Penulis
Intisari-online.com - Sejauh ini virus corona adalah misteri terbesar umat manusia yang belum terpecahkan, ilmuwan berlomba-lomba untuk memecahkan masalahnya.
Bahkan, virus ini juga belum diketahui dari mana asalnya, namun pasar hewan ekstreme di Wuhan di percaya sebagai pemicunya.
Namun, hal itu belum bisa diyakini sepenuhnya karena data yang disebutkan kurang kuat untuk menuduh pasar Wuhan sebagai pemicunya.
Kali ini, sebuah klaim aneh tentang sumber virus corona kembali dicetuskan oleh seorang astrobiologis bernama Chandra Wickramasinghe.
Menurut Daily Mail, pada Kamis (12/3/2020) ilmuwan tersebut mengatakan, bahwa meteor adalah penyebab virus corona, sementara angin yang menjadi mediapenyebarannya.
Menurut Profesor Chandra, dari Buckingham Center for Astrobiology menuduh bahwa meteor yang meledak di China pada Oktober silam melepaskan partikel virus.
Setelah berada di stratosfer atas, virus jatuh ke bumi dan terperangkap dalam arus udara stratosfer yang mengelilingi bumi.
Dari situlah virus menyebar sepanjang pita global antara 40-60 derajat lintang utara, dengan kasus utama muncul di negeri tirai bambu.
Dia juga menjelaskan bahwa virus tersebut juga ditransmisikan ke manusia dari hewan.
"Wabah tiba-tiba muncul sangat mungkin memiliki koneksi ruang," katanya kepada Daily Express pada Februari lalu.
Ahli astrobiologi tersebut adalah pendukung panspermia, teori bahwa ada kehidupan melintasi alam semesta, termasuk partikel yang dibawa meteor, komet dan debu dari ruang angkasa.
Batu luar angkasa yang dilaporkan bersinar sangat terang itu membuat langit malam terlihat sangat terang, diperkirakan hancur di atmosfer.
"Kami mempertimbangkan kemungkinan yang tampak, bahwa ratusan triliun partikel virus infeksi dilepaskan dalam debu kabon halus," tambahnya.
Untuk mendukung teori ini, dia menyoroti aspek bahwa wabah Covid-19 terjadi di wilayah yang sama di mana bola api tersebut terlihat.
Dia menambahkan, bahwa meteor berisi tertanam di dalamnya, monokultur partikel virus invektif 2019-nCoV yang bertahan di bagian dalam meteor pijar.
Meski demikian, klaim yang dibuat oleh Profesor Chandra Wickramasinghe ditolak oleh komunitas ilmuah.
"Bukti paling meyakinkan bahwa SARS-CoV-2 tidak berasal dari meteorit, adalah bahwa sangat erat kaitannya dengan virus corona lain yang diketahui," ujar Dominis Sparkes, dari Univesity of London.
"Ini terkait dengan virus SARS yang mewabah tahun 2000-an dan virus MERS yang masih muncul hingga saat ini," jelasnya.
SARS ditemukan dari kelelawar yang memindahkan virus ke musang lalu ke manusia, sementara MERS dari unta ke manusia.
"Jadi lebih baik berasumsi bahwa virus corona terkait erat ditularkan oleh makhluk semacam, kelelawar atau sejenisnya," sambungnya.
Namun, Profesor Chandra bersikeras bahwa argumen soal kekelawar dipertanyakan, dan perlu dianalisis ulang, sebelumnya para ahli menyebut virus ini dibawa melalui udara.
Sementara Pusat Pengendalian Penyakit AS menyebut Covid-19 hanya bisa bertahan selama 72 jam di permukaan dan jarak enam kaki adalah jangkauan paling aman menghindari dari virus ini.