Penulis
Intisari-Online.com – Kepala Pusat Data Informasi dan Humas (Pusdatinmas) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)SutopoPurwo Nugroho meninggal dunia diGuangzhou, China, Minggu (7/7/2019), pukul 02.20 waktu setempat atau 01.20 WIB.
Kabar duka ini juga sudah dikonfirmasi Kompas.com dari pihak BNPB yang diwakilkan oleh Kepala Subbagian Tata Usaha Pusdatinmas BNBP, Yahya Djunaid.
"Iya, benar (informasi yang menyebutkan Bapak Sutopo meninggal dunia)," Yahya Djunaid.
Diketahui, Sutopo telah menjalani serangkaian perawatan kesehatan di sejumlah rumah sakit (RS) karena kanker paru-paru yang diidapnya.
Ia divonis kanker paru-paru pada 17 Januari 2018 lalu.
Di Twitter, netizen Indonesia ramai-ramai menyampaikan doa kepada SutopoPurwo Nugroho dengan tagar #RIPSutopo.
Kita semua tahu bahwa kanker merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia dan tentu kita berharap bahwa kita tidak pernah mengalaminya.
Hanya saja, menurut dokter, setiap orang memiliki sel kanker di tubuhnya. Namun tidak ada yang tahu bagaimana sel kanker di tubuh kita aktif atau tidaknya.
Oleh karenanya, kita hanya bisa berusaha untuk setidaknya menjauhi larangan-larangan yang bisa menyebabkan sel kanker berkembang aktif.
Misalnya dengan hidup sehat, rutin berolahraga, dan mengonsumsi makanan sehat.
Namun nyatanya, terkadang kita lupa bahwa ada kebiasaan-kebiasaan lain yang dapat meningkatkan risiko kanker terhadap diri kita.
Salah satunya adalah penggunakan obat anti nyamuk.
Obatanti nyamuk dengan penggunaan disemprot, dibakar, dipanaskan (dengan listrik), maupun yang dioleskan ke tubuh semuanya tak menjamin keamanan bagi kesehatan manusia, apalagi pada anak dan bayi.
Mengapa tidak aman?
Dilansir darihealth.grid.idpada Rabu (24/4/2019), karenaobat anti nyamuk terbuat dari bahan kimia sintetik.
Seperti senyawa kimia organofosfat dan karbamat, yang termasuk dalam golongan pestisida.
Kedua bahan kimia tersebut bisa menghambat kerja enzimacetylcholinesterase(AChE), yaitu enzim yang berkerja pada sistem sawar otak dan dapat memicu transfer sinyal (neurotransmitter) pada saraf manusia.
"Jadi jika kita merasa pusing, mual, setelah mencium obat anti nyamuk, itu tandanya kita sudah keracunan,” paparDr. rer. nat. Budiawan.
Selain bahan kimia organofosfat (diklorvos/DDVP) dan karbamat (antara lai, propoxur), kebanyakan obat anti nyamuk yang beredar saat ini mengandung bahan kimia aktif golongan pyrethroid, di antaranya allethrin, bioallethrin,dantransflutrin.
"Tentu semua bahan insektisida pada prinsipnya sangat berbahaya. Apalagi jika digunakan secara tidak proporsional, dapat emicu terjadinya kerusakan sistem saraf,” jelas Budiawan.
Apalagi pada beberapa obat anti nyamuk yang beredar di pasaran, ada penambahan S2 (octachloro dipropyl ether).
S2 menyebabkan obat anti nyamuk lebih ampuh membunuh segala nyamuk dan serangga lainnya, sepert kecoa, lalat, dan semut.
"Asal tahu saja, jika dimasukan S2 jadinya lebih berbahaya bagi manusia.”
“Karena jika dibakar, bahan tersebut dapat menghasilkan BCME (bischloromethyl ether) yang berisiko memicukanker paru-paru," tutup Direktur Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan FMIPA, Universitas Indonesia (Puska RKL UI) ini, yang juga peneliti dan dosen Toksikologi pada Departemen Kimia FMIPA UI.