Penulis
Intisari-Online.com -Sepekan kasus mengenai klaim China atas Natuna semakin memanas.
Kabar terbaru NKRI telah meluncurkan pasukan untuk menjaga kepulauan itu, jika China masih ngotot dengan klaimnya.
Indonesia secara tegas menolak klaim China atas perairan tersebut yang didasarkan atas historic rights dan nine dash line.
Sebenarnya, tak cuma Indonesia yang berselisih dengan China di Laut China Selatan.
Beijing juga bersengketa dengan negara-negara tetangga Indonesia yakni Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Filipina, dan Vietnam.
Buntut insiden masuknya kapal nelayan asing yang dikawal coast guard China, Indonesia meningkatkan intensitas patroli di Natuna dengan penambahan personil dan kapal perang atau KRI dari TNI AL.
Dengan kondisi Natuna yang tegang, sebenarnya berapa kekuatan militer berdasarkan anggaran kedua negara?
Dikutip Kompas.com dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), sebuah lembaga riset kekuatan militer dunia yang berpusat di Swedia, China memiliki alokasi anggaran militer yang terbilang sangat besar.
Pada tahun 2018, anggaran belanja militer Beijing mencapai 250 miliar dollar AS atau setara dengan 3.485 triliun (kurs Rp 13.940).
Sebagai salah satu negara adidaya, wajar jika pos belanja militer China sangat besar.
Anggaran pertahanan China hanya kalah oleh Amerika Serikat yang dicatat SIPRI nilainya mencapai 648 miliar dollar AS.
Sementara Indonesia, anggaran pos pertahanan pada periode tahun yang sama di 2018, nilainya 7,44 miliar dollar AS atau setara Rp 104,12 triliun.
Artinya, meski dibandingkan dengan total APBN Indonesia di 2018 sebesar 2.220 triliun, angkanya masih lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran China untuk kebutuhan militernya.
Nilai anggaran militer yang dirilis SIPRI sendiri berasal dari sumber yang terbuka dari masing-masing negara.
Artinya, belanja militer setiap negara kemungkinan bisa saja jauh lebih tinggi mengingat kerahasiaan pertahanan negara.
Sementara jika mengutip anggaran militer Indonesia sebagaimana yang dirilis Kementerian Keuangan, pos belanja Kementerian Pertahanan di 2018 tercatat sebesar Rp 107 triliun.
Selanjutnya, sebagai perbandingan, pada tahun 2019 anggaran Kementerian Pertahanan naik tipis menjadi Rp 108 triliun, dan di 2020 dianggarkan 127 triliun.
Selain itu, anggaran militer Indonesia juga sebagian besar tersedot pada belanja matra darat, sementara dalam kaitannya dengan sengketa Natuna, TNI AL jauh lebih berperan aktif.
Sebagai informasi, dalam sengketa Natuna, dasar yang dipakai Negeri Tirai Bambu mengklaim perairan Natuna yang masuk wilayah Laut China Selatan adalah sembilan garis putus-putus atau nine dash line.
Nine dash line merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Dasar klaim wilayah China atas hampir seluruh perairan Laut China Selatan sebenarnya sudah dipatahkan putusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2016 silam.
Mahkamah Arbitrase Internasional atau Permanent Court of Arbitration (PCA) menyatakan, hak-hak historis Tiongkok di Laut China Selatan sebelumnya yang diklaim China telah terhapus jika hal itu tidak sesuai dengan ZEE yang ditetapkan berdasarkan perjanjian PBB.
Putusan itu dibuat menanggapi pengajuan keberatan Pemerintah Filipina tahun 2013.
Filipina keberatan atas klaim dan aktivitas Tiongkok di Laut China Selatan.
Muhammad Idris
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Adu Kekuatan Indonesia Vs China dari Belanja Militer"