Penulis
Intisari-Online.com - Perempuan asal Pontianak, Kalimantan Barat, Monika (23),diperkenalkan dengan seorang perantara yang menjanjikan hidup bahagia sebagai istri seorang pria China tahun lalu.
Monikatak menyangka perkenalan itu menjadi awal 10 bulan kehidupan penuh derita.
Saatitu, Monika menerima uang sebesar Rp17 juta untuk menikahi seorang pria China berusia 28 tahun.
Namun, dia mengklaim pria tersebut selalu menyiksanya saat menolak untuk berhubungan seks.
Sementara sang ibu mertua selalu melecehkannya secara verbal maupun fisik selama dia tinggal di kediaman pria tersebut di privinsi Hebei, 122 kilometer dari Beijing.
Monika yang bertubuh kecil dan berambut lurus ini adalah satu dari 29 perempuan Indonesia yang menjