Penulis
Intisari-Online.com - Seorang bayi seharusnya jarang sakit karena masih ditopang imunitas tinggi sewaktu dikandung atau menyusu ibunya.
Penyakit sehari-hari seperti flu (yang ditandai panas, batuk, pilek), penyakit virus lain, atau bahkan infeksi kuman dapat ditolaknya.
Sejak lama fakta ini telah disadari.
Namun nyatanya, banyak anak dan bayi menjadi pelanggan dokter setiap 2 - 3 minggu karena penyakit yang sama, seperti demam, batuk, dan pilek. Sampai orangtuanya tidak tahu harus bagaimana lagi.
(Baca juga:Wahai para Orangtua, Ingatlah Selalu Bahwa Bayi Tak Wajib Pakai Bedak dan Minyak!)
(Baca juga:Unik, Wanita Ini Cari Tahu Reaksi Para Orangtua di Pasar Jodoh Bagi Anak Mereka yang Belum Menikah)
Pencetus penyakit pada anak memang sulit ditentukan karena dapat bermacam-macam, misalnya lingkungan kurang sehat, polusi tinggi, dan ada perokok di rumah.
Penggunaan penyejuk udara (AC) di malam hari bisa menimbulkan alergi suhu dingin, membuat hidung anak mampet sehingga ia harus bernapas lewat mulut.
Kipas angin dipasang di kamar tidur yang lalu meniup debu ke segala penjuru kamar.
Belum lagi penularan virus di sekolah dan tempat-tempat ramai seperti mal. Juga perawat yang sedang batuk dan pilek.
Tak langka pula kejadian sakit gara-gara mengonsumsi makanan ringan tidak sehat yang membuat tenggorokan tergelitik.
Batuk dan pilek beserta demam yang terjadi sekali-kali dalam 6 - 12 bulan sebenarnya masih dinilai wajar.
Tetapi, observasi menunjukkan bahwa kunjungan ke dokter bisa terjadi setiap 2 - 3 minggu selama bertahun-tahun.
Bila ini yang terjadi, maka ada dua kemungkinan kesalahkaprahan dalam penanganannya.
Pertama, pengobatan yang diberikan selalu mengandung antibiotik. Padahal 95% serangan batuk dan pilek dengan atau tanpa demam disebabkan oleh virus, dan antibiotik tidak dapat membunuh virus.
Selain mubazir, pemberian antibiotik kadang-kadang justru menimbulkan efek sampingan berbahaya.
(Baca juga:Penting untuk (Calon) Orangtua! Inilah Usia Terbaik Seorang Ibu untuk Memiliki Anak!)
Kalau dikatakan akan mempercepat penyembuhan pun tidak, karena penyakit virus memang bakal sembuh dalam beberapa hari, dengan atau tanpa antibiotik.
Hal ini telah dibuktikan dengan studi terkontrol berulang kali sejak ditemukannya antibiotik di tahun 1950 - 1960-an. Hasilnya selalu sama sehingga tidak perlu diragukan lagi kebenarannya.
Di lain pihak, antibiotik malah membunuh kuman baik dalam tubuh yang berfungsi menjaga keseimbangan dan menghindarkan kuman jahat menyerang tubuh.
Ia juga mengurangi imunitas si anak sehingga daya tahannya menurun. Akibatnya, anak jatuh sakit setiap 2 - 3 minggu dan perlu berobat lagi.
Orang tuanya lalu langsung membeli antibiotik di apotek atau pasar hanya karena setiap kali ke dokter mereka diberi obat tersebut.
Lingkaran setan ini: sakit - antibiotik - imunitas menurun - sakit lagi, akan membuat si anak diganggu panas, batuk, dan pilek sepanjang tahun, selama bertahun-tahun.
Komplikasi juga sering akan terjadi yang akhirnya membawa anak itu ke kamar perawatan di rumah sakit.
Pengalaman menunjukkan, bila antibiotik dicoret dari resep (sementara obat batuk dan pilek yang adekuat diberikan), setelah 1 - 3 bulan, si anak tidak akan gampang terserang penyakit flu lagi.
Pertumbuhan badannya pun menjadi lebih baik.
Salah kaprah kedua ialah gejala batuk dan pilek yang tidak diobati secara benar, artinya siasat pengobatan perlu diubah.
Ini lantaran obat jadi yang dijual di apotek tidak selalu dapat mengatasi masalah setiap penderita. Bahkan, sering terjadi batuk dan pilek malah menjadi lebih parah dan berkepanjangan.
Suatu perubahan yang mendasar dan individual dalam resep, perlu dilakukan untuk memutus lingkaran setan panas, batuk, dan pilek ini.
Yang utama ialah menghentikan antibiotik, tidak memberikan kortikosteroid secara terus-menerus, menghentikan pemberian obat penekan batuk dan menggantinya dengan bronkodilator, serta memberikan campuran obat pilek yang baru.
Efedrindosis kecil - dicampur dengan antihistamin yang efektif - merupakan obat pilek terbaik. Sementara, semua obat yang ternyata tidak terbukti efektif perlu dihentikan.
Terakhir, yang tidak kalah penting, carilah faktor pencetus yang dicantumkan di awal tulisan ini. Bila ditemukan, hindarilah.
Semoga anak Anda tidak perlu lagi begitu sering berobat karena flu!
Selamat mencoba! (K. Tatik Wardayati)
(Baca juga:(Foto) Tanpa Disadari, Begini Cara Disney 'Membunuh' Orangtua Para Tokohnya secara Tragis!)