Penyembuhan Holistik Bukan Mistik Atau Klenik

T. Tjahjo Widyasmoro

Penulis

Smart And Inspiring - Intisari Online

Sebagai makhluk, manusia memang kompleks. Saking kompleksnya, urusan sepele bisa berbuntut panjang. Apalagi urusan kesehatan, yang mestinya lebih penting dari sekadar berebut jabatan.

Nah, untuk mengantisipasi keluhan medis yang makin beragam, belakangan berkembang metode penyembuhan yang melihat manusia secara komplet. Sebutannya penyembuhan dengan pendekatan holistik [holistic approach).

Bukan mainan baru, memang. Karena cikal-bakalnya sudah ada berabad-abad lalu.

Tapi, seperti banyak metode pengobatan yang terlupakan, zaman jualah yang kemudian mengangkatnya ke permukaan.

Kedatangannya kali ini begitu pas, saat banyak keluhan soal hubungan dokter-pasien kian singkat (bahkan tak jarang pasien menuntut dokter ke pengadilan lantaran kurangnya informasi yang diberikan).

Bukan sekadar jasad

Ir. H. Soesilo Wibowo, Sp.JP, seorang dokter yang sudah lama mempraktikkan pendekatan holistik, dalam sebuah seminar di Jakarta menyebut, pengobatan ini sebagai rantai ilmu kedokteran.

Di mancanegara, terutama Amerika Serikat, kadang dinamai juga patient centered approach. Intinya, pasien dilihat bukan sekadar tampilan jasad yang harus dibebaskan dari bakteri dan penyakit fisik lainnya.

Dasar pendekatan holistik,manusia tidak hanya punya raga, tapi juga jiwa dan hubungan sosial alam semesta. Peran raga, misalnya berkaitan dengan organ-organ nyata, seperti jantung, pembuluh darah, otak, saraf, hati, alert pencernaan, panca indera, serta kelenjar.

Sedangkan komponen jiwa terdiri atas roh, akal, nafsu, hati nurani dan banyak lagi. Sebagai makhluk.sosial, manusia juga selalu berinteraksi dengan lingkungannya.

Terganggunya furigsi organ dan hubungan-hubungannya, dipercaya bisa mengundang penyakit.

Sebaliknya, kalau organ bekerja optimal dan harmonis, plus menjalankan; fungsi "gaulnya" dengan baik, kebugaran dan tingkat kekebalan tubuh bakal meningkat. Dijamin, virus dan bakteri pun bakal jarang menyerang karena sering tak 'mempan.

Di Inggris Raya, British Holistic Medical Association bahkan melihat pendekatan holistik, sesuai namanya, mirip kanvas kosong yang siap dilukis dengan beragam warna pendekatan.

Tak hanya tergantung pada obat dan pembedahan, tapi juga metode di luar itu, yang kerap dikenal sebagai pengobatan komplementer dan alternatif.

Pengobatan komplementer merupakan upaya untuk melengkapicara-cara penyembuhan konvensional. Sedangkan alternatif, merujuk pada jenis pengobatan selain konvensional, yang dipilih pasien untuk mengurangi penderitaannya.

Dua macam pengobatan ini, sepanjang manfaatnya bisa dijelaskan secara ilmiah, masuk kedalam kategori holistik.

Pendapat tadi diamini dr. Tb. Erwin Kusuma, psikiater yang juga praktik pengobatan holistik di Klinik Prorevital.

Namun dia juga menambahkan, "Tak semua pengobatan alternatifbisa dimasukkan dalam pendekatan holistik. Inilah yang banyak. disalahpahami masyarakat," ujarnya.

Erwin mencontohkan, sudah sejak lama dia mengimpor kapsul-kapsul bikinan Jerman yang diramu dari tumbuh-tumbuhan.

"Karena sudah diteliti, ramuan yang tadinya alternatif itu akhirnya bisa diterima diinia kedokteran," sahutnya, lagi.

Atau kepandaian menghipnosis yang sering diidentikkan dengan kemampuan paranormal. Padahal, dalam ilmu kedokteran sendiri, hipnosis sudah dikenal baik.

