Penulis
Intisari-Online.com – Beberapa hari ini, beredar kabar bahwa salah satu perusahaan e-commerce Indonesia, Bukalapak, melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK.
Benarkah hal tersebut?
Dilansir dari kompas.com pada Rabu (11/9/2019), Head of Corporate Communication Bukalapak Intan Wibisono mengatakan, pihaknya ingin menjadikan Bukalapak menjadikan e-commerce yang berkelanjutan.
Ini diwujudkan dengan sejumlah langkah.
"Kami ingin menjadi ecommerce yang sustainable, banyak yang kami lakukan," kata Intan ketika dihubungi Kompas.com, Jakarta, Jumat (10/9/2019).
“Mulai dari upgrade sistem, membuat banyak kebijakan dan SOP, rekrut talenta secara terkofus di berbagai level."
Hanya saja Intan tidak menjelaskan, dari sejumlah langkah besar itu apakah memang ada di dalamnya kebijakan PHK terhadap karyawannya.
Ia enggan menyatakan secara gamblang atas PHK seperti yang sudah beredar ke publik.
Isu PHK tidak hanya menghampuru Bukalapak, Net TV pun beberapa waktu lalu pernah terkena isu ini.
Jika bicara soal PHK, maka pasti kita bicara soal pesangon.
Sebenarnya, apa perbedaan hak pesangon bagi karyawan yang di-PHK dan mengundurkan diri?
Berikut ini ulasan lengkapnya yang berawal dari pertanyaan seorang pembacaINTISARI.
Salam hormat,
Saya Darmawan, seorang karyawan swasta di salah satu perusahaan di Jakarta.
Telah bekerja di tempat tersebut selama 5 tahun, dan jabatan saya sekarang sebagai asisten manajer bidang pemasaran.
Bulan depan saya akan dipindahtugaskan ke cabang perusahaan di Kalimantan untuk jangka waktu 3 tahun.
Hal itu tentu memberatkan saya karena cabang perusahaan tersebut terletak di salah satu wilayah terpencil di Kalimantan. Terlebih lagi tahun depan saya berencana menikah.
Saya melihat tanda-tanda bahwa mutasi itu hanya topeng bagi perusahaan agar sayaresigndari perusahaan itu dan agar saya tidak dapat pesangon.
Kemudian kesalahan saya dicari-cari hingga keluar surat peringatan yang membuat saya semakin tidak betah.
Jadi wajar bila saya menjadi curiga atas rencana mutasi terhadap saya itu.
Yang ingin saya tanyakan, apakah perusahaan diperbolehkan untuk memindahtugaskan sesuka hatinya tanpa memperhatikan keinginan pekerjanya?
Apabila saya memutuskan untukresign, apakah besaran pesangon yang saya terima sesuai dengan pekerja yang berstatus dipecat?
Demikian yang saya tanyakan, mohon tanggapan dari LBH Mawar Saron, terimakasih.
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan saudara.
Atas pertanyaan saudara, kami akan mengkajinya berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UUK), serta peraturan terkait lainnya.
Hal pertama yang perlu diketahui bersama adalah bahwa antara pengusaha dan pekerja memiliki suatuhubungan kerja, sebagaimana dijelaskan dalamPasal 1 angka 15 UUK, yang isinya:
“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.”
Hubungan kerja tersebut terjadi ketika kedua belah pihak bersepakat membuatperjanjian kerja, sebagaimana diatur dalam Pasal 50 UUK.
Pasal 50 UUK:
“Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.”
Lebih lanjut, pengertian perjanjian kerja dituangkan dalamPasal 1 angka 14 UUK, yaitu:
“Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruhdengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuatsyarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.”
Selain itu, secara hukum suatu perjanjian memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang bersepakat membuatnya.
Bahkan perjanjian dianggap sebagai suatu undang-undang (hukum) yang harus dipatuhi oleh para pihak dan apabila ada pihak yang menyimpang dari isi perjanjian, maka akan membawa konsekuensi secara hukum baginya.
Hal itu sebagaimana diatur dalamPasal 1338 paragraf 1Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”
Dengan demikian, apabila perjanjian kerja yang saudara buat dengan pengusaha telah memenuhi syarat sah sebagaimana ditentukan dalamPasal 1320 KUHPer, maka kedua belah pihak harus memenuhinya sebagaimana mestinya.
Syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPer, antara lain:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Para pihak telah cakap secara hukum untuk membuat perjanjian
3. Isi perjanjian adalah suatu hal tertentu
4. Yang menjadi isi perjajian berasal dari suatu sebab yang halal”
Terkait kasus saudara, perlu dilihat terlebih dahulu apakah di dalam perjanjian kerja saudara dengan perusahaan terdapat ketentuan yang mengatur secara langsung maupun tidak langsung mengenai kewajiban saudara untuk dimutasi selama berlangsungnya perjanjian kerja.
Jika memang ada, maka sudah seharusnya saudara mematuhi dan melaksanakannya, karena di dalam suatu hubungan kerja yang dituangkan dalam perjanjian kerja memiliki unsurperintahdari pengusaha kepada pekerja.
Perintah tersebut haruslah dipatuhi oleh pekerja sejauh telah diperjanjikan dalam perjanjian kerja dan perintah tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. (Pasal 1337 KUHPer)
Apabila terdapat skenario dari perusahaan untuk memutasikan saudara agar saudara mengundurkan diri sehingga perusahaan terbebas dari kewajiban pembayaran uang pesangon, maka saudara harus membuktikannya terlebih dahulu, apakah hal tersebut memang skenario perusahaan atau memang kebutuhan dari perusahaan untuk melakukan mutasi terhadap saudara.
Apabila memang hanya skenario perusahaan dan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka yang terjadi adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan. Atas PHK tersebut saudara memiliki hak yang diatur dalamPasal 156 ayat (1) UUKyaitu:
“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayaruang pesangondan atauuang penghargaan masa kerjadanuang penggantian hakyang seharusnya diterima.”
Mengenai kesalahan yang dicari-cari oleh pihak perusahan sehingga keluar surat peringatan yang mempengaruhi kisaran penerimanan besaran uang pesangon, apabila memang terbukti pekerja/buruh melakukan pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama, pengusaha dapat melakukan PHK dengan terlebih dahulu memberikan Surat Peringatan. Hal ini berdasarkan ketentuanPasal 161 ayat (1) UUK:
“Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.”
Lebih lanjutPasal 161 ayat (2) UUKmenjelaskan:
“Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.”
Dengan demikian, pengusaha tidak serta merta dapat langsung melakukan PHK terhadap pekerja, tetapi harus ada surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut dengan masing berlaku 6 (enam) bulan sesuai dengan ketentuan.
Baca Juga: Masa Kerja Mau Habis, Menteri Susi Pudjiastuti Minta Maaf, ‘Saya Orangnya Sedikit Tengil’
Namun terhadap pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan seperti dalam Pasal 161 ayat (1) UUKtetap berhak memperoleh uang pesangonsebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)
Pasal 156 ayat (2) | Pasal 156 ayat (3) | Pasal 156 ayat (4) |
|
“(1) Memperoleh uang penggantianhak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri ataskemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidakmewakili kepentingan pengusaha secara langsung,selain menerima uang penggantian hak sesuaiketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisahyang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalamperjanjian kerja, peraturan perusahaan atauperjanjian kerja bersama.”
Demikian jawaban atas pertanyaan saudara. Semoga bermanfaat. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Baca Juga: Ini Teknik yang Digunakan Agen Cia Untuk Interogasi Targetnya, Rasanya Seperti Antara Hidup dan Mati