Penulis
Intisari-Online.com – Permainan satu ini memang paling banyak memiliki nama.
Sekarang kita biasa menyebutnya kelereng, yang dalam bahasa ibu masing-masing memiliki banyak nama pula. '
Misalnya, gundu (Betawi), neker (Jawa), kaled (Sunda), ekar (Palembang), atau guli (Medan).
Karena bermacam-macam, nama asli kelereng sendiri tidak jelas. Kalau mau dirunut, sejak abad ke-12, orang Prancis sudah menyebutnya bille, yang berarti bola kecil.
Baca juga: Ingat 5 Permainan Masa Kecil Ini? Kebahagiaan Nostalgia Ini Memang Tidak Ada Matinya
Baca juga: 3 Fakta Unik Dari Permainan Kelereng, Salah Satunya Harga Kelereng yang Capai Rp54 Juta per Butirnya
Sinyo-sinyo Belanda mengistilahkan knikkers. Ternyata bukan hanya anak-anak Jawa inlander yang kemudian menyerapnya menjadi "neker". Istilah itu digunakan juga di New York pada abad ke-19.
Istilah marbles sendiri bam dipakai di Inggris sejak 1694 kala diperkenalkan batu kelereng dari marmer (disebut marble) yang didatangkan dari Jerman.
Sebelumnya, anak-anak Inggris menyebutnya bowls atau knickers. Istilah ini yang akhimya mengintemasional.
Kelereng populer di Inggris dan negara Eropa lain sejak abad ke-16 hingga 19. Setelah itu baru menyebar ke Amerika. Bahan pembuatnya adalah tanah liat dan diproduksi besar-besaran.
Tapi ukurannya tidak selalu sama. Ada yang seukuran kelereng yang biasa kita lihat saat ini, sampai ada yang sebesar buah duku.
Dari banyak jenis permainan saat itu, yang benar-benar meluas hanya sembilan permainan, seperti hit and archboard, cherry pit, ringtaw, dan bridgeboard.
Namanya boleh asing, tapi peraturan permainanya tak berbeda jauh dari yang dimainkan anak-anak di negeri kita.
Seperti berusaha memukul kelereng taruhan di dalam lingkaran atau saling memukul kelereng lawan.
Ketika dimainkan pada peradaban Mesir kuno, tahun 3000 SM, kelereng terbuat dari batu atau tanah liat.
Kelereng tertua koleksi The British Museum di London berasal dari tahun 2000 - 1700 SM, ditemukan di Kreta di situs Minoan of Petsofa.
Baca juga: Permainan Tradisional Ini pun Bisa Kemasukan Roh bahkan Perlu Sesaji untuk Memainkannya!
Peninggalan kelereng pada masa Indian di Amerika Utara juga terbanyak dibuat dari tanah liat. Bukti-bukti itu menjelaskan bahwa usia permainan ini sudah setua peradaban manusia.
Pada masa Romawi permainan gundu ini juga mulai dimainkan secara luas. Bahkan menjadi salah satu bagian dari festival Saturnalia, yang diadakan menjelang Hari Natal.
Saat itu semua orang saling memberikan sekantung biji-bijian yang berfungsi sebagai kelereng, sebagai tanda persahabatan.
Salah satu penggemar kelereng adalah Octavian, yang kelak menjadi Kaisar Agustus. Saat itu permainan ini sudah mempunyai aturan-aturan "resmi".
Seperti permainan-permainan Romawi lain, peraturan yang berlaku saat itu menjadi dasar permainan sekarang.
Teknologi pembuatan kelereng kaca ditemukan pada 1864 di Jerman. Kelereng yang semula satu warna, menjadi berwarna-warni mirip kembang gula.
Sampai-sampai benda ini kadang harus dijauhkan dari anak kecil karena takut tertelan.
Teknologi ini segera menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika. Namun, akibat Perang Dunia II, pengiriman mesin pembuat kelereng itu sempat terhenti dan masing-masing negara malah mengembangkannya sendiri.
Meski teriihat indah, kelereng kaca bukan tergolong barang mahal. Kelereng yang terbuat dari manner, disebut alley, tetap yang terbaik.
Konon, kelereng jenis ini juga lebih akurat jika ditembakkan saat bermain. Namun, untuk taruhan dalam permainan, biasanya tetap digunakan kelereng murah, seperti dari keramik atau kaca.
Pada zaman modem, banyak bahan baku yang digunakan sebagai pembuat kelereng seperti kayu, plastik, keramik, atau baja.
Untuk dikoleksi, bahkan ada yang membuatnya dari batu onyx atau akik. Tapi semahal apa pun, untuk memainkannya tetap saja disentil dengan jari tangan. (Dari pelbagai sumber/Tj – Intisari Desember 2004)
Baca juga: 1000 Kelereng untuk 1000 Hari Sabtu