Pertolongan roh

Dengan definisi segamblang itu, toh masih basnyak yang beranggapan,pengobatan holistik masih saudaranya klenik.

"Beberapa calon pasien malah bertanya, roh jenis apa sih yang ngebantu?" ujar Janti Atmodjo, Ph.D., MBA, konselor di Sanjiwani Holistic Therapeutic Health Care, tentu saja sembari terkekeh.

Terpaksa, dia harus menjelaskan ulang prinsip kliniknya yang serba transparan dan menjauhi unsur magic.

Tapi, seperti kata orang, apalah artinya kata-kata tanpa bukti nyata. Di Amerika Serikat, Dr. Herbert Benson, MD, associate proffesor of medicine Harvard Medical School menyadari benar hal ini.

Dalam bukunya Timeless Healing, sang kardiolog bersikeras mengampanyekan keyakinannya di tengah skeptisnya masyarakat kedokteran konvensional lewat cara lebih bernas.

Dia paham betul, agar "dihitung" kedokteran Barat, temuan harus serbaterukur, dapat diprediksi, serta bisa diulang kembali.

Tradisinya, simtom yang tidak dapat diukur kerap dianggap subyektif, bahkan divonis nihil alias tidak ada. Belum lagi ketidakpercayaan para dokter terhadap kemampuan pasien untuk merasakan perubahan didalam tubuhnya. Rumit dah!

Itu sebabnya, Benson bertekad melawannya dengan riset, dan membiarkan hasil riset bertutur sendiri: Modal awalnya, "rekaman" berbagai peristiwasaat dia masih calon dokter.

Kala itu, sebagai kelasi (dan mahasiswa), dia sering dimintai obat oleh rekan-rekannya di kapal, hanya karena mereka tahu, Benson punya cita-cita jadi dokter.

Lucunya, meski dia cuma mengoleh-olehi vitamin, kondisi kesehatan"pasiennya" selalu membaik. Bahkan Benson juga mendapati kasus dengan efek sebaliknya.

Kali ini cerita tentang Ny. Antonia Baguero; wanita yang harus dioperasi untuk membuang benjolan, berupa endapan kalsium dari dadanya.

Sebenarnya, benjolan itu tidak terlalu berbahaya, tapi entah salah ucap, dokternya bilang kemungkinan untuk berubah jadi ganas cukupbesar. Meski operasi berjalan lancar, Ny. Antonia telanjur takutsetengah mati.

Saking stresnya, dia sempatkan terbang dari New York ke Boston hanya untuk "curhat" pada Benson. Yang lantas mengajarinya teknik untuk kondisi serbawaspada.

Perlahan-lahan, Ny. Baguero mulai merasakan tubuhnya santai. Ny. Baguero memilih "mantra" yang dulu biasa diucapkan ibunya saat melepas anak-anaknya ke sekolah. "Tuhan, tolong aku, lindungi aku, dan sembuhkan aku."

Ajaib, berbulan-bulan kemudian, kecemasan dan ketegangan yang selama ini membebaninya bak terangkat.

Dampaknya, bukan cuma terjadi perubahan fisis dan kimiawi di dalam tubuh, emosinya pun mulai terjaga.

Dua kasus tadi mengantar Benson pada pemahaman baru, yang dia sebut remembered wellness. Artinya, kemampuan tubuh seseorang untuk ingat pada kondisinya semasa sehat.

Konon, inilah sumber kekuatan sejati yang berasal dari dalam diri. Tapi, hati Benson hancur berkeping-keping, bak satelit kena gesek atmosfer.

Lantaran saat kembali ke bangku kuliah, fenomena menarik tadi tidak mendapat tanggapan serius dari dosen dan para mentornya. Dia mulaisadar, kekuatan remembered wellness telah terlewatkan.

Ironis, karena faktor motivasi yang berperan besar dalam kehidupanmanusia, justru bablas begitu saja. "Inilah titik lemah ilmu kedokteran Barat," cetusnya gemas.

Terbukti darihasil penelitiannya kemudian; antara persepsi pasien dengan gejala fisis sering bertautan erat. Contohnya, kasus pengobatan angina pectoris.

