Penulis
Intisari-online.com - Baru-baru ini seorang petani bernama Haryandi Harusji (39) asal kelurahan Amparita, Kecamatan Tellu limpoe, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan tewas tersambar petir.
Menurut laporan Kompas.com pada Jumat (6/12/19) kejadian berawal saat hujan deras pada Kamis (5/12) disertai gemuruh, saat Haryandi sedang mencangkul.
Tiba-tiba petir menyambar Haryadi dan membuatnya tewas di tempat.
"Korban saya temukan tengkurap dekat cangkul pada sawah miliknya, kejadian sesaat setelah petir menyambar Haryandi," kata rekannya Andi Sukri.
"Saya pun segera meminta tolong," imbuhnya.
Sukri juga mendengar suara guntur yang menggelegar, dan kilat menyambar sebanyak dua kali.
Kilat kedua mengarah ke Haryandi.
Setelah laporan Sukri warga segera menggotong tubuh Haryandi ke rumahnya.
Peristiwa ini seolah mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati terhadap petir, apa lagi berada di luar saat musim hujan.
Karena perlu Anda ketahui ternyata petir paling ganas di dunia ada di Indonesia.
Dari hasil penelitian pada medio 2002 yang dilakukan oleh Prof. Dr. Ir. Dipl. Ing. Reynaldo Zoro dari Institut Teknologi Bandung, ternyata Depok memiliki petir yang paling ganas di dunia.
Bahkan rekor itu tercatat di Guinness Book of World Record.
Penelitian yang disponsori PLN Cabang Depok, pada bulan April, Mei, dan Juni 2002, dengan menggunakan teknologi lighting position and tracking system (LPATS), itu mendapati arus petir negatif berkekuatan 379,2 kA (kilo Ampere) dan petir positif mencapai 441,1 kA.
“Dengan kekuatan arus sebesar itu, petir mampu meratakan bangunan gedung yang terbuat dari beton sekalipun," kata Zoro kepada Warta Kota.
Selama ini, Indonesia memang dikenal sebagai negara dengan sambaran petir cukup tinggi. Zoro menjelaskan, kondisi meteorologis Indonesia memang sangat ideal bagi terciptanya petir.
Tiga syarat pembentukan petir - udara naik, kelembapan, dan partikel bebas atau aerosol - terpenuhi dengan baik di Indonesia sebagai negara maritim.
Sebelumnya, penelitian Zoro dipusatkan di kawasan Tangkuban Perahu, Jawa Barat, dengan anggapan di daerah itu sambaran petir cukup besar.
Tak dinyana, penelitian mutakhir justru menemukan daerah Depok, khususnya wilayah selatan seperti Sawangan dan Cinere.
Menurut Zoro, Depok merupakan daerah yang dipengaruhi angin regional dan angin lokal. Yakni angin dari lembah dan angin gunung dari Bukit Barisan, serta angin lokal dari angin darat dan angin laut Kepulauan Riau dan Selat Malaka.
Gerakan angin itulah yang menyebabkan pembentukan awan petir dengan kerapatan dan sambaran petir sangat tinggi.
Hari guruh terbanyak di dunia
Zoro mengibaratkan Bumi sebagai kapasitor. Antara ionosfer dan Bumi, jika langit cerah, ada arus listrik yang mengalir terus-menerus, dari ionosfer yang bermuatan positif ke Bumi yang bermuatan negatif.
Tapi Bumi tidak terbakar, karena ada awan petir yang bermuatan listrik positif maupun negatif sebagai penyeimbang. "Yang positif turun ke Bumi, dan yang negatif naik ke ionosfer," kata Zoro.
Ketika langit berawan, tidak semua awan adalah awan petir. Hanya awan cumulonimbus yang menghasilkan petir. Petir terjadi karena pelepasan muatan listrik dari satu awan cumulonimbus ke awan lainnya, atau dari awan langsung ke Bumi.
Dalam terminologi Perusahaan Listrik Negara (PLN), instansi yang paling sering menanggung kerugian karena petir, sambaran dibedakan menjadi tiga jenis yang semuanya didata. Selain sambaran positif dan sambaran antarawan, ada juga sambaran negatif, yakni lompatan listrik dari Bumi ke ionosfer.
Dalam catatan PLN Depok, sepanjang tahun 2001 terjadi 340 kali sambaran positif, 8.520 kali sambaran negatif, dan 1.151 sambaran antarawan. Kekuatan maksimum yang tercatat 290,2 kA.
Sambaran negatif yang jumlahnya jauh lebih tinggi daripada sambaran positif atau antarawan, diduga karena kandungan besi tanah di Depok terbilang tinggi. Penelitian ahli geologi UI mendapati tingginya kandungan besi di sekitar Depok, khususnya di danau buatan di Kampus UI.
Menurut Zoro, sambaran petir di Depok terjadi hampir sepanjang tahun. Yang tertinggi pada bulan Maret, April, dan Mei, atau pada musim hujan. Sambaran agak mereda di bulan Februari.
Mengutip data yang didapat pada laboratorium yang dipimpin Zoro di ITB, Jaringan Deteksi Petir Nasional, Indonesia memiliki hari guruh (hari terjadinya petir dalam setahun) 200 hari. Sementara Brasil 140 hari, Amerika Serikat 100 hari, dan Afrika Selatan 60 hari.
Menekan kerugian
Kuatnya petir membuat PLN menderita kerugian. Trafo terbakar, jaringan putus, pemadaman listrik sehingga sejumlah KWh tak terjual, sampai peralatan elektronika rumah tangga rusak.
Dari data yang ada, keluhan konsumen dan kerusakan instalasi PLN, 75% disebabkan oleh petir.
Sebagai gambaran betapa petir membuat PLN merugi: dalam sebulan ada tujuh - delapan trafo PLN rusak. Padahal untuk memperbaikinya dibutuhkan biaya sekitar Rp150-an juta.
Akibat pemadaman listrik, PLN Depok juga kehilangan (kWh yang tidak terjual) sekitar 0,5% pendapatan dari hasil penjualan, atau sekitar Rp150 juta akibat padamnya listrik.
Secara keseluruhan, kerugian akibat petir dalam tahun 2001 senilai Rp1,1 miliar, dan kerugian karena kerusakan trafo Rp1 miliar.
Atas dasar itulah Zoro melakukan penelitian dan kemudian melakukan langkah pengamanan sehingga kerugian bisa ditekan.
Pengamanan yang dilakukan adalah memasang arrester alias "penangkap" petir untuk menyamakan perbedaan potensial listrik yang dibawa petir dengan tanah, melakukan perbaikan grounding alias pentanahan, serta pemasangan kawat tanah.
Tentu saja, proses itu akan memakan waktu dan dana yang tidak sedikit. Tapi hasilnya memang terlihat.
Pada semester pertama 2002, kerugian karena petir Rp373 juta, dan kerugian karena kerusakan trafo Rp264 juta. Atau dalam persentase, kalau biasanya kerugian tahunan di atas dua digit, dari semester pertama tahun itu sudah terlihat, bisa ditekan hingga 9,8%.
Bukan cuma-tanggung jawab PLN
Petir, peristiwa yang merupakan bagian dari sirkuit global, adalah persoalan yang cukup kompleks. Hadi Suhana menekankan, masalah petir ini terlalu besar kalau hanya ditangani oleh PLN.
Maka tak sekali-dua pihaknya melakukan penyuluhan, pengawasan, dan pendidikan masyarakat walau tidak secara langsung. Misalnya mengajarkan cara pentanahan yang baik bagi pembangunan rumah, juga aneka petunjuk pengamanan lainnya.
Perlu dipahami bahwa petir menyambar karena mencari persamaan potensial. Petir yang menyambar ke tanah, jika tidak menemukan potensial yang sama, akan keluar lagi mencarinya.
Yang dicari apa saja yang bersifat sebagai konduktor. Benda atau makhluk hidup seperti manusia.
Makanya, jika suatu saat Anda kebetulan berada di dekat petir, segeralah rapatkan kedua kaki. Sebab kaki yang terbuka akan membedakan potensial dan memungkinkan arus listrik petir melompat di antaranya.
Masyarakat sendiri sebenarnya sudah memiliki kearifan lokal dalam menghadapi petir ini. Di Pondok Petir, Sawangan, Depok, misalnya.
Di Kelurahan Pondok Petir yang terdiri atas dua dusun, empat RW, dan 13 RT ini ada nasihat turun temurun ketika hujan turun. Seperti segera masuk rumah. Kalaupun berteduh di bawah pohon, misalnya, tidak boleh memegang pohon.
Di rumah pun harus naik ke atas kursi atau balai-balai, tidak membiarkan kaki terjuntai ke bawah.
Alhasil, meski termasuk desa dengan petir terkuat dan terbanyak, belum ada korban manusia akibat sambaran petir.
"Seingat saya di desa ini belum pernah ada orang yang mati kesamber petir," kata H. Ahmad, warga asli Pondok Petir.
"Memang ada, orang lagi di sawah terus di sebelahnya ada ledakan karena sambaran petir, dia jatuh, terus lari, kesamber lagi, jatuh lagi. Tapi enggak sampai mati tuh. Orangnya masih hidup sampai sekarang."
Menurut Ahmad, petir di desanya selama ini hanya menyambar bangunan, lingkungan, dan harta benda.
Telepon dan pesawat televisinya beberapa kali rusak. Pohon tumbang, juga sawah yang sampai terbelah. (Agus Surono/Majalah Intisari)