Penulis
Intisari-Online.com - Korea Utara disebut memiliki kondisi ideal yang menjadikannya tangguh dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Sistem medis yang efisien salah satunya. Dibanding negara-negara berpenghasilan rendah lainnya, Korea Utara memiliki peralatan medis dalam jumlah banyak dan staf dokter serta perawat yang mengesankan.
Kemudian, wilayah Korea Utara cenderung swasembada, sehingga ketika terputus dari dunia luar karena karantina, maka Korea Utara bisa bertahan seolah tidak ada yang terjadi, setidaknya selama beberapa bulan.
Selain itu, penduduk Korea Utara juga disebut sulit mengekspresikan ketidakpuasan. Karantina pun jauh tidak berbahaya secara politik dibanding kelaparan berkepanjangan. Di sisi lain, jika ada ketidakpuasan maka dapat diturunkan secara efisien dan brutal.
Kondisi ideal tersebut dijabarkan oleh Andrei Lankov, Direktur di NK News, sebuah media berbasis di Amerika yang menyediakan berita dan analisis tentang Korea Utara, melalui tulisannya di NK News, Kamis (9/4/2020).
Namun, dalam tulisannya Lankov pun menyoroti kemungkinan buruk bagi Korea Utara.
Menurutnya, nasib menyedihkan kemungkinan menunggu Korea Utara ketika kasus Covid-19 berkembang menjadi lebih berat.
Lankov menduga, kemungkinan besar hanya segelintir rumah sakit Korea Utara yang memiliki ventilator (alat bantu pernapasan), dan rumah sakit-rumah sakit ini benar-benar terlarang bagi sebagian besar populasi.
Yang mana perawatan hanya akan disediakan untuk elit teratas, sementara yang lain mungkin akan dibiarkan mati.
"Saya mengerti bahwa pernyataan sebelumnya akan terdengar keterlaluan bagi banyak pembaca, yang cenderung mulai marah tentang kekejaman rezim."
"Namun, sebagai pernyataan serius, saya akan mengingatkan mereka bahwa nasib buruk yang sama kemungkinan akan menimpa sebagian besar pasien COVID-19 di negara-negara miskin lainnya," tulis Lankov.
Lankov mengatakan bahwa mesin seperti ventilator sangat jarang di negara-negara miskin dan hanya akan tersedia bagi segelintir orang yang sebagian besar berasal dari elit lokal.
"Situasi Korea Utara, betapapun menyedihkannya, tidak akan jauh berbeda dari apa yang mungkin kita lihat di negara-negara miskin lainnya - dengan asumsi, tentu saja, banyak dari mereka tidak akan dilindungi oleh iklim hangat mereka."
Menurut Lankov, jika virus corona pertama kali menyerang beberapa daerah yang relatif terpencil, pemerintah Korea Utara kemungkinan akan mengambil tindakan karantina internal yang dramatis, benar-benar memotong daerah yang terinfeksi dari bagian lain negara itu.
Tapi, bagaimana jika terjadi situasi lain, ketika pandemi Covid-19 menyebar ke jantung rezim, kota istimewa Pyongyang, tempat sebagian besar elit Korea Utara tinggal?
Lankov berujar jika itu bukan kabar baik, namun selama pemimpin tertinggi tetap sehat, maka wabah besar-besaran di Pyongyang hanya akan berdampak pada situasi politik.
Meski begitu, para pejabat Korea Utara akan terancam jika Covid-19 mewabah di Pyongyang.
Pasalnya, sebagian besar pejabat di pemerintahan Kim Jong Un merupakan generasi tua, karena Sang Presiden tidak mengganti pejabat ayahnya dengan generasi muda.
Sehingga menurut Lankov, orang-orang tersebut akan berada di bawah ancaman ketika pandemi menyerang Pyongyang.
"Beberapa pejabat rendah kemungkinan bahkan tidak akan mendapatkan akses ke sistem ventilasi paru-paru, yang persediaannya terbatas (beberapa potong peralatan berharga ini pasti akan dipegang, untuk berjaga-jaga, untuk digunakan oleh Keluarga Agung).
"Jadi, sangat mungkin bahwa beberapa pejabat tinggi akan mati, jika COVID-19 menyerang dengan sangat keras. Tapi, apakah kematian mereka akan berdampak besar pada bagaimana negara ini dijalankan? Hampir pasti tidak," tulis Lankov.
Lankov menjelaskan bagaimana situasi politik di Korea Utara yang mana umumnya elit tidak memiliki kelompok kuat dan koheren yang mampu memusatkan banyak kekuatan.
"Jadi, jika COVID-19 membunuh tokoh-tokoh top seperti Pak Pong Ju, manajer ekonomi utama (akhir 70-an) atau Choe Ryong Hae, letnan dan penasihat terdekat pemimpin (baru berusia 70 tahun), tidak akan butuh banyak waktu untuk menggantinya,"
"Tidak ada pejabat tinggi Korea Utara, kecuali Pemimpinnya sendiri, yang tidak tergantikan - dan beginilah keseluruhan sistem dirancang dengan sengaja.
"Keluarga Kim tidak ingin berurusan dengan pejabat yang terlalu kuat yang bisa membayangkan diri mereka sebagai pemain politik independen," tulis Lankov.
Lankov berpendapat jika Covid-19 hanya akan mempercepat perubahan generasi yang tak terhindarkan di kalangan elit Korea Utara.
Pada akhirnya,meskipun tidak terkendali, menurut Lankov pandemi Covid-19 tidak akan menjadi ancaman besar dan segera bagi stabilitas rezim.
Namun Lankov juga mengungkapkan jika segala sesuatu mungkin menjadi jelek dan tidak dapat diprediksi jika Kim Jong Un sendiri menjadi korban penyakit tersebut.
Menurut Lankov, karena usia muda Kim Jong Un, peluang Pemimpin Tertinggi ini 'kalah' oleh penyakit tersebut jika dia terinfeksi memang rendah tetapi nyata - dan, jika ini terjadi, bisa berbeda ceritanya.