Penulis
Intisari-Online.com - The Great Pacific Garbage Patch adalah sebutan untuk sebuah lokasi di tengah antara Hawaii dan California di mana terdapat jumlah plastik sampah yang mengambang.
Sekarang, menurut sebuah studi yang diterbitkan pada Kamis (22/03/2018), jumlahnya telah berkembang menjadi lebih dari 600.000 mil persegi.
Jumlah itu sama dengan dua kali ukuran Texas.
Laurent Lebreton dari Ocean Cleanup Foundation, yang juga penulis utama studi, mengatakan bahwa arus angin dan konvergen laut menjadi salah satu penyebab banyaknya sampah ke lokasi tersebut.
(Baca juga:Lima Negara ini Paling Banyak Membuang Sampah di Lautan)
(Baca juga:Duh, Kawasan Hutan Bakau Ecomarine Tourism Mangrove di Muara Angke Jadi Lautan Sampah)
The Great Pacific Garbage Patch pertama kali ditemukan pada awal 1990-an.
Lebreton mengatakan, sampah di sana berasal dari negara-negara di sekitar Lingkar Pasifik, termasuk negara-negara di Asia serta Amerika Utara dan Selatan.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature Scientific Reports ini menjelaskan bahwa sampah-sampah di sana bukanlah massa plastik yang solid.
Namun ia mencakup beberapa 1,8 triliun keping plastik dan berat 88.000 ton, setara dengan 500 jumbo jet.
“Kami terkejut dengan jumlah benda-benda plastik besar yang kami temui," kata Julia Reisser, salah satu peneliti dilansir dari usatoday.com.
"Kami dulu berpikir sebagian besar puing-puing terdiri dari potongan-potongan kecil, tetapi analisis baru ini melihat berbagai jenis sampah lain pada lingkup puing-puing.”
Kabar buruk lainnya, The Great Pacific Garbage Patch bukanlah satu-satunya lokasi sampah yang ada di Bumi kita tercinta ini.
Lebreton menjelaskan bahwa The Great Pacific Garbage Patch adalah yang terbesar dari lima lokasi sampah yang di laut yang sudah diketahui.
Menurutnya, jika tidak ada pemerintah yang bergerak untuk membersihkan sampah di lautan di dunia, yang berada di perairan internasional, maka kelompok-kelompok seperti Ocean Cleanup Foundation berkeinginan untuk memimpin pada menyingkirkan sampah.
"Ini adalah bom waktu," kata Joost Dubois, juru bicara yayasan.
“Kita harus ‘menyingkirkannya’ sebelum dia ‘meledak.”
“Jika tidak, hal itu akan berbahaya bagi kehidupan laut dan juga bagi kita yang tinggal di darat,” tutupnya.
(Baca juga:Beginilah Akhir Kisah Menyedihkan Wanita Tua yang Tinggal Bersama Sampah, Tanpa Makanan dan Air)