Penulis
Intisari-Online.com – Apakah Anda masih ingat apa itu G30S/PKI?
G30S atau Gerakan 30 September merupakan sebuah peristiwa yang terjadi pada malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di mana tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha kudeta.
Kudeta ini ditunggangi oleh PKI atau Partai Komunis Indonesia.
Oleh karenanya, peristiwa ini dikenal dengan sebutan G30S/PKI.
Di antara korban tewas, nama Ade Irma Suryani (5) masuk di antaranya.
Ade Irma Suryani merupakan putri bungsu Jenderal A.H Nasution.
Awalnya, namanya tidak tercantum dalam target. Tapi nama ayahnya termasuk. Namun sang putri bungsu yang harus meninggal akibat kekejaman G30S/PKI.
Malam itu, Ade Irma Suryani, tidur bertiga bersama Nasution dan ibunya, Johanna Sunarti Nasution di rumah mereka jalan Teuku Umur No. 40 Menteng.
Ketika waktu menunjukkan pukul 03.45 subuh tanggal 1 Oktober 1965, Nasution mendengar suara ribut-ribut di luar rumahnya. Instingnya mengatakan ada hal aneh.
Ternyata pasukan Tjakrabirawa datang untuk menangkap dirinya.
Baca Juga: Kasus Remaja Tewas Karena Sering Main Game PUBG: Ini Bahaya Game PUBG Untuk Otak Kita
Atas perintah istrinya, ia berhasil kabur melompati pagar dan menuju rumah Duta Besar Irak yang berada tempat di samping rumah mereka.
Pasukan tersebut mulai masuk ke dalam rumah. Karena tidak dibuka pintu oleh istri Nasution, mereka menembaki pintu kamar berkali-kali.
Suara tembakan itu membuat seisi rumah dicekam ketakutan.
Beruntungnya, istri Nasution, serta ibu dan adik Nasution, Mardiah yang lari ke kamar Nasution selamat dari tembakan.
Tapi sayang, tembakan itu mengenai Ade. Tiga peluru menembus punggung si kecil.
Ketika pasukan Tjakrabirawa meninggalkan rumah, Johanna dan keluarga langsung membawa Ade yang bersimbah ke RSPAD untuk mendapat pertolongan.
Setelah menjalani operasi, lima hari kemudian ia dipanggil sang maha kuasa. Ia dimakamkan di Blok P Kemayoran diiringi ratusan tangis keluarga dan masyarakat.
Kematian Ade Irma Suryani tentu meninggalkan luka yang sangat dalam diri Nasution.
Di saat dirinya berhasil kabur, justru sang putri kesayangan harus merenggang nyawa menjadi perisainya.
“Anakku yang tercinta. Engkau telah gugur sebagai perisai untuk Ayahmu.”
“Ya Allah, terimalah putri kami ini dengan segala kebaikannya. Kami mengantarkannya dengan ikhlas, mengembalikannya pada-Mu, karena Engkaulah yang empunya,” kata Nasution seperti dikutip dalam buku yang berjudul “Tujuh Prajurit TNI Gugur: 1 Oktober 1965”. (Mentari)