Tahun 1979, Benson dan rekannya, Dr. David P. McCallie jr. mempelajari terapi terhadap kelainan jantung. (sakit pada jantung dan lengan yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung). Salah satunya, lewat penyuntikan bisa kobra.

"Banyak yang menyebut terapi seperti itu sama sekali tak berdasar. Namun Benson menyodorkan fakta, kalau dipercaya kebenaran dan kemanjurannya, tingkat kesuksesan terapi-terapi ini ternyata bisa mencapai 70 - 90%.

Tapi, begitu para dokter meragukan keefektifannya, tingkat keberhasilannya anjlok antara 30 - 40%.

Bersama Dr. Mark D. Epstein, Benson menyimpulkan tiga cara untuk memperoleh hasil maksimal remembered wellness.

Pertama, keyakinan dan harapan pasien, lalu keyakinan dan harapan pihak dokter. Terakhir, keyakinan dan harapan yang tumbuh dari, hubungan antara pasien dan dokter.

Sejak itu, jadilah Benson pengusung pengobatan yang disebutnya sebagai kaki ketiga (jika dunia kedokteran diibaratkan sebagai kursi berkaki tiga).

Dua kaki lainnya melambangkan obat-obatan dan pembedahan.

Bukan ilmu baru

Di mancanegara, khususnya negara-negara Eropa dan Amerika Serikat,pengakuan terhadap manfaat holistik datang begitu cepat," ujar dr. Husein Ahmad, MD, Ph.D., pemilik Indonesia Holistic Medical Centre.

Lelaki yang mengaku memelopori masuknya penyembuhan holistik ke Tanah Air (tahun 1993-an) ini bahkan menyatakan, lebih dari 50% dokter di "Barat" (asal ilmu pengobatan konvensional yang mengandalkan obat kimia dan pembedahan) beralih ke holistik.

"Idealnya, seorang dokter memang harus paham dan mempraktikkan pendekatan ini. Karena mereka tak hanya bertugas mengobati gejala penyakit, tapi juga membuat pasien sehat jiwa-raga," timpal ErwinKusuma.

"Ingat, sebagai dokter, mereka' dikontrak belajar seumur hidup lo," kata pria berkacamata ini.

Di Indonesia sendiri, pusat-pusat penyembuhan holistik baru mulai ramai dikunjungi pasien dalam sepuluh tahun tejakhir.

"Tapi sebagai bagian dari ilmu kedokteran, keberadaannya sudah sangat tua," tambah Erwin. Jadi, sama sekali bukan barang baru.

Bahkan konsep remembered wellness-nya Benson, merupakan pengembangan dari yang dulu dikenal sebagai efek plasebo.

Sayangnya, di kalangan kedokteran ada kecenderungan memandang plasebo sebagai sesuatu yang bersifat kebetulan belaka.

Jarang sekali yang memperhatikan/jika pasien sembuh karena minum obat berisi gula (namun diyakininya sebagai obat beneran), sebenarnya keyakinan si pasienlah yang membuat plasebo ampuh.

Diyakini, tubuh manusia sanggup mengonversi keyakinan seseorang ke dalam bentuk instruksi fisis.

Ini dibuktikan ketika pertengahan 1970-an, Benson dan beberapa koleganya menemukan betapa efektifnya efek plasebo ini, dengan tingkat keberhasilan menakjubkan, 70-90%. Jauh lebih besar dari perkiraan daya sembuh plasebo masa itu.

Buka juga file-file lama. Misalnya tahun 1964, saat Massachussetts General Hospital mengadakan riset. Dua kelompok pasien peserta operasi yang sama, diperlakukan berbeda oleh dokter ahli anestesinya.

Kepada satu kelompok, ia bicara seadanya, sementara ke kelompok lain bersikap hangat, seperti duduk di tepi ranjang pasien, menjelaskan langkah-langkah yang bakal diambil, serta menggambarkan sakit yang kira-kira bakal dirasakan.

Hasilnya, pasien kelompok kedua tinggal di rumah sakit rata-rata lebih cepat 2,7 hari ketimbang kelompok pertama. Rasa sakit yang mereka derita juga lebih sedikit.

