Kisah Pilu Bung Karno di Akhir Kekuasaan, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak, Pelayan: 'Nasinya Tidak Ada'

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Pada suatu pagi di Istana Merdeka, Soekarno minta sarapan roti bakar seperti biasanya. Langsung dijawab oleh pelayan, “Tidak ada roti.”

Intisari-online.com -Ini sebuah kisah tragis mantan Presiden Soekarno di masa akhir kepemimpinannya.

Kisah ini dicuplik dari buku berjudul "Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno"terbitan Penerbit Buku Kompas 2014dan ditulis olehAsvi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F. Isnaeni, M.F. Mukti.

Pada suatu pagi di Istana Merdeka, Soekarno minta sarapan roti bakar seperti biasanya.

Langsung dijawab oleh pelayan, “Tidak ada roti.”

Soekarno menyahut, “Kalau tidak ada roti, saya minta pisang."

Baca Juga: Mengaku Belum Punya Pacar ke Panglima TNI Hadi Tjajanto, Prajurit Ini Justru Beri Jawaban Mengejutkan Saat Ditanya Alasan Jadi Marinir: Siap, Karena Sangar

Dijawab, “Itu pun tidak ada.” Karena lapar, Soekarno meminta, “Nasi dengan kecap saja saya mau.”

Lagi-lagi pelayan menjawab, “Nasinya tidak ada.” Akhirnya, Soekarno berangkat ke Bogor untuk mendapatkan sarapan di sana.

Maulwi Saelan, mantan ajudan dan kepala protokol pengamanan presiden juga menceritakan penjelasan Soekarno bahwa dia tidak ingin melawan kesewenang-wenangan terhadap dirinya.

Baca Juga: Seorang Wanita Nekat Buang Air Besar di Pinggir Jalan Gegara Terjebak Macet, Begini Kronologi Selengkapnya

“Biarlah aku yang hancur asal bangsaku tetap bersatu,” kata Bung Karno.

Di saat lain, setelah menjemput dan mengantar Mayjen Soeharto berbicara empat mata dengan Presiden Soekarno di Istana.

Maulwi mendengar kalimat atasannya itu, ”Saelan, biarlah nanti sejarah yang mencatat, Soekarno apa Soeharto yang benar.”

Maulwi Saelan tidak pernah paham maksud sebenarnya kalimat itu.

Baca Juga: Dari Gambar Berikut Ini Tebak Mana Wanita yang Paling Tua, Jawaban Anda Akan Mengungkapkan Banyak Hal Tentang Kepribadian Anda

Ketika kekuasaan beralih, Maulwi Saelan ditangkap dan berkeliling dari penjara ke penjara.

Dari Rumah Tahanan Militer Budi Utomo ke Penjara Salemba, pindah ke Lembaga Pemasyarakatan Nirbaya di Jakarta Timur.

Sampai suatu siang di tahun 1972, alias lima tahun setelah ditangkap, dia diperintah untuk keluar dari sel.

Baca Juga: Habiskan Rp 3,5 Juta Sekali Suntik , Wanita Ini Sudah Suntik ke-17 karena Ingin Punya Bibir Terbesar di Dunia: 'Aku Terlihat Lebih Cantik'

Ternyata itu hari pembebasannya. Tanpa pengadilan, tanpa sidang, namun dia harus mencari surat keterangan dari Polisi Militer agar tidak dicap PKI.

“Sudah, begitu saja,” kenangnya.

(Yoyok Prima Maulana)

Baca Juga :Diperingatkan 'Ribuan Kali', Mengapa Bung Karno Tetap Nekat Nikahi Naoko Nemoto?

Artikel Terkait