Find Us On Social Media :

Pertikaian Arab–Israel: Lahirnya Negara Israel dan Terjadinya Perang Arab-Israel

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 12 April 2018 | 06:00 WIB

Intisari-Online.com – Pengalaman pahit bangsa Yahudi selama perang, di mana diperkirakan 5 juta orang Yahudi telah tewas dibunuh  oleh Nazi Jerman, makin menebalkan tekad bangsa Yahudi untuk mewujudkan cita-cita Zionis mereka.

Terjadilah kemudian imigrasi secara besar-besaran ke Palestina, baik secara legaal maupun secara illegaal.

Kedudukan Inggris serba sulit, dari pihak Yahudi ia dimusuhi, karena Inggris membatasi imigrasi, sedang dari pihak Arab, Inggrispun dibenci pula karena dituduh main mata dengan pihak Yahudi, dengan mengalirnya imigran-imigran gelap tersebut.

Sementara itu sehabis perang organisasi-organisasi gerilya Yahudi makin bertambah kuat dan bertindak makin nekad. Bukan saja penduduk Arab saja yang menjadi sasaran teror mereka, tetapi pihak Inggrispun jadi sasaran pula.

BACA JUGA:Perang Arab-Israel, Perang Berkepanjangan yang Tak akan Berhenti Sebelum Warga Palestina Merdeka

Situasi di Palestina yang makin mencemaskan itu, akhirnya menyadarkan negara-negara Arab, perlunya mereka bersatu dalam satu front “Liga Arab".

Pada tanggal 28 Mei 1946, negara-negara Arab tersebut mengikrarkan suatu sikap bersama, bahwa masalah Palestina, sekarang bukan lagi masalah orang Arab Palestina saja, tetapi kini telah menjadi masalah bagi seluruh bangsa Arab.

Mereka bertekad akan menjaga dan mempertahankan ke Araban Palestina, dan berseru kepada Inggris agar menepati janji White Papernya. Berbagai macam konsep kompromis telah diajukan Inggris untuk mempertemukan pendirian pihak Arab dan Yahudi, tetapi sia-sia saja.

Inggris akhirnya merasa tak mampu lagi, lalu menyerahkan persoalan Palestina kepada PBB.

PBB kemudian memutuskan untuk membentuk Komisi Istimewa PBB, beranggautakan 10 negara netral yang bertugas untuk merumuskan suatu penyelesaian politik bagi Palestina.

Rumusan mayoritas anggauta Komisi menghendaki agar dibentuk dua negara yang terpisah di Palestina, negara Arab dan negara Yahudi, sedang kota Yerusalem dinyatakan sebagai kota Internasional di bawah PBB.

Sedang minoritas anggauta Komisi (India, Iran, Yugoslavia) menghendaki dibentuknya dua negara berperintahan  sendiri-sendiri, tetapi tergabung dalam suatu federasi central di bawah satu presiden, satu UUD dan satu kebangsaan.

Negara-negara Arab cenderung untuk menerima rencana yang kedua ini, sedang pihak Yahudi setuju pada rencana yang pertama. Tetapi dalam sidang PBB Nopember 1947, ternyata rencana pertama itulah yang diterima oleh sidang, jadi Palestina diputuskan dibagi menjadi dua negara, negara Arab dan negara Yahudi yang terpisah.