Kalau mau data lebih kuno, ini dia. Hippocrates (bapak ilmu kedokteran, hidup di. Yunani abad ke-5 SM) mencatat 12 kasus yang disebut pseudocyesis.

Dia menemukan 12 wanita, karena keinginan hamilnya sangat besar, lantas membayangkan dirinya hamil. Olala, haid pun langsung terhenti, disusul menggembungnya kandungan.

Bahkan, Ratu Mary Tudor yang memerintah Inggris abad ke-16, beberapa kali mengalami hamil anggur sembilan bulan penuh.

Dua kali di antaranya sempat mengalami sakitnya proses melahirkan. Hanya saja, tanpa satu jabang bayi pun yang mengoek.

Cerita berlanjut ke tahun 1951, masa Dr. Paul H. Fried dan rekan dari Jefferson Medical College, and Hospital, Philadelphia mencatat kasus serupa.

Selain terhentinya haid, membesarnya perut sesuai dengan bulan kehamilan normal, payudara pun membesar dan makin peka, serta berubah-ukuran dan warna (maaf) putingnya. Ada juga lo yang sampai meneteskan air susu.

Anehnya, Dr. James A. Knight dari Baylor University juga mencatatseorang pria korban hamil palsu ini. Wah, kalau sampai meneteskan air susu juga, bisa-bisa nantinya ada istilah air susu bapak (ASB), 'kan?

Begitulah ceritanya, holistik memang beranjak dari empati terhadap diri" sendiri.

Dengan mengandalkan relaksasi, penghargaan terhadap kekuatan bawah sadar serta eratnya tautan jiwa-raga.

Karena menghindari penggunaan obat-obat kimia, pembedahan, dan pengobatan konvensional lainnya, holistic approach lazimnya menawarkan berbagai metode terapi, baik yang langsung ditujukan ke bagian yang sakit maupun tidak.

"Tapi kalau pasien yang datang masih dalam terapi dokter, kita persilakan mereka tetap minum obat,” ujar Janti Atmodjo dan Jeanny N. Sugandi, dua punggawa Sanjiwani.

"Itu karena terapi kita memang bersifat melengkapi pengobatan medis. Wong kita juga punya tenaga dua dokter, kok," tambah Janti, doktor metafisika lulusan sebuah universitas di Alabama, AS.

Ada beberapa terapi alternatif andalan di Sanjiwani.

Kalau satu jenis terapi tak mencukupi, metode-metode tadi bisa digabungkan untuk mempercepat penyembuhan.

Lantas, bagaimana cara mengukur keberhasilan pengobatan? "Ada yang parameternya subyektif, seperti perasaan atau tingkat kenyamanan pasien.

Tapi bisa juga dengan melihat perkembangan catatan medisnya," tutur Janti lagi, yang rata-rata kebagian 100-an pasien per minggu.

Mengalirkan energi memang salah satu metode penyembuhan favorit, sekaligus andalan klinik holistik.

Tapi, buat yang lebih suka berkonsentrasi dalam semedi, beragam cara, gaya, dan nama meditasi disediakan, mulai yoga, hingga moving meditation versi Prorevital.

Konon, salah satu kata kunci dalam pengobatan holistik adalah rileks. Dan sampai hari ini, meditasi masih jalan tol termurah untuk sampai ke sana.

Selain yang seragam, lazimnya sebuah klinik punya layanan andalan. Prorevital misalnya, berpengalaman mengusung terapi hipnosis untuk menyembuhkan penyakit fisik yang dampaknya diduga menyentuh unsur kejiwaan.

"Kalau seorang pasien punya penyakit kambuhan yang selalu datang dan pergi, padahal semua obat konvensional sudah ditelan, boleh jadi sumber masalahnya bukan di badan," celoteh Erwin Kusuma.

Sedangkan Husein Ahmad, menyodorkan tak kurang dari 25 metode terapi. Tapi, seperti diakuinya sendiri, penyedia 25 kamar inap di kliniknya yang megah ini tampak lebih fokus pada keseimbangan nutrisi sebagaiobat alami.

