Warga Mulai Borong Barang Belanjaan Setelah ada 2 WNI Positif Virus Corona, Psikolog Ungkap Kebiasaan Manusia Suka Panik Massal Sampai Menjarah Toko

May N

Penulis

Panic buying yang dialami warga Indonesia setelah ada 2 WNI positif virus corona, ini penyebab manusia suka 'latah'

Intisari-online.com -Berita mengenai dua WNI yang positif virus corona langsung membuat panik warga Indonesia lainnya.

Apalagi mereka yang tinggal di Jakarta dan Depok.

Sebab, kedua pasien tersebut sekarang dirawat di RS Sulianti Saroso di Jakarta dan mereka berdomosili di Depok.

Pasca berita ini, ada beberapa hal yang dilakukan masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Gejala HIV pada Pria, Salah Satunya Sakit Tenggorokan Hingga Kelelahan, Jangan Diabaikan Karena Bisa Fatal!

Pertama, mereka membeli masker dan hand sanitizer.

Kedua, memborong stok makanan di supermarket.

Alasannya karena mereka takut kehabisan. Jika pun harganya akan mahal.

Seperti yang terjadi pada kelangkaan dan mahalnya harga masker dan hand sanitizer.

Baca Juga: Waspadai Gejala Usus Buntu pada Anak, Selain Kehilangan Selera Makan, Juga Sering Mual dan Muntah

Panic buying membuat masyarakat memborong barang belanjaan baik di pusat perbelanjaan, toko ritel, hingga ke pasar.

Panic buying juga terjadi di negara lain yang telah terinfeksi virus Corona lebih dahulu daripada Indonesia.

Apa penyebab hal seperti ini terjadi?

Seorang psikolog di klinik Hong Kong, Dr Cindy Chan menjelaskan jika 'latah' ini adalah tindakan yang terkait dengan psikologi manusia.

Baca Juga: Dengan ada Dua WNI Positif Corona, Apakah Covid-19 Ditanggung BPJS Kesehatan?

Ini semua berkaitan dengan cara manusia mencoba mengontrol hal di sekitar mereka.

Banyak sekali faktor tidak pasti terkait merebaknya Covid-19: peningkatan jumlah kematian, keharusan bekerja dari rumah, dan sekolah diliburkan.

Faktor-faktor tersebut menyebabkan manusia takut mereka tidak memiliki kontrol atas hidup mereka sendiri.

"Manusia merasa perlu memiliki kontrol, jadi mereka keluar dan membeli banyak barang: nasi, tisu toilet, dan merasa mereka sudah melakukan hal terbaik untuk diri mereka, yaitu mengontrol kebutuhan. Itu adalah sebuah fenomena pemikiran kelompok, mentalitas kawanan," jelasnya.

Baca Juga: Tak ada Angin Tak ada Hujan, Korea Utara Luncurkan Dua Roket Sampai Buat Korea Selatan Gelagapan Meski Mendarat di Perairan ini, Tetapi Segera Lakukan Hal ini

Dari pandangan ilmu saraf, saat manusia menghadapi ancaman, untuk kali ini, Covid-19, bagian otak bernama amygdala yang memproses rasa takut dan emosi, bekerja secara berlebihan.

Aktivasi berlebihan amygdala dengan sementara mematikan pemikiran rasional kita.

"Kita tidak bisa berpikir logis, dan mudah dipengaruhi oleh pemikiran kelompok, tindakan kita juga semakin irasional," ujar Chan.

Sementara itu Dr Sara Houshmand, psikolog konselor di Pusat Kesehatan Hong Kong, mengatakan jika dalam kondisi ekstrim, perilaku perlindungan diri ini seringnya menyugesti tindakan antisipasi berlebihan.

Baca Juga: Ini Manfaat Buah Mangga Mentah, Salah Satunya Mengobati Gangguan Pencernaan Termasuk Sembelit

Pembelian latah dan panik juga memperkuat penilaian tidak akurat, meskipun hal tersebut memberi sensasi lega dan pengambil alihan kontrol, bertindak atas perilaku gelisah seringnya perkuat keyakinan jika saat itu kita sedang dalam bahaya.

Houshmand menyebut, "sebagian besar yang terlibat dalam perilaku ini sepakat jika tisu toilet tidak memiliki imunitas terkait virus corona. Sehingga seiring berjalannya waktu, perilaku perlindungan diri ini justru membuat orang semakin stress dan gelisah yang akan mengganggu psikologi masing-masing orang."

Professor Psikologi di Universitas Hong Kong, Dr Christian Chan, menyebut jika tingginya level kegelisahan di gelombang kepanikan dan latahnya para warga tunjukkan kurangnya kepercayaan dengan pemerintah.

"Pertanyaannya adalah dari mana sumber info itu, siapa yang kamu percaya, dan hal itu yang sering kita lihat dengan orang-orang panik akan hoax.

Baca Juga: Mulai Menyebar ke Seluruh Dunia, Xi Jinping Lakukan ini Demi Bertanggung Jawab Atas Merebaknya Virus Corona

"Dalam sejarah, kepercayaan rakyat dengan pemerintah sudah tercatat rendah, orang-orang percaya pada mereka yang memberi mereka masker wajah baik itu seorang radikal maupun hanya seorang reporter. Pemerintah perlu meraih kembali kepercayaan orang-orang sehingga saat mereka bilang tidak ada lagi stok tisu toilet dan beras, orang dapat percaya."

Bahkan, ujaran dan nasihat "jangan panik" lebih buruk dari semua nasihat, menurut John Drury, Professor Psikologi Sosial di Universitas Sussex, Inggris.

Anjuran itu berdasarkan ketidakpercayaan pemerintah dengan "massa" yang berpotensi menjadi irasional.

Massa kemudian tidak percaya dengan pemerintah dan beranggapan jika pemerintah menyembunyikan sesuatu dari publik.

Baca Juga: Diumumkan Positif Corona, Kedua Pasien Justru Baru Tahu dari Pengumuman Jokowi, Sementara Dokternya Bilang Begini

Drury menyebut salah satu caranya adalah membuat warga berpikir peran mereka dalam komunitas mereka.

"Saat orang-orang berpikir tentang peran mereka di kehidupan sosial, mereka akan kooperatif, tidak latah dan panik dan mau berbagi suplai dengan orang asing yang juga membutuhkan."

Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul Misteri Mengapa Saat Ada Wabah Penyakit Corona dan Kerusuhan Masyarakat Selalu Panik dan Menjarah Toko Akhirnya Terpecahkan, Ini Penjelasan Psikolog\

Artikel Terkait