Penulis
Intisari-Online.com -Militer Rusia yang masih diam terkait gempuran rudal AS dan sekutunya di Suriah (14/4) bukannya tidak memiliki rudal-rudal canggih jarak jauh untuk merontokkan pesawat, kapal perang, dan bahkan satelit lawan.
Diam-diam Rusia telah menyiapkan rudal maut jarak jauh (2000 km) produksi terbaru, KH-47 M2 Kinzhal atau oleh militer NATO sering dinamai ‘Dagger’ untuk digunakan dalam peperangan yang didominasi oleh penggunaan rudal.
Tapi tampaknya Rusia di bawah pimpinan Presiden Vladimir Putin yang dikenal disiplin dan cermat tidak mau menggunakan rudal berpemandu satelit yang bisa diluncurkan dari jet tempur berkecepatan hipersonik MiG-31 BM itu secara sembarangan.
Rudal Kinzhal yang sudah lolos diuji coba dan siap dioperasikan dalam pertempuran itu bahkan baru akan dipamerkan kepada publik pada Parade Hari Kemenangan Rusia atas pasukan Nazi dalam Perang Dunia II di Lapangan Merah Moskow, 9 Mei 2018 mendatang.
Dalam parade itu direncanakan dua jet tempur MiG-31 akan terbang di atas barisan pasukan dan gelar persenjataan sambil membawa rudal Kinzhal.
MiG-31 sebenarnya merupakan pesawat tua bekas Perang Dingin.
Tapi setelah dimodifikasi, jet tempur yang dijagokan untuk misi tempur jarak jauh ini bisa terbang pada ketinggian 60 ribu kaki untuk meluncurkan rudal Kinzhal yang juga bisa dimuati hulu ledak nuklir.
Menurut Deputi Kementerian Pertahanan Rusia, Yuri Borisov sesuai dikutip oleh media Theaviationist.com, rudal Kinzhal bisa menghantam target diam dan target bergerak berukuran besar seperti kapal induk.
Secara fisik Kinzhal yang merupakan pengembangan dari rudal 9M723-IF itu memiliki panjang 3 meter dan bisa meluncur pada kecepatan Mach 4.
Rudal-rudal Kinzhal sebenarnya juga bisa dipasang pada jet-jet tempur siluman Su-57 Rusia yang kabarnya sudah nongkrong di pangkalan udara Suriah.
Oleh karena jika Rusia mau membalas serangan AS dan sekutunya di Suriah sebenarnya bukan merupakan hal sulit mengingat jet-jet tempur dan kapal perang Sekutu bisa dihantam dari jarak 2000 km.
Tapi rupanya Putin sendiri masih menunggu penyelidikan kasus serangan senjata kimia di Douma, Ghouta Timur, Suriah.
Pasalnya serangan senjata kimia di Suriah tidak hanya bisa dilakukan rezim Bashar al Assad tapi pasukan pemberontak Suriah, militan ISIS, bahkan oleh militer AS sendiri.
Siapa pelaku sesungguhnya pengguna senjata kimia di Douma hiungga saat ini memang masih diinvestigasi.
Jika pelakunya memang bukan Suriah (Bashar al Assad) tapi pihak lain yang sengaja ingin menciptakan kekacuan di Suriah, Rusia sebenarnya sudah meraih kemenangan perang tanpa bertempur.
Namun jika memang harus bertempur, militer Rusia juga sudah siap karena memiliki senjata-senjata maut yang siap digunakan.