Penulis
Intisari-online.com -Presiden Joko Widodo akhirnya menetapkan bencana non-alam akibat wabah virus corona sebagai bencana nasional.
Penetapan status bencana nasional itu tertuang dalam Keputusan Presiden No 12/2020.
Ada tiga poin dalam Keppres No 12/2020 yang diteken Presiden Jokowi pada Senin, 13 April 2020.
Pertama, menyatakan bencana non-alam yang diakibatkan oleh penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai bencana nasional.
Kedua, penanggulangan bencana nasional yang diakibatkan oleh penyebaran Covid-19 dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 7/2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Dalam pelaksanaannya, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 bersinergi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Ketiga, gubernur, bupati, dan wali kota sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-2019 di daerah, dalam menetapkan kebijakan di daerah masing-masing harus memperhatikan kebijakan pemerintah pusat.
Michael Herdi Hadylaya, praktisi bidang hukum dan dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Litigasi Jakarta, menilai, penetapan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional merupakan langkah strategis yang ditempuh oleh Presiden Jokowi.
“Keputusan tersebut antara lain bertujuan mengatasi hambatan logistik dalam menghadapi pandemi Covid-19,” kata Michael dilansir dari Kontan.co.id, Senin (13/4).
Ada sejumlah konsekuensi dari penetapan status bencana nasional.
“Dengan ditetapkan sebagai bencana nasional, artinya Undang-Undang No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana berikut peraturan turunannya berlaku. Itu konsekuensinya,” tandas Michael.
Secara riil, sejumlah konsekuensi teknis itu antara lain tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Ini adalah aturan turunan UU No 24/2007.
Michael mencontohkan, Pasal 24 PP No 21/2008 menyatakan, pada saat status keadaan darurat bencana ditetapkan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mempunyai kemudahan akses di bidang pengerahan sumber daya manusia, pengerahan peralatan, pengerahan logistik, imigrasi, cukai, dan karantina, perizinan, pengadaan barang/jasa, pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang, penyelamatan, dan komando untuk memerintahkan instansi/lembaga lain.
Dengan kata lain, konsekuensi terbitnya Kepres No 12/2020 juga memperkuat posisi dan peran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 serta BNPB.
“Kini BNPB memiliki dasar kuat untuk bertindak maupun menyusun program penanganan wabah virus corona di Indonesia,” katandas Michael.
Konsekuensi strategis lain terbitnya Kepres No 12/2020 adalah kemudahan akses mobilisasi bantuan dari luar negeri.
Mulai dari kemudahan perizinan imigrasi bagi personel asing yang akan membantu, kemudahaan administrasi kepabeanan atas masuknya barang bantuan dari luar, serta sejumlah relaksasi aturan maupun birokrasi lainnya.
Secara umum, Michael menyimpulkan, penetapan bencana nasional ini mengafirmasi kondisi bahwa wabah Covid 19 ini merupakan bencana yang serius.
“Sehingga sudah bukan saatnya lagi kita berdebat soal sisi politis namun saatnya bahu membahu bersama mengatasi masalah ini,” tandas Michael.
Jokowi sebelumnya telah diingatkan dengan keras oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Ia peringatkan dan meminta Jokowi untuk menetapkan langkah pencegahan bulan lalu.
Tedros mendesak beberapa negara termasuk Indonesia untuk meningkatkan kapasitas pengujian di laboratoium, dengan sistem kesehatan yang besar.
Surat yang dikirim Tedros ke Presiden Jokowi tersebut berbunyi sebagai berikut:
Yang MuliaBapak Joko WidodoPresiden Republik IndonesiaIstana MerdekaJakarta-PusatIndonesia
10 Maret 2020
Yang Mulia,
Saya mendapat kehormatan untuk menulis kepada Anda untuk menyatakan penghargaan saya atas upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam mengatasi situasi COVID-19 di Indonesia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bekerja tanpa lelah dengan Negara-negara Anggota dan jaringan para pakar untuk menganalisis dan menyebarluaskan pengetahuan vital tentang tanggapan COVID-19.
Untuk mengalahkan virus ini, setiap negara perlu mengambil langkah-langkah kuat yang dirancang untuk memperlambat penularan dan menahan penyebarannya.
Sayangnya, kami telah melihat kasus yang tidak terdeteksi atau terdeteksi pada tahap awal wabah mengakibatkan peningkatan yang signifikan dalam kasus dan kematian di beberapa negara.
Untuk tujuan ini, WHO terus mendesak negara-negara untuk fokus pada deteksi kasus dan kapasitas pengujian laboratorium, terutama di negara-negara dengan kapasitas sistem kesehatan yang besar dan beragam di seluruh negara.
Konfirmasi awal kasus merupakan faktor penting untuk memahami penularan COVID-19 dan untuk dapat menahan wabah pada beberapa kasus dan cluster pertama.
Di daerah di mana ada transmisi lokal yang sedang berlangsung tidak terdeteksi atau kurang terdeteksi, WHO sangat merekomendasikan tindakan mendesak berikut untuk mengurangi transmisi dan mencegah penyebaran lebih lanjut:
• meningkatkan mekanisme respons darurat termasuk deklarasi darurat nasional;• mendidik dan berkomunikasi secara aktif dengan publik melalui komunikasi risiko yang tepat dan keterlibatan masyarakat;• mengintensifkan penemuan kasus, pelacakan kontak, pemantauan, karantina kontak, dan isolasi kasus;• memperluas pengawasan COVID-19 menggunakan sistem pengawasan penyakit pernapasan yang ada dan pengawasan berbasis rumah sakit;• menguji kasus-kasus yang dicurigai per definisi kasus WHO, kontak kasus-kasus yang dikonfirmasi; menguji pasien yang diidentifikasi melalui pengawasan penyakit pernapasan;• menetapkan kapasitas laboratorium yang memadai dan terdesentralisasi yang akan memungkinkan tim mengidentifikasi kelompok-kelompok penularan sehingga tindakan segera dapat diambil - ini termasuk menguji tidak hanya kasus dengan kaitan langsung yang diketahui dengan kasus positif, tetapi semua pasien yang menderita penyakit seperti influenza dan penyakit pernapasan akut berat; dan• mengintensifkan promosi langkah-langkah kesehatan masyarakat, termasuk kebersihan tangan, etiket pernapasan dan mempraktikkan jarak sosial.
Saya akan sangat menghargai dukungan penuh Anda untuk menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat di atas, karena mereka mewakili paket intervensi yang diperlukan untuk mengatasi situasi ini secepat mungkin.
Saya juga akan berterima kasih jika Republik Indonesia dapat memberikan informasi terperinci kepada WHO tentang pendekatan pengawasan dan pengujian, identifikasi kontak, dan pelacakan kontak untuk COVID-19 dan setiap data atau ringkasan.
Adalah penting bahwa WHO menerima data penting tersebut untuk memperkaya penilaian risiko yang lebih komprehensif secara global, dan untuk secara efektif berkolaborasi dan berkoordinasi dengan kementerian kesehatan dan otoritas nasional terkait dari semua negara yang terkena dampak.
Melalui Kantor Regional kami untuk Asia Tenggara dan Kantor Perwakilan di Indonesia, WHO siap mendukung upaya Pemerintah Indonesia dan kementerian terkait.
Saya mengerti bahwa Direktur Regional kami telah menulis surat kepada Menteri Kesehatan dan Kantor Negara bekerja erat dengan otoritas dan mitra terkait.
Saya mengandalkan kepemimpinan pribadi dan kemauan politik Anda, yang tidak hanya memusatkan kemitraan yang kuat dengan WHO, tetapi juga menunjukkan komitmen Republik Indonesia terhadap keamanan kesehatan global.
Terimalah, Yang Mulia, jaminan pertimbangan tertinggi saya.
Dr Tedros Adhanom GhebreyesusDirektur Jenderal
(Barly Haliem)
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Presiden Jokowi menetapkan wabah corona bencana nasional, begini konsekuensinya
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini