Penulis
Intisari-Online.com – Ini kisah Maruli Togatorop.
Dilansir dari kompas.com pada Senin (2/12/2019), Maruli menceritakan kisah yang dialaminya pada tahun 2014 silam.
Saat itu, pria yang berprofesi sebagai dokter gigi ini bolak balik rumah sakit. Ia tidak sedang bertugas, namun menjadi pasien.
“Saya tidak tahu sakit apa, bermacam dokter spesialis belum menemukan diagnosa yang pasti,” ujar Maruli kepada Kompas.com di Bandung, Minggu (1/12/2019).
Hingga Juli 2014, dokter yang menangani Maruli memutuskan untuk melakukan pengecekan HIV-AIDS.
Hasilnya, Maruli HIV positif.
Betapa kagetnya Maruli mendengar hasil yang disampaikan dokter. Meski bekerja di bidang kesehatan, ia merasa awam dengan penyakit itu.
Semakin hari kondisi Maruli semakin drop.
Apalagi setelah keluarga tidak menerima kenyataan tersebut dan menolak keberadaan Maruli.
Puncaknya saat sang istri memutuskan untuk menceraikan Maruli.
Penolakan itu membuat kondisi Maruli makin terpuruk. Berat badannya drop dari 75 kilogram ke 45 kg.
Lama dinanti, kematian tak kunjung datang. Itulah yang membuat Maruli semangat dan mencoba bangkit.
Semangat inilah yang membuat kondisi Maruli membaik.
Setahun setelah vonis, Maruli mengirim surat ke Kementerian Kesehatan. Ia menceritakan kondisinya dan meminta dipindahkan kembali ke Merauke, Papua.
Di Merauke, ia kembali bekerja seperti biasa menjadi dokter gigi.
Meski hidup sendiri, ia tetap semangat untuk sembuh dengna mengonsumsi ARV dan menerapkan pola hidup sehat.
“Saya terbuka pada siapapun tentang kondisi saya HIV positif. Kalau ada pasien yang nanya, saya juga ceritakan,” tambahnya.
Tak hanya itu, ia pun berbagi informasi dengan banyak orang terkait HIV-AIDS.
Sebab ia tidak ingin orang-orang mengalami apa yang terjadi padanya.
“Biarlah orang tahu informasi HIV/AIDS dari saya."
"Stop virus sampai di saya sehingga tidak ada lagi yang terinveksi HIV,” ungkapnya.
Kisah yang dialami Maruli membuat kita harus berpikir dua kali sebelum menilai pasien HIV.
Misalnya pahamkah Anda seperti apa cara penularan HIV/AIDS?
Faktanya, memang masih banyak masyarakat yang belum paham betul mengenai cara penularan HIV dari orang yang terinfeksi.
Bagaimana dengan Anda?
Untuk mengingatkan kembali ingatan Anda tentang cara penularan HIV, simak ulasannya berikut ini.
Dalam program edukasi Garuda Indonesia Peduli Kanker Serviks dan HIV/AIDS di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, banyak peserta kuliah umum yang menjawab salah ketika ditanya seputar penularan HIV.
Mulanya konselor HIV/AIDS dari RSUD Provinsi Kepulaun Riau, Tanjungpinang, dr. Dwinita Vivianti, SpPD melemparkan pertanyaan mengenai cara penularan HIV.
Dalam presentasinya, dokter yang akrab disapa Vivi ini menunjukkan gambar dan menanyakan apakah HIV menular lewat gigitan nyamuk, lewat penggunaan toilet duduk, bertukar alat makan, atau bisa menular dengan hanya bersalaman?
"Nomor berapa yang benar? Yang mana yang bisa menularkan HIV?" tanya Vivi kepada peserta kuliah umum di Tanjungpinang.
Ternyata banyak yang salah menjawab. Padahal, dari semua gambar yang ditunjukkan Vivi, tak ada satu pun cara yang bisa menularkan HIV.
Vivi kemudian menjelaskan satu per satu bahwa HIV tak mungkin menular lewat nyamuk, karena virus itu hanya menyerang manusia.
HIV juga tidak bisa menular ketika menggunakan toilet duduk yang baru saja digunakan pasien HIV/AIDS, menggunakan alat makan yang sama, atau menular lewat keringat ketika bersalaman maupun berpelukan.
"Biasanya mereka agak takut HIV menular lewat ganti tempat makan. Padahal kan enggak bisa menular lewat tempat makan.”
“Di luar negeri ada koki hotel HIV positif, dia tetap dipekerjakan," ungkap Vivi.
HIV hanya terdapat di darah, sperma, cairan vagina, dan air susu ibu.
Umumnya menular melalui hubungan seksual dan penggunaan napza suntik. Namun, ketika jumlah virus telah ditekan karena rutin konsumsi ARV, virus pun tak menular.
"Penularannya tidak mudah. Virus juga tidak bisa bertahan lama di luar tubuh," jelas Vivi.
Vivi mengatakan, kurangnya pengetahuan masyarakat ini membuat stigma terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) masih tinggi, khusunya di daerah.
Edukasi HIV/AIDS harus terus dilakukan hingga ke daerah-daerah lain di Indonesia untuk menghapus stigma sekaligus menurunkan angka kejadian.
Vivi mengungkapkan, Kepulauan Riau pun menempati posisi ke-6 untuk jumlah pasien HIV/AIDS tertinggi di Indonesia tahun 2014.
Di Kepulauan Riau, kasus HIV/AIDS terbanyak terdapat di daerah Batam, kedua di Kabupaten Karimun, dan ketiga di Tanjungpinang.
"Kepulauan Riau ada di peringkat keenam dengan jumlah penduduk yang sedikit, menurut saya sudah lampu kuning ya. Harus segera diatasi dengan baik," kata Vivi.
(Reni Susanti)
(Artikel ini telah tayang diKompas.com dengan judul "Perjuangan Dokter Gigi Maruli, Ditinggalkan Istri karena HIV hingga Lawan Stigma")