Penulis
Intisari-Online.com - Hingga hari ini,Selasa (28/4/2020),jumlah kasus positif virus corona (Covid-19) di seluruh dunia sudah menembus 3 juta kasus.
Dilansir dariworldmeters.info,ada 3.065.812 kasus positif virus corona di seluruh dunia.
Dengan 211.662 kasus kematian dan 923.237 orang dinyatakan sembuh.
Namun sepertinya angka tersebut akan semakin bertambah. Mengingat belum ada tanda-tanda penyebaran virus ini melambat.
Ditambah, hingga kini belum ada obat atau vaksin yang sanggup mengobatinya.
Padahal pandemi virus corona sudahmengganggu kehidupan jutaan orang.
Bahkan negara-negara yang dianggap memiliki sistem kesehatan baik, seperti Inggris dan Amerika Serikat, mengalami krisis penangan virus corona.
Dan sepertinya mimpi buruk itu tidak akan cepat berakhir.
Sebab, dilansir dari express.co.uk pada Selasa (28/4/2020), ada sebuah analisis baru yang mengejutkan oleh organisasi HAM Komite Penyelamatan Internasional (IRC).
Analisis IRC itu mengklaim hingga satu miliar orang di34 negara akan terserang virus korona jika tindakan kritis tidak segera dilakukan.
Dalam laporan yang berjudul "One Size Does Not Fit All: Mitigating COVID-19 in Humanitarian Setting", mereka meyakinisekitar 3,2 juta kematian dapat terjadi sebagai akibat Covid-19.
Dan negara-negara yangdigambarkan terkena dampak paling buruk dari krisis virus corona adalah negara yang termasuk zona perang seperti Afghanistan, Suriah, dan Yaman.
Presiden dan chief executive officer IRC, David Miliband, menggambarkan angka-angka itu bisa menjadi 'alarm' untuk beberapa negara tersebut.
Sebab, tanpa virus corona, negara-negara tersebut sudah dinilai 'rapuh'.
Data tersebut, menurut IRC, didasarkan pada kemungkinan skenario tanggapan dari masing-masing negara yang telah dinilai.
Mereka percaya dalam skenario terburuk satu miliar akan terjadi, tetapi mereka memperkirakan angka ini bisa capai1,7 juta kematian.
Badan amal itu mengatakan perkiraan awalnya dipusatkan di sekitar pemodelan epidemiologis dan data yang dikumpulkan oleh Imperial College London dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Mereka melihat berdasarkanstruktur usia, ukuran rumah tangga, dan pola kontak sosial negara.
Namun, ada kekhawatiran yang berkembang di IRC bahwa angka awal "mungkin paling konservatif".
Mereka khawatir bahwa kapasitas perawatan kesehatan dan tingkat reproduksi virus, kerentanan kemanusiaan yang sudah ada sebelumnya dan gangguan terhadap pengiriman bantuan akan sangat meningkatkan tingkat kontraksi di antara negara-negara termiskin di dunia.
Sebagai contoh, lihatsistem perawatan kesehatan Beijing dan tingkat kematian.
Dan bandingkan dengannegara seperti Venezuela, yang hanya memiliki satu dari 10 rumah sakit yang beroperasi penuh.
Jika sistem kesehatan negara Amerika Selatan digunakan dalam penelitian, IRC mengatakan angka kematian dan tingkat kontraksi bisa lebih tinggi.