Menghilang Usai Mengungkap Rahasia Besar Virus Corona, Ilmuwan China Ini Sempat Berikan Peringatan Terakhir Soal Virus Corona, Begini Bunyinya

Afif Khoirul M

Penulis

Intisari-online.com - Sebelum kasus virus corona merebak ke seluruh dunia dan muncul pada Desember 2019.

Laboratorium di Wuhan China dilaporkan pernah melakukan percobaan pada kelelawar dari gua yang dianggap sebagai ground zero, pandemi virus corona bertahun-tahun lalu.

Menurut laporan, ilmuwan dari Institute Virologi di Wuhan telah menyelidiki mamalia terbang itu dari gua-gua Yunnan sejak 2011 silam.

Di mana virus mematikan itu muncul dari hewan itu.

Baca Juga: Tradisi Menjadikan Anak Perempuan yang Belum Menstruasi sebagai Dewi 'Pelindung' Masyarakat Nepal, Begini Cerita Pilu Kehidupan 'Sang Dewi Kumari' setelah Gelarnya Dicopot

Kemudian, penelitian itu menerbitkankannya pada November 2017 dengan judul "Penemuan gen yang kaya virus corona terkait SARS yang memberikan wawasan baru tentang SARS."

Ilmuwan yang meneliti kasus pertama virus corona adalah Dr Shi Zhengli, dari China.

Dia adalah ilmuwan luar biasa yang berhasil mengungkap detail soal virus corona.

Sayangnya, menurut laporan Daily Star, Dr Shi Zhengli dinyatakan menghilang, usai membuat penelitian tersebut.

Baca Juga: Kematian di Wuhan Ternyata 50 Persen Lebih Tinggi, Studi Baru: COVID-19 2 Kali Lebih Menular dari yang Diperkirakan Sebelumnya

Shi Zhengli sendiri adalah peneliti pertama Covid-19 yang membuka kode genetik penyakit ini, bahkan sudah memperingatkan dunia untuk mencegah wabah di masa depan.

Dalam periode 7 hari krusial, China justru menahan informasi itu tentang krisis yang terjadi pada seluruh dunia, karena saat itu banyak orang China mulai meninggal di Wuhan, ungkap Dr Shi Zhengli.

Dia mengklaim bahwa jika dia tidak melaporkan temuannya akan memicu kekhawatiran akan ditutup-tutupi oleh pihak berwenang.

Memiliki 16 tahun pengalaman, Shi Zhengli disebut sebagai salah satu pakar virus corona yang paling terkenal di dunia.

Dia mengurutkan penyakit dari tahap awal, dan menemukannya mirip dengan SARS yang mematikan yang telah mengancam China pada tahun 2000-an.

Dr Shi Zhengli mengidentifikasi virus corona baru hanya dalam waktu 3 hari dan diurutkan menemukan 96% mirip dengan virus di kelelawar Yunnan, yang diteliti sejak 2011 silam.

Baca Juga: 'Aku Udah Enggak Kuat Pegangan', Viral Bocah 9 Tahun Bergelantungan di Kabel Sling PLN Setinggi 15 Meter, Ini Cerita Bagaimana Si Bocah Bisa Alami Peristiwa Menegangkan Itu

Awalnya dia takut jika virus itu mulai membunuh banyak orang di kota dan bocor dari labnya di Wuhan.

Dia mengatakan, "Saya tidak pernah berharap hal seperti ini terjadi di Wuhan, di China Tengah, saya berpikir bisakah mereka datang dari lab kami?"

Namun dia sebelumnya telah memberikan peringatan sebelum akhirnya keberadaannya diberangus, tetapi lapora rahasia mengatakan pejabat China turun tangan untuk menghentikannya berbicara.

Sebelum menghilang, wartawan Gao Yu mewawancarai Dr Shi Zhengli yang terkunci di Wuhan memberi tahu bahwa semuanya ditutup-tutupi, lapor Daily Mail.

Dr Shi Zhengli mengatakan, "Kami mengetahui bahwa lembaganya menyelesaikan tes sekuensing gen terkait pada 2 Januari tetapi diberangus."

Temuan sejak saat itu dirilis dan sedang digunakan sebagai bagian dari upaya dunia untuk menemukan vaksin.

Baca Juga: COVID-19 Menembus Belantara, Seorang Remaja Meninggal di Antara Kematian Pertama Suku Amazon yang Terpencil: Usai Kembali ke Rumah Kesehatan Memburuk

Kelelawar, diyakini oleh banyak ilmuwan sebagai jantung dari 6 wabah virus corona, termasuk pandemi Covid-19 yang kini sedang berlangsung.

Namun, tidak jelas bagaimana bisa menyebar sampai ke manusia.

Pesan terakhir Shi Zhengli sebelum menghilang adalah, krisis saat ini adalah seruan untuk membangun dunia, tindakan harus diambil sekarang untuk mencegah pandemi global terjadi.

"Apa yang kami temukan adalah sebagian kecil, misi harus berlanjut, virus corona ditularkan oleh kelelawar akan menyebabkan lebih banyak wabah dan kita harus menemukannya, sebelum mereka menemukan kita," katanya.

Sementara itu China sendiri merevisi jumlah kematian, karena didesak dunia telah menutupi jumlah korban sebenarnya.

Jumlahnya meningkat 50% dari jumlah korban awal, dengan tambahan seribu lebih korban dinyatakan meninggal dunia.

Artikel Terkait