Find Us On Social Media :

Setelah Proklamasi, Bung Karno Harus Menyamar Menjadi Tukang Sayur dan Ibu Fatmawati Sebagai Tukang Pecel

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 16 Agustus 2019 | 18:30 WIB

Bung Karno dan Fatmawati

Masih ingatkah Ibu malam dan pagi menjelang detik Proklamasi itu. Apa saja yang malam itu Ibu lakukan dan pagi itu juga?

Baiklah. Ibu mulai saja dari kejadian-kejadian sesudah Rengasdengklok tanggal 16 Agustus 1945.

Setibanya kembali di Jakarta Ibu didrop di rumah Bung Hatta. Di situ Bapak pamit mau ke rapat bersama-sama Bung Hatta.

Rapatnya di mana ibu tak tahu waktu itu. Kemudian baru Ibu tahu bahwa mereka pergi ke rumah Laksamana Maeda.

Baca Juga: Tanpa Dua Sosok Ini, Mungkin Kita Tak akan Pernah Melihat Suasana Proklamasi Kemerdekaan RI

Seperginya Bapak dan Bung Hatta, Ibu menelepon rumah Pegangsaan Timur 56 minta dijemput sopir dan setelah datang Ibu kemudian pulang ke rumah bersama Guntur.

Malam-malam baru Bapak datang dari rapat dan sambil masuk kamar untuk menulis teks berkata, “Besok kita memproklamirkan Kemerdekaan kita.”

Semalaman itu Bapak dan Ibu sendiri tidak bisa tidur. Di tempat tidur biar pun mata dipicing-picingkkan kantuk rasanya tidak datang.

Apakah masih ada hal-hal lain yang masih Ibu ingat sekitar Proklamasi itu?

Baca Juga: Fakta Tak Terungkap, Indonesia Hampir Saja Gagal Memproklamasikan Kemerdekaan

Ada beberapa hal yang akan Ibu ceritakan agar dapat diketahui oleh generasi sekarang supaya mereka dapat membayangkan betapa sulit dan prihatinnya mempertahankan kemerdekaan ini.

Setelah hari proklamasi, Bapak tidur berpindah-pindah tempat dari tempat yang satu ke tempat yang lain.

Hal itu harus dilakukan dengan menyamar. Cobalah bayangkan. Untuk pergi ke salah satu rumah kawan di daerah Matraman, Bapak harus menyamar sebagai penjual sayur.

Bapak memakai kopiah buruk dan kemeja kotor dan kumal. Di pinggangnya melilit sarung pelekat tua.

Baca Juga: Perdebatan Malam Sebelum Proklamasi, Siapa yang Harus Tanda Tangan?

Dengan celana rombengan dan pikulan sayur terus ‘menjajakan’ sayurnya sampai ke rumah kawan yang dituju.

Kalau Ibu menyamar sebagai penjual nasi pecel dengan konde di atas kepala dan kebaya kumal.

Kalau diingat kejadian-kejadian itu sekarang rasanya lucu sekali.

 Baca Juga: Aidit ketika Diwawancarai Intisari pada Maret 1964: ‘Puncak Perjuangan Politik Saya adalah Proklamasi Kemerdekaan, Entah Nanti...’