangan dari parainlander.

Ia mengkritik Belanda dengan menerbitkan tulisan berjudul'Als ik eens Nederlander was' yang jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi 'Andai Aku Orang Belanda'.

Tulisan itu dimuat dalam surat kabar De Express tanggal 13 Juli 1913.

Meski judul tulisan itu bahasanya halus, tetap saja sudah menjadi sindiran bagi kaum Belanda.

Dalam isi tulisannya, ia menampar Belanda menggunakan rangkaian kalimat yang indah.

Kutipan tulisan itu sebagai berikut.

"Sekiranya aku seorangBelanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya.

Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh siinlandermemberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.

Baca Juga: Hardiknas: Diangkat Menjadi Menteri,Ki Hajar Dewantara Syukuran dengan Bakmi Kuah Campur Duit Lecek

Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya.

Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu!

Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwainlanderdiharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".

Baca Juga: Cucu Ki Hajar Dewantara: Sang Kakek Berjuang dengan Pena, Cucunya Berjuang dengan 'Gedung'

Artikel Terkait