Penulis
Intisari-online.com - Baru-baru ini petani asal Jawa Timur di riungkus oleh polisi terkait dengan pertaniannya.
Padahal petani ini hanya membudidayakan kankung dan buncis, lantas apa salahnya?
Polisi meringkus pria berinisial K (56) di Gresik dan SM (48) di Blitar, Jawa Timur.
Barang buktinya berupa 15 ton benih kangkung dari tangan K dan 1,7 ton benih buncis dari tangan SM.
Kasubdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim kompol Wahyudi mengatakan, keduanya memproduksi benih selama sembilan tahun sejak 2011.
Berikutini ada 3 alasan petani pembudidaya benih kangkung di Gresik dan benih buncis di Blitar diringkus Polda Jatim.
Penangkapan kedua petani asal Gresik dan Blitar oleh Polda Jatim tersebut dikarenakan mereka menjual bibit hasil budidaya benih ilegal.
Kedua petani pembudidaya benih di Gresik dan Blitar tersebut diketahui telah membudidayakan benih kangkung dan buncis secara ilegal tanpa sertifikasi yang kemudian dipasarkan pada publik.
Ditreskrimsus Polda Jatim mengungkap hasil penyelidikan terhadap petani pembudidaya benih tanaman di Blitar dan Gresik, Rabu (30/10/2019).
Berikut adalah 3 alasan Polda Jatim meringkus petani pembudidaya benih kangkung di Gresik dan benih buncis di Blitar:
1. Benih Dibudidayakan Tanpa Sertifikasi
Wahyudi mengatakan, kedua pelaku memproduksi benih holtikultura tidak melewati serangkaian tahapan proses sertifikasi kelayakan benih.
"Mereka buat sendiri benih itu tapi tidak bersertifikasi standar mutu, dan tidak terdaftar di Kementan dan tidak berlabel dari Balai Pengawasan Sertifikasi Benih (BPSB) Jatim," jelasnya.
Penegakan hukum itu bermula setelah mendapat keluhan dari kalangan petani yang kerap membeli benih dari pelaku.
Para petani mengeluh bahwa benih tanaman hortikultura yang ditanam tidak menghasilkan panen palawija yang memuaskan.
"Hasilnya tidak sesuai, biasanya ditanam beberapa hektare bisa dapat banyak ternyata pas panen hasilnya sedikit," ujarnya.
Berdasarkan catatan hasil pemeriksaan, ungkap Wahyudi, selama menjalankan bisnisnya itu, tersangka K bisa meraup untung kotor senilai Rp 3 miliar setahun.
"Mereka jualnya itu lebih murah dari benih yang tersertifikasi. Untung bersih yang mereka dapat ya sekitar Rp 300 juta," terangnya.
2. Tak Ada Jaminan Hasil dan Pasca Panen
Sementara itu, Kepala UPT Pengawasan Benih Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim Darlina Yuni Astuti mengatakan, benih ini secara kesehatan masih dikategorikan aman konsumsi.
Namun yang menjadi masalah, benih tersebut tidak ada jaminan kualitas dan mutu ketika nanti ditanam ataupan pasca panen.
"Bahayanya sih tidak. Tapi benih ini mutunya ini tidak ada yang menjamin," kata perempuan berkerudung itu.
3. Dijual Lebih Murah
Mereka biasanya mendistribusikan benih tersebut ke toko-toko kecil dan tak jarang para petani langsung datang membeli ke pelaku.
"Mereka buat sendiri, dan sudah lama ini dan alhamdulillah semoga tidak ada lagi," kata Kasubdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim kompol Wahyudi di depan Gedung Ditreskrimsus Mapolda Jatim, rabu (30/10/2019).
Darlina sebagai Kepala UPT Pengawasan Benih Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim mengatakan, para pelaku cenderung memanfaatkan wilayah Jatim yang minim pengawasan untuk menjual benihnya.
"Biasanya mereka buat situasional. Cari celah yang tidak terjangkau pengawas, atau di pelosok," jelasnya.
Menurut Darlina, benih hortikultura yang boleh beredar di pasaran patut memperoleh sertifikasi standar mutu, terdaftar di Kementan, dan berlabel dari Balai Pengawasan Sertifikasi Benih (BPSB) Jatim.
"Mereka budidaya sendiri, tidak melalui proses yang diatur. Prinsip benih yang boleh beredarkan adalah yang legal, legal itu bersertifikat ada label," pungkasnya. (Frida Anjani/Surya Malang)
Artikel ini telah tayang di suryamalang.com dengan judul Ini Alasan Petani di Gresik & Blitar Diciduk Polda Jatim Karena Budidayakan Benih Kangkung & Buncis