Tak Lama Setelah Lockdown Dibuka, China Akui Bahwa Angka Kematian di Wuhan Akibat Virus Corona Bertambah, 'Jadi Naik 50%!'

Mentari DP

Penulis

China sempat menjadi episentrum pandemi virus corona dengan lebih dari 80.000 kasus. Namun kini tidak lagi.

Intisari-Online.com - Bicara soal pandemi virus corona (Covid-19) yang kini membuat seluruh dunia heboh, tentu negara China tak bisa dilupakan.

Sebab, dilaporkan di negara inilah pertama kalinya virus corona ditemukan dan lantas menyebar ke seluruh dunia.

Tepatnya kejadian ini terjadi di Wuhan, China dan disebutkan karena kekelawar.

Wuhan, China sempat menjadi episentrum pandemi virus corona dengan lebih dari 80.000 kasus.

Baca Juga: Waspada, Kasus Virus Corona di Indonesia Diprediksi Tembus 95.000 Kasus pada Mei Ini, 'Setelah Lewati Puncak Pandemi, Tidak Akan Berhenti Total'

Ada 3.000 orang dinyatakan tewas, namun 70.000 lainnya dinyatakan sembuh.

Namun pada akhir bulan Maret hingga memasuki April, jumlah kasus di China berkurang banyak.

Kini, Amerika Serikat dan Eropalah yang menjadi episentrum pandemi virus corona dengan kasus mencapai 100.000 lebih.

Bahkan di Amerika Serikat kasus mencapai 600.000 lebih.

Karena fakta ini, pemerintah China membuka lockdown negara.

Baca Juga: Kontras! Dulu Dijuluki Artis Tercantik Indonesia hingga Bung Karno Nge-fans padanya, Namun di Akhir Hayatnya Dia Justru Sulit Makan

Sayangnya, China dilaporkan mengalami gelombang kedua virus corona.

Otoritas kesehatan Wuhan bahkan telah merevisi angka kematian akibat virus corona.

Data terbaru menunjukkan, jumlah korban meninggal lebih banyak 50 persen dari data sebelumnya.

Dilansir dari Hong Kong Free Press, Pusat Pencegahan dan Kontrol Epidemi Wuhan pada Jumat (17/4/2020) mengumumkan, total korban meninggal dunia adalah 3.869 orang.

Angka itu naik 1.290 dari catatan sebelumnya, yakni 2.579 orang.

Kemudian, jumlah kasus secara keseluruhan di Wuhan direvisi menjadi 50.333, dengan tambahan 325 kasus.

Perubahan ini juga membuat jumlah kasus dan korban meninggal di China juga meningkat.

Dilansir dari AFP, data nasional resmi China pada Jumat (17/4/2020) merevisi jumlah korban meninggal virus corona menjadi 4.632 orang, naik 39 persen dibandingkan data sebelumnya.

Pihak berwenang mengatakan, revisi dibuat setelah memasukkan data pasien yang tidak dirawat di rumah sakit dan meninggal di rumah.

Karena keterbatasan fasilitas medis di tahap awal wabah corona merebak.

Baca Juga: Seperti Tahu Hidup Suaminya Tak Akan Lama Lagi, Justru Fatmawati Tak Pernah Jenguk Bung Karno dari Sakit Hingga Ajal Menjemput, Ini Alasannya

Pada awal 2020, banyak rumah sakit kelebihan beban dan petugas medis sangat sibuk menyelamatkan nyawa pasien.

Hal ini menyebabkan keterlambatan dan pengawasan dalam melaporkan kasus, kata pihak berwenang, dikutip dari Hong Kong Free Press.

Beberapa fasilitas juga tidak segera terhubung dengan jaringan epidemi yang lebih luas.

Sedangkan informasi yang berkaitan dengan kematian tidak lengkap yang menyebabkan kesalahan pelaporan atau penghitungan ulang.

Lockdown Wuhan dicabut dan tanggapan Trump

Setelah dua bulan menerapkan lockdown, Wuhan telah mencabut kebijakan itu pada Rabu (8/4/2020) pekan lalu.

Warga pun diizinkan meninggalkan kota selama bisa menunjukkan QR code warna hijau di ponselnya untuk membuktikan mereka sehat dan aman untuk bepergian.

Presiden AS Donald Trump pada 1 April pernah berujar, jumlah kematian akibat virus corona dan infeksi yang dilaporkan oleh China "tampaknya terlalu sedikit".

Namun, Robert O'Brien--penasihat keamanan nasional Trump--mengatakan dalam jumpa pers yang sama, bahwa Washington "tidak di posisi untuk mengonfirmasi angka yang keluar dari China.

(Aditya Jaya Iswara)

(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Wuhan Revisi Data Covid-19, Korban Meninggal Naik 50 Persen Jadi 3.869")

Baca Juga: 4 Fakta dari Ri Sol Ju, Istri Kim Jong Un yang Sangat Misterius, Suka Barang 'Branded' hingga Spekulasi Jumlah Anak yang Dilahirkannya

Artikel Terkait