Penulis
Intisari-online.com -Selama 2019 terjadi banyak kasus seksualisme di Indonesia, khususnya di Jawa Barat.
Pertama, pertengahan bulan November lalu heboh kasus teror pelemparan sperma yang meresahkan kalangan perempuan di kota Tasikmalaya.
Penyimpangan seksual ini disebut dengan ekshibisionis yaitu memamerkan bagian-bagian alat kelamin kepada orang lain.
Pelakunya kini telah ditangkap, dan masih teringat beberapa waktu yang lalu saat dia ditangkap dia berkelit lupa akan apa yang dia lakukan.
Meskipun begitu, si pelaku keceplosan dan mengatakan memang suka bergairah apabila melihat perempuan yang ia anggap seksi.
"Memang suka begitu pak tiba-tiba begitu (orgasme)," ceplosnya.
Beberapa hari yang lalu muncul juga kasus kematian aparatur sipil negara (ASN) di Tasikmalaya dengan posisi setengah bugil tanpa celana.
Sebelumnya, seorang saksi melihat ada dua orang di dalam mobil, salah satunya seorang perempuan.
Kondisi jenazah ASN yang merupakan kepala sebuah SD di Tasikmalaya ini juga semakin aneh dengan ditemukannya sperma miliknya di organ kemaluannya.
Terlebih banyak bukti di dalam mobil berupa tisu bekas lipstik.
Sampai kasus ini selesai diusut, Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya meminta ASN lain menjaga sikap dan perilaku sebagai abdi negara dan pelayan publik.
Dua kasus ini menunjukkan jika teror dan kasus melibatkan seksualisme sudah sangat parah di Jawa Barat.
Bahkan, diberitakan pula jika tren kasus HIV/AIDS meningkat sepanjang tahun 2019.
Menurut Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Jawa Barat dari tahun 2005 sampai tahun 2019 pengidap HIV sudah mencapai angka kurang lebih 36.000, dengan 10% didominasi oleh ibu rumah tangga.
Sementara itu dilansir dari Kompas Regional, data pada Dinas Kesehatan Cianjur menunjukkan, jumlah penderita HIV/AIDS tahun ini naik dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 140 orang menjadi 158 orang hingga Oktober 2019.
Anehnya, di Cianjur jumlah ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) didominasi oleh kalangan LSL (lelaki seks lelaki) yaitu sebanyak 71 orang.
Baca Juga: Karena Suami Lakukan Hal Ini, Ribuan Ibu Rumah Tangga di Daerah Ini Positif Terinfeksi HIV
"Sisanya dari kalangan wanita penjaja seks, waria, pengguna narkoba jarum suntik dan masyarakat umum, termasuk ibu rumah tangga, anak-anak dan juga balita,” tutur Rostiani Dewi, Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kabupaten Cianjur dilansir dari Kompas.com, Sabtu (30/11/2019).
Menurut dia, dominasi ODHA dari kaum biseksual tersebut tidak terlepas dari fenomena seks antarlelaki di Kabupaten Cianjur yang merebak dalam beberapa tahun terakhir ini.
“Aktivitas seks menyimpang ini paling rentan dalam penularan HIV/AIDS, sehingga tidak mengherankan jumlah penderitanya terus meningkat dari tahun ke tahun,” kata dia.
Oleh karena itu, ODHA dari kalangan LSL saat ditemukan (diperiksa) banyak yang sudah stadium AIDS.
Pihak dinas sendiri mengaku kesulitan untuk menjangkau komunitas mereka karena tertutup.
"Karenanya, bersama KPA (Komisi Penanggulangan Aids) kami gandeng NGO-NGO agar bisa menjangkau komunitas tersebut.
Ternyata saat dilakukan tes terhadap mereka, banyak yang sudah positif (HIV/AIDS),” ucap dia.
Menurut Rostiani, ada banyak faktor yang memicu maraknya perilaku seks antarlelaki di Kabupaten Cianjur.
Selain soal orientasi seksual, gaya hidup dan tuntutan ekonomi juga turut menjadi faktor pemicu.
"Ada juga karena broken home. Mencari pelarian hingga bergabung dengan komunitas itu yang dirasa lebih memberikan rasa nyaman, termasuk juga ada yang diakibatkan pengalaman masa lalu yang buruk, seperti pernah menjadi korban sodomi," terang dia.
Perilaku seks antarlelaki ini, lanjut dia, telah menyasar hampir semua kalangan, pegawai swasta, ASN (pegawai pemerintahan), buruh pabrik hingga pelajar dan mahasiswa.
"Hal ini tentu harus menjadi perhatian semua pihak. Pasalnya, ada kasus pelajar yang jadi LSL lebih karena tuntutan gaya hidup, dijanjikan dibelikan handphone atau diiming-imingi materi lainnya," ujar dia.
Sekretaris Komisi Penanggulangan Aids Kabupaten Cianjur, Hilman menambahkan, jumlah ODHA dari kalangan LSL di Kabupaten Cianjur cukup masif. Setiap bulannya selalu saja ada temuan kasus baru. “Rata-rata mereka usia produktif, 17 hingga 35 tahun. Malah ada yang masih berstatus pelajar SMP, namun persentasenya kecil,” kata Hilman, dilansir dari Kompas.com, Minggu (1/12/2019).
Pihaknya mengaku kesulitan untuk menekan dan mencegah penyebaran HIV/AIDS di kalangan LSL karena keberadaannya yang sulit dideteksi.
“Soalnya mereka tidak menegaskan diri dari segi penampilan, malah di antara mereka ada juga yang punya anak dan istri. Namun, suka melakukan aktivitas seks antarlelaki, termasuk juga dengan waria,” ucap dia.
Selain seks antarlelaki, sambung Hilman, seks bebas dengan gonta-ganti pasangan menjadi penyebab dominan lainnya penyebaran penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh tersebut di Kabupaten Cianjur.
“Kalau dari sebarannya (pengidap HIV/AIDS), terpusat di daerah perkotaan, dan di wilayah-wilayah yang ada tempat-tempat wisata,” ucap dia.
Ketua Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Jawa Barat, Iman Teja Rachman mengungkapkan kasus meningkatnya HIV pada ibu rumah tangga ini dikarenakan faktor suami yang suka "jajan seks".
Selain itu, perilaku seksual menyimpang seperti hubungan badan bertiga (threesome) yang sudah dianggap lumrah juga sangat memengaruhi penyebaran HIV di Jawa Barat ini.
“Saya pernah menangani kasus sepasang suami istri yang melakukan threesome."
Baca Juga: Jual Istrinya yang Hamil 4 Bulan untuk Layanan 'Threesome', Beginilah Pengakuan Sang Suami
"Pasti tahu kan, video yang sempat viral itu."
"Ternyata (dari hasil analisa) dibalik tindakan itu bukan hanya karena uang saja."
"Tetapi, gaya hidup, sekedar mencari hiburan dan variasi dalam berhubungan seksual, dan itu terjadi begitu saja,” kata Iman.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tren Kasus HIV/AIDS Meningkat, Didominasi Seks Antar-lelaki"