Alasannya, "Hampir semua penyakit bersumber dari pola hidup dan pola makan yang salah," yakin Husein.

Itu sebabnya, kebanyakan gangguan kesehatan selalu diiringi menurunnya selera makan. So, jalan terbaik untuk memperbaiki kerusakan tubuh adalah dengan melakukan perubahan pola hidup dan pola makan.

"Kalau Anda tanya soal obat, resep pertama saya adalah nutrisi, bukannya obat-obatan kimia," tegas dokter yang kerap dikunjungi pasien yang pejabat tinggi ini.

Lantas penyakit apa saja yang bisa disembuhkan para dokter berpendekatan holistik ini? "Hampir semua. Penyakit berat seperti stroke atau kanker pun bisa," koor mereka senada.

Malah, diam-diam, mereka kerap menerima kiriman pasien dari dokter-dokter konvensional yang divonis tak lagi punya peluang sehat.

Setelah sembuh, pasien bisa langsung "putus hubungan" dengan sang dokter holistik, atau meneruskan terapi guna merawat kebugaran.

Lagi pula, "Kedokteran konvensional juga merupakan bagian dari lingkaran holistik," bilang Husein Ahmad.

Karena pada prinsipnya, penyembuhan holistik bukan Upaya secepat kilat, yang bisa langsung bikin orang sehat dalam satu dua kali terapi.

Itu sebabnya, seperti diakui Husein, untuk penyakit tertentu semisal kanker stadium, tinggi atau serangan jantung mendadak, tambahan obat-obatan hingga pembedahan tetap diperhitungkan.

Satu-satunya gambaran kurang menguntungkan di tengah kompletnya layanan klinik holistik, barangkali persepsi masyarakat terutama anggapanbahwa ongkos berobat yang harus dikeluarkan di atas standar, kalau tak mau disebut mahal.

"Kalau dijalani semua, memang mahal. Tapi 'kan tidak seperti itu praktiknya,” tegas Erwin Kusuma.

Pasalnya, setelah dilakukan diagnosis, lazimnya kemudian ditentukan kebutuhan utama pasien.

"Sama seperti kita melihat pemandangan, dan sekian banyak yang dilihat, pada akhirnya akan tertuju ke tempat tertentu," tambah Erwin.

Di klinik holistik, perbedaan karakter pasien sangat diperhatikan. "Kami percaya, jalan penyembuhan tiap orang dari sononya memang berbeda-beda," ucap Janti Atmodjo. Meski penyakitnya sama, kombinasipengobatan bisa tak senada.

Misalnya, ada seorang pasien tidak bisa terlelap dalam gelap.Namun sebaliknya, pasien lain malah bisa ngorok berjam-jam, justru kalau lampunya dimatikan.

Coba, kalau perlakuan terhadap mereka disamaratakan, yang sehat bisa makin sehat, sementara yang sakit kian jadi penyakitan.

Banyak kacamata

Langkah serupa juga harus dilakukan sebelum melakukan pembedahan. Sebelum membedah kaki seorang wanita contohnya, mesti dicaridulu latar belakang wanita yang bakal masuk ruang operasi.

Jika dia seorang peragawati, kaki nan mulus tentu jadi harapan akhir.

"Tapi kalau pekerjaan sehari-harinya penjual sayur, kaki yang kuat jelas lebih dibutuhkan," tutur Erwin.

Selain perhatian lebih dari dokter, kompletnya pengobatan mendatangkankeuntungan tersendiri buat pasien.

Kalau mampir ke dokter konvensional, keluhan sakit mag misalnya, boleh jadi ditanggapi sebagai gejala penyakit yang menyerang lambung.

Tapi di tangan dokter holistik, mag tadi bisa dipandang dari berbagai kacamata, termasuk ilmu kejiwaan, dengan harapan: sembuh total, tanpa pernah kambuh lagi.

Jadi, soal mahal atau murah memang relatif adanya. "Kami menyadari,menjelaskan sesuatu yang tak kasat mata memang sulit," jelas mereka senada.

Tapi pelan-pelan, mereka mencoba membongkar persepsi-persepsi salah masyarakat tentang pengobatan alternatif dan komplementer.

Seperti pendapat bahwa hanya penderita kelainan jiwa yang biasanya pergi ke psikiater.

Padahal, sebelum menyerang fisik, penyakit biasanya lebih dulu mengganggu jiwa manusia.

Nah, masih dalam kerangka health education juga, upaya mereka menjelaskan "pada dunia"- bahwa metode pengobatan yang mereka usung memang ada dasar ilmiahnya

"Lumayan, sekarang mulai jarang lagi orang yang datang hanya untuk mencari jimat," ujar Janti melucu.

Praktiknya, mereka juga mencoba menanamkan kepada klien dan pasien agar menyikapi hidup secara lebih positif, tanpa menimbulkan ketergantungan.

Itu sebabnya terapi yang dijalani pada akhirnya akan menjurus pada kemampuan memecahkan masalah sendiri.

"Banyak pasien kami, dulunya datang dan diobati pakai Reiki, sekarang malah jadi penyembuh di lingkungannya," cerita Jeanny rekan Janti di Sanjiwani.

Upaya pemberdayaan ini juga termasuk. mengganti pita rekaman masa lalu yang sudah dianggap usang.

Misalnya, banyak orang tua.yang menanamkan kepada anak-anaknya sejak kecil, bahwa makan buah di pagi hari bisa bikin sakit perut.

Kalau rekamannya terus berbunyi seperti itu, sampai tua pun akan terus sakit perut.

Mereka yang tak peduli pada rekaman seperti itu, justru perutnya jarang kena gangguan. Maka, digantilah rekaman negatif dengan "kaset" lebih positif.

Pemahaman tentang eratnya tautan jiwa-raga, juga membuat pendekatanholistik menggelitik kalbu.

"Bahkan kerap menggugah orang untuk berpikir bahwa umur itu memang benar-benar ada di tangan Tuhan," tegas Janti.

Pasien yang telah divonis mati oleh dokter contohnya, bila diajak bicara sogl penyakitnya, dijamin langsung stres. Dunia rasanya sempit, pit, pit.

Tapi bagaimana jika diajak mengisi umurnya yang mungkin tinggalsekian itu dengan hal-hal yang bermanfaat?

"Sering kita dapati, kepasrahan seperti itu malah menumbuhkan energi positif yang berdampak pada kebugaranan fisik,” bilang Janti lagi.

Satu lagi harapan menyertai maraknya pendekatan holistik ini, yakni merapatnya kembali hubungan pasien - dokter.

Jika seorang Husein Ahmad bisa meluangkan waktu 30 menit hingga satu jam untuk menemani pasiennya, tentu kualitas hubungan yang dibina tak bisa lagi dibilang rendah.

Bahkan mereka sepakat, kehangatan dan perhatian merupakan obat yang tak kalah mahal dibanding pil dan jarum suntik.

Toh, di balik.berbagai keuntungan tadi, Erwin dan Husein tetap mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak pada tawaran-tawaran klinik berbau holistik.

"Masyarakat harus selektif," pesan Husein. Jadi, kalau ada seorang dokter berpraktik pendekatan holistik mengaku bisa mengeluarkan sesuatu dari kepala hanya bermodalkan mantra mirip adegan sulap tentu bukan holistik lagi namanya.

"Secara logika, prosesnya tak bisa dijabarkan, kok. Husein juga mencontohkan kemampuan yang mutlak dimiliki seorang-dokter holistik, yakni pengetahuan luas tentang pengobatan alternatif yang diusungnya.

Misalnya, metode akupuntur sangat cocok diterapkan untuk pasien berpenyakit stroke. Tapi, jangan sekali-kali akupuntur atau pijat refleksi untuk penderita kanker.

"Metode-metode tadi berpotensi mengaktifkan dan menstimulasi aliran darah, sementara kanker menyebar lewat darah. Lha, penyakitnya nanti malah menyebar," tutup lelaki berkumis tebal ini.

Hmm, tetap harus “teliti sebelum membeli", ya?

Artikel Terkait