Penulis
Intisari-online.com - Aksi debt collector melakukan penarikan paksa kendaraan yang kreditnya macet memang meresahkan.
Penarikan tersebut sebenarnya sudah diatur dalam perundang-undangan.
Namun, aksi mereka ketika di jalanan justru masuk ke ranah pidana karena sudah melampaui batas.
Kapolsek Sunggal Kompol Yasir Ahmadi mengatakan, peristiwa penarikan paksa seperti kasus Putra Rama di Simpang Selayang beberapa waktu lalu, menjadi pidana karena disertai perilaku yang tidak sesuai prosedur dan melanggar undang-undang lainnya atau melampaui batas.
Berdasarkan Undang-undang fidusia, sah-sah saja mereka melakukan penarikan.
"Karena mereka dilindungi UU fidusia yang memberikan mereka hak untuk menarik agunan yang menunggak kreditnya. Tapi tidak boleh dengan kekerasan, intimidasi, ancaman dan lain sebagainya," katanya, Rabu (10/7/2019).
Dijelaskannya, di dalam UU tersebut disebutkan bahwa sertifikat yang dikeluarkan pengadilan kepada mereka dijadikan alas hak untuk menyita barang yang menjadi agunan.
Itu lah yang merupakan pelimpahan dari pengadilan kepada mereka untuk menyita barang ketika salah satu pihak tidak laksanakan kewajibannya atau cacat pembayaran.
Namun, ketika seseorang yang mengalami hal sama seperti yang terjadi pada Putra Rama di Simpang Selayang, ada beberapa hal yang menjadi haknya.
"Masyarakat berhak bertanya bapak dari mana, lalu misalnya dia siapa, terus surat perintah penarikan mana, tanda terima penarikan di mana," katanya.
Di pihak debt collector, ada beberapa kelengkapan yang harus dibawa ketika bekerja. Setidaknya mereka harus menunjukkan tanda pengenal agar orang tidak menduganya rampok.
Selain itu, seorang debt collector juga harus menunjukkan surat perintah penarikan, identitas leasing, membuat tanda terima dari penyerah dan penerima supaya jelas.
Baca Juga: Sebuah Studi Baru Ungkap Bahwa Inti Bumi Sebenarnya Bocor, Ini Penjelasannya!
"Karena ada modus lain, bermodus debt collector tapi ternyata rampok. Ketika dicek ke leasing ternyata tidak ada dibawa di gudangnya karena orang sudah mendaki sebagai debt collector padahal bukan," katanya.
Yasir menjelaskan, dalam kasus penarikan kendaraan lantaran penanggung cicilan menunggak, pemerintah sudah menyediakan mekanisme melalui lembaga penyelesaian perselisihan antar konsumen.
"Itu sebagai solusi. Misalnya, mereka menunggak kan ada alasannya. Misalnya ekonomi sedang lemah, sedang mengalami musibah. Bahwa mereka tidak ingkar janji, itu bisa dinegosiasikan," katanya.
Sebelumnya diberitakan, pengendara mobil warna putih bernomor BK 1239 VV, Putra Rama dan penumpangnya mengalami tekanan oleh tujuh orang yang mengaku debt collector.
Baca Juga: Jangan Sepelekan Penyakit Asam Lambung, Ini Makanan dan Minuman yang Harus Dihindari
Debt collector itu memukul kaca mobil dan meneriakinya serta memaksa korban keluar dari mobil, Jumat (5/7/2019).
Polisi menangkap dan menahan FS, salah satu pelaku dan masih memburu enam orang lainnya. (Kontributor Medan, Dewantoro/Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lakukan Hal Ini jika Dicegat Debt Collector di Jalan"