Penulis
Intisari-Online.com -Aksi tak pantas seorang polisi wanita (Polwan) akhirnya terbongkar juga.
Perbuatannya terungkap setelah seorang tahanan asal Prancis yang merupakan gembong narkoba kabur dari rutan.
Tuti Maryati, Mantan Kasubdit Pengamanan Tahanan (Pamtah) Dittahti Polda NTB didakwa atas dugaan suap.
Selain diduga membantu kabur gembong narkoba, ia kerap memberikan izin pada sejumlah tahanan untuk membawa dan mendapatkan fasilitas istimewa dalam sel.
Baca Juga: Mengerikan, Inilah Hukuman bagi Hakim di Persia Kuno yang Menerima Suap. Indonesia Mau Menirunya?
Tuti enteng meminta uang pada sejumlah tahanan yang ingin fasilitas memadai dalam sel tahanan, termasuk juga Dorfin Felix (43) gembong narkoba asal Prancis saat ditahan di Polda NTB.
Semua aksi Tuti terungkap di sidang pertamanya, dengan agenda pembacaan dakwaan okeh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Selasa (9/7/2019).
Suap ala Tuti berkisar antara Rp 100 ribu hingga Rp 1 juta, dengan beragam permintaan dan fasilitas tahanan.
Mulai dari izin bawa ponsel, pindah ruangan, pakai matras atau kasur, bawa televisi, hingga bantuan kabur dari sel. Jaksa Marollah membacakan dakwaannya, hingga terungkapkah beragam cerita aksi menerima suap ala Kompol Tuti.
Misalnya, tahanan atau saksi Ansari yang ketahuan membawa ponsel setelah 2 pekan ditahan di Polda NTB.
Baca Juga: Demi Lunasi Utang Dana Kampanye, Bupati Malang Terima Suap Rp3,45 Miliar
Karena ketahuan membawa ponsel, saksi Ansari diminta menghadap Tuti di ruangannya.
Tuti menanyakan soal telpon genggam yang dibawa Ansari.
"Tuti bertanya pada saksi Ansari apakah kamu bawa handphone, siapa yang suruh kamu bawa. Kalau bawa, berarti kamu harus bayar Rp 500 ribu," ungkap Jaksa Marollah menirukan pertanyaan Tuti kepada saksi.
Kejadian itu terungkap sekitar bulan Oktober 2018, di ruang tahanan No. 3 Blok A Narkoba di lantai 1.
Empat orang tahanan lainnya juga dimintai sejumlah uang karena membawa ponsel, berkisar antara Rp 100 ribu hingga Rp 500 ribu.
Bukan hanya fasilitas ponsel, tahanan ingin pindah ruangan harus membayar Rp 750 ribu untuk 4 orang atau masing masing tahanan dimintai Rp 150 ribu.
Setelah membayar, mereka bisa pindah ruangan sel yang lebih nyaman.
Kejadian lain juga terungkap, dua hari sebelum Dorfin Felix kabur dari Rutan Polda NTB, Tuti melakukan pemeriksaan ruang tahanan dan menemukan tahanan narkoba lainnya bernama Saefudin alias Abu, yang tiba tiba dipanggil ke ruangan Tuti.
Tuti menanyakan kepemilikan matras yang digunakan Abu.
Saat Abu menjawab matras itu miliknya pribadi, Tuti meminta uang sejumlah Rp 1 juta.
Jika Abu tidak membayar, maka Tuti akan mencabut matrasnya dan memindahkan saksi ke sel tikus.
"'Saksi Saefudin mengatakan, jangan 1 juta Bu, saya tidak mampu. Lalu dijawab oleh terdakwa dengan kalimat, 'ya sudah, kalau nggak mau, saya cabut kasurnya," ungkap jaksa didengar hakim dan pengunjung persidangan itu, termasuk suami terdakwa yang hanya menunduk.
Jaksa Marollah melanjutkan pembacaan dakwaannya. Ia membaca dengan seksama seluruh isi dakwaan itu.
"Saksi Saefudin menawarkan, bagaimana kalau saya bayar 500 ribu saja Bu, terdakwa kemudian mengatakan, pokoknya enggak bisa. Kemudian beberapa saat setelah itu, terdakwa mengatakan, OK kita deal, Rp 750 ribu saja dibayar dua kali," ungkap Marollah.
Namun, perbuatan terdakwa terbongkar setelah Dorfin Felix ketahuan kabur, Minggu (20/1/2019) malam.
Akibatnya, seluruh janji saksi Saefullah yang akan membayar matras atau kasur pada Tuti dibatalkan dan matras saksi tidak menjadi barang bukti karena pembayaran belum terlaksana.
Jaksa Amrollah mengatakan, semua saksi dimintai uang oleh Tuti, dengan menyalahgunakan jabatannya, dan tentu saja hal itu menyalahi aturan.
"Termasuk pada Dorfin dia juga minta uang, dalam dakwaan Dorfin posisinya sama saksi yang dimintai uang, tidak ada soal kaburnya Dorfin, tidak ada dari penyidik soal itu. Tanya penyidik," kata Amrollah.
Kuasa Hukum Tuti Edy Kurniadi mengatakan akan menyiapkan jawaban atas dakwaan jaksa dengan menghadirkan sejumlah saksi.
Terkait dengan kondisi Tuti, Edy meminta majelis hakim mengabulkan permohonan kuasa hukum agar Tuti dijadikan tahanan kota karena memiliki anak berusia 5 tahun.
Baca Juga: Diego Dzodan, Petinggi Facebook yang Dipenjara karena Menolak Membuka WhatsApp Gembong Narkoba
"Kita mintalah dia diberikan menjadi tahanan kota, anaknya masih di bawah umur, kasihan. Kita berharap ya, agar ibu Tuti tenang," kata Edy.
Menurut rencana, Tuti akan menjalani sidang lanjutan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, baik yang dihadirkan jaksa penuntut umum maupun kuasa hukum Tuti.
Tutup wajah dengan tisu Sejak masuk dalam kantor Pengadilan Tipikor Mataram, Tuti sudah berusaha menghindar dari kamera wartawan.
Dia bahkan terus menutup wajahnya dengan tisu. Namun, di ruang sidang, Tuti bisa lebih lega karena Ketua Majelis Hakim Sri Sulastri meminta media tidak mengambil gambar baik foto maupun video selama persidangan.
"Media hanya bisa mengambil gambar sebeum sudang dimulai ya. Silakan dimatikan jika sudah selesai dan sidang akan dimulai," kata Sri.
Baca Juga: Pemerintah Filipina: Ada Gembong Narkoba di Balik Kelompok Maute yang Berafiliasi dengan ISIS
Usai persidangan, Tuti kembali menutup wajahnya dan segera memasuki mobil tahanan menuju Lapas Mataram.
Kompol Tuti dilaporkan membantu kaburnya Dorfin Felix dari sel tahanan Polda NTB, 20 Januari 2019 silam dan kembali ditangkap aparat kepolisian Polda NTB, 1 Februari 2019 di kawasan Hutan Pusuk.(Fitri Rachmawati)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judulaksa Ungkap Jual Beli Fasilitas Sel Tahanan Polda NTB oleh Kompol Tuti