Seorang Pakar Menjamin Virus Corona di Indonesia Akan Turun Pada Bulan Juni, Tapi Ini Syarat yang Harus Dipenuhi Jika Tidak Dilakukan Kemungkinan Justru Hal Ini yang Terjadi

Afif Khoirul M

Penulis

Daalam sebuah pernyataan seorang pakar di Indonesia menjelaskan bagaimana virus ini bisa berakhir dengan cepat.

Intisari-online.com - Saat ini masyarakat Indonesia dibuat was-was dengan adanya wabah virus corona.

Sehingga kita harus membatasi waktu keluar rumah dan lebih banyak untuk mengurung diri, sebagai salah satu cara untuk memutus rantai penularan.

Hingga kini, kita tidak tahu pasti sampai kapan situasi seperti ini akan berakhir, namun dalam sebuah pernyataan seorang pakar di Indonesia menjelaskan bagaimana virus ini bisa berakhir.

Mengutip dari GridHealth, seorang pakar Matematika Fakultas MIPA UNS Solo Prof.Dr. Sutanto Sastraredja, DEA memberikan penjelasan untuk mengakhiri wabah ini.

Baca Juga: Kasus Virus Corona di AS Capai 120.000, Trump Putuskan Tidak Terapkan Lockdown, 'Lockdown Tidak Biperlukan'

Menurutnya, wabah ini akan hilang dari Indonesia pada 10 Juni 2020, namun dengan syarat pemerintah melakukan karantina total alias lockdown.

Namun, jika tidak dilakukan dia khawatir jumlahnya akan terus bertambah.

Meski demikian, Prof. Sutanto menjelaskan hal ini tentu dengan dasar yang kuat, kesimpulannya muncul setelah melakukan simulasi bersama dengan mahasiswanya.

Mereka membuat simulasi dengan persamaan deferensial berdasarkan kecepatan pertambahan kasus positif virus corona di Indonesia selama ini.

Baca Juga: Semua Pasien Positif Covid-19 di Malang Bisa Sembuh, Rupanya Kunci Pentingnya ada di Sini, Simak Selengkapnya

Simulasi ini juga untuk menjawab perdebatan apakah Indonesia harus melakukan kebijakan lockdown atau tidak.

Sutanto menyebut lockdown mungkin kan berdampak besar bagi negara, misalnya perekonomian akan lumpuh dalam beberapa waktu.

Namun, ini akan berdampak besar, dan sangat efektif menghentikan wabah dalam waktu yang lebih singkat.

"Saat ini tingkat kematian, pasien Covid-19 cukup tinggi, mulai dari 8,4% naik menjadi 9% tapi kini turun lagi menjadi 8,6%," katanya.

Artinya orang sehat saja bisa terinfeksi sewaktu-waktu tanpa mengetahui apakah dia terinfeksi atau tidak.

Hingga akhirnya baru ketahuan ketika sudah parah dan akhirnya meninggal dunia, sebut Sutanto dalam video presentasinya di akun Facebook Selasa (24/3).

Baca Juga: Miris! Panic Buying karena Corona, Kini Makanan-makanan yang Dibeli Justru Dibuang ke Tempat Sampah

Hal yang berbahaya adalah ketika seseorang terinfeksi namun tidak menyadari dia juga menularkan ke orang-orang yang sehat.

Faktor inilah yang dinilai membuat wabah virus corona sangat sulit untuk hilang dari Indonesia, apa lagi dengan rasio kematian yang lumayan tinggi.

Simulasi yang dilakukan Sutanto dan timnya membagi kondisi masyarakat menjadi empat susceptible (rentan), infected (terinfeksi) quarantined (dikarantina) dan recovered (sembuh).

"Susceptible, yaitu orang yang sehat tapi rentan terinfeksi, ini sangat dipengaruhi oleh kontak yaitu Beta."

Kalau Beta ini besar, orang sering bertemu dan berkerumun maka Betanya juga akan besar pula, ada orang akan berpindah menjadi infected atau terinfeksi.

Orang yang terinfeksi akan bisa meninggal, namun ada juga yang sembuh sementara orang yang terinfeksi harus dikarantina total.

Besarnya angka karantina tergantung kemampuan negara dan masyarakat dalam mengisolasi diri.

Baca Juga: Tenaga Medis Negara Lain Banyak Terinfeksi Corona Saat Bertugas, Bagaimana di Singapura Hanya Sedikit Petugas Medis yang Terinfeksi??

Menurut Sutanto, penyelesaian pandemi ini tergantung kemampuan kecepatan karantina Alfa dan kecepatan penularan penularan beta,

Jika Alfa besar, artinya banyak orang terinfeksi masuk karantina total.

Setelah perawatan, orang yang sembuh bisa terinfeksi kembali namun dengan karantina masih bisa dihindari.

"Dari 267 juta jiwa jumlah orang yang terinfeksi di Indonesia bisa mencapai 6.600.000 orang, kemudian akan menurun dan kami hanya melakukan revisi sampai 10 Juni atau 100 hari sejak virus corona di temukan di Indonesia."

Sutanto menjelaskan jika kondisi ini dijalankan terus menerus, pada 10 Juni vius ini akan menurun tetapi belum hilang.

Percepatan karantina harus dilakukan untuk mengejar laju kontak dan penularan.

Semakin tinggi jumlah orang bertemu, atau kontak, maka nilai Beta akan semakin besar, sebaliknya jika semakin cepat dikarantina nilai Alfa akan semakin kecil.

Artikel Terkait