Kerajaan Catur yang Tak Pernah Mati, Meski Sang Raja Terus Saja Membisu

Ade Sulaeman

Penulis

Kerajaan mana yang teritorinya tak pernah berkurang, meski diinvasi musuh berkali-kali? Jangan cari jawabannya di buku sejarah.

Intisari-Online.com – Kerajaan mana yang teritorinya tak pernah berkurang, meski diinvasi musuh berkali-kali?

Jangan cari jawabannya di buku sejarah. Kerajaan itu persisnya bernama Kerajaan Catur; mungkin saat ini sedang Anda pelototi di atas meja.

Kalau bisa ngomong, sang raja yang dibantu satu perdana menteri, dua gajah, dua kuda, dua benteng, dan delapan pion itu pasti akan berteriak, "Akulah. satu-satunya raja yang ribuan kali bangkit dari kematian."

Kapan dan di mana persisnya catur bermula, para sejarawan masih bersilang sengketa. Ada yang percaya, nenek moyang olahraga otak ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Mesopotamia, sekitar abad- ke-6 SM.

(Baca juga: 'Partikel Tuhan', Penemuan Gila yang Menurut Stephen Hawking Bisa Memicu Kiamat)

Versi lain, berdasarkan terhuan arkeologi, menyimpulkan catur sudah dimainkan orang India, Cina, atau Persia Kuno sejak sekitar abad ke-5 M.

Dari pusat-pusat kebudayaan tertua Asia, catur lantas menyebar ke Afrika dan Eropa. Menurut Columbia Encyclopedia, para peneliti yakin catur mulai berkembang di Eropa sejak awal abad ke-12. Buktinya, para sejarawan menemukan fosil bidak terbuat dari gading di Skotlandia dan selatan Italia.

Baru-baru ini, bidak sejenis ditemukan oleh sebuah tim ekspedisi dari Universitas Anglia, Inggris di areal bekas Kerajaan Byzantine (kini Albania Selatan). Temuan tadi diperkirakan berasal dari abad ke-6 atau ke-7.

Prof. Richard Hodges yang memimpin ekspedisi menyatakan, penggalian di kota kuno Butrint itu membuktikan, catur telah dimainkan di pusat Mediterania 500 tahun lebih awal.

Lepas dari kontroversi hari kelahirannya, teknik dan aturan permainan catur sendiri terus berkembang. Baru sekitar abad ke- 1 8, aturannya mulai mendekati bentuk sekarang.

Salah satu aturannya, memberi angka khusus buat pemain yang sukses memenangkan turnamen tertentu. Angka yang di kemudian hari dinamai rating ini menentukan kelas seorang pemain catur.

Beberapa nama beken yang turut berjasa mengembangkan teori permainan catur modern di antaranya Francois Philidor (Prancis, juara dunia 1747 - 1795), Alexandre Deschappelles (Prancis, 1815 - 1820), Louis de la Bourdonnais (Prancis, 1820 -1840), Howard Staunton (Inggris, 1843 - 1851), Adolph Anderssen (Jerman, 1851 - 1858 dan 1862 - 1866), Paul C. Murphy (AS, 1858 -1862), Wilhelm Steinitz (Austria, 1866 -1894), Emanuel Lasker (Jerman, 1894 - 1921) dan Jose R. Capablanca (Kuba, 1921 -1927), Alexander A. Alekhine (Prancis, 1927 - 1935 dan 1937 - 1946), serta Mikhail M. Botvinnik (Uni Soviet, 1948 - 1957, 1958 -1960 dan 1961 - 1963).

Pada Kejuaraan Dunia 1972 di Reykjavik, Islandia, pertarungan antara si jenius Bobby Fischer (AS) dan Boris Spassky (Uni Soviet) sempat mendapat liputan maha luas dari media massa dunia.

(Baca juga: Realita Bekerja di Kapal Pesiar: Saat Beban Kerja Tidak Semanis Gajinya!)

Fischer akhirnya meraih titel juara dunia dalam pertandingan melambangkan "perang dingin" AS - Uni Soviet itu. Namun, ia menanggalkan gelarnya tahun 1974 tanpa bertanding sama sekali.

Sejak itu, pertarungan para jenius catur selalu mendapat perhatian dunia. Siapa tak kenal si flamboyan Gary Kasparov yang permainannya dianggap mirip Fischer. Atau, Anatoly Karpov yang dingin bak gunung es, Viswanathan Anand sang pemikir cepat dari India, hingga Vladimir Kramnik yang mulai membayang-bayangi ketenaran Kasparov.

Munculnya komputer-komputer catur, seperti Deep Blue yang pernah mengalahkan Gary Kasparov ikut mendongkrak popularitas olahraga otak ini.

Di Indonesia, catur mulanya hanya dimainkan orang-orang Belanda. Tahun 1951 mereka mendirikan Nederlandsch Indische Schaakbond (NISB) di Yogyakarta. Orang Indonesia sendiri masih banyak yang enggan memainkan permainan "orang bule" ini.

Baru sejak 1938 sampai pecahnya perang Dunia II, geliat penggemar catur mulai kelihatan. Sayang, di masa penjajahan Jepang, aktivitas berbau catur nyaris terhenti sama sekali.

Menjelang berakhimya perang kemerdekaan, berbagai turnamen mulai digelar lagi. Atas prakarsa beberapa tokoh catur di masa itu, berdirilah Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi), persis tanggal 17 Agustus 1950 di Yogyakarta.

Berkat organisasi seperti Percasi (nasional) dan FIDE (internasional), catur yang mulanya hanya dimainkan kalangan istana, berkembang menjadi olahraga rakyat.

Sayang, raja catur ditakdirkan tetap bisu. (icul – Intisari April 2003)

(Baca juga: Minum Air Kunyit Hangat Seminggu Tiap Pagi Saat Perut Kosong, Inilah 10 Hal yang akan Anda Rasakan!)

Artikel Terkait