Ternyata Sumpit Menyimpan Filosofi Tinggi, Jalan Meraih Kebahagiaan

Yoyok Prima Maulana

Penulis

Intisari-Online.com – Jika di Barat ada sendok dan garpu, di AsiaTimur ada sumpit. Umumnya terbuat dari bilah bambu sepanjang kira-kira 25 cm.

Bagian ujung sumpit berbentuk lingkaran berdiameter sekitar 0,5 cm. Bentuk seperti ini dimaksudkan agar orang mudah menjepit makanan.

Sumpit dikenal di Cina sekitar 5.000 tahun lalu, namun baru dimasyarakatkan sejak zaman dinasti Shang (1766 - 1122 SM).

Digunakannya sumpit bermula dari kebiasaan orang memasak di zaman dulu. Untuk mengaduk makanan yang diolah dalam sebuah kuali besar, mereka menggunakan ranting pohon yang bercabang dua.

Baca juga: Sekilas Terlihat Mirip, Ternyata Sumpit dari China, Jepang, dan Korea Sangat Berbeda! Ini Perbedaannya

Lama-kelamaan, berhubung populasi penduduk makin meningkat, maka makanan itu dipotong kecil-kecil. Sebab, alat pemegang dan pengaduknya pun berupa bilah-bilah yang lebih kecil.

Sumpit Cina disebut kuai-zi. Biasanya memiliki panjang 22 - 26 cm dengan bagian atas berbentuk segiempat berujung tumpul.

Sekitar tahun 500 sumpit digunakan secara luas di Cina, menyebar ke Vietnam, Korea, dan Jepang.

Di Jepang sumpit digunakan pada upacara keagamaan untuk menjepit makanan. Sumpit itu dibuat dari satu batang bambu yang bagian atasnya masih menyatu.

Baru pada abad ke-10 dibuat dari dua bilah batang yang terpisah.

Baca juga: Jangan Pernah Menusukkan Sumpit Ke Makanan, Inilah Lima Adat Makan Unik Di Asia

Rancangan sumpit Jepang agak berbeda dengan Cina. Bagian atas sumpit Jepang agak bulat dan meruncing pada ujungnya. Ukurannya pun lebih pendek dari sumpit Cina.

Bahkan ada aturan sendiri untuk memakainya berdasarkan jenis kelamin.

Sumpit untuk wanita berukuran sekitar 17,5 cm dan untuk pria sekitar 20 cm.

Secara tradisionai, sumpit terbuat dari berjenis-jenis bahan. Bambu merupakan bahan yang paling populer karena berbagai pertimbangan, seperti harga murah, tersedia di mana-mana, mudah dibentuk, tahan panas, dan tidak mengubah rasa makanan.

Bahan lainnya kayu cedar, cendana, jati, cemara, dan tulang. Bahkan orang kaya membuat sumpit dari batu giok, emas, perak, perunggu, kuningan, batu akik, batu koral, atau gading gajah.

Baca juga: Kisah Sumpit Para Penghuni Neraka dan Surga

Pada masa pemerintahan para dinasti di Cina, sumpit berbahan perak banyak digunakan.

Orang purba percaya bahwa perak akan berubah warna jika bersinggungan dengan makanan beracun.

Jadi, ini merupakan langkah kewaspadaan yang dilakukan para bangsawan Cina tempo dulu untuk menghindari usaha pembunuhan dari para pengkhianat atau lawan politik.

Penggunaan sumpit secara luas tidak lepas dari peranan Konfusius (551 - 479 SM).

Sebagai seorang vegetarian, makan dengan pisau di atas meja sebagaimana orang Barat akan mengingatkan orang pada rumah jagal hewan.

Maka dia menganjurkan orang agar menggunakan sumpit saja.

Baca juga: Makan dengan Sumpit Bikin Langsing

Di Cina sumpit tidak sekadar alat bersantap, tapi mengandung nilai, etiket, dan filosofi. Banyak pakar menilai, pemakai sumpit akan memiliki tingkat kepandaian yang tinggi.

Bahkan sumpit dianggap sebagai perlambang kesetaraan, keharmonisan, dan persatuan.

Sepasang sumpit harus setara, sama tingginya. Kalau tidak, akan pincang sehingga menyulitkan orang saat mengambil makanan.

Gerak sumpit harus harmonis. Bagaimana jadinya jika sebuah sumpit digerakkan ke depan, satunya lagi ke belakang? Tentu makanan tidak akan terjepit.

Sepasang sumpit pun harus bersatu. Tidak mungkin orang hanya menggunakan sebuah sumpit ketika mengambil makanan.

Jika bersatu, barulah orang dapat leluasa mengambil makanan. (Djulianto Susantio – Intisari November 2005)

Baca juga: Sumpit Bikin Nyeri Sendi

Artikel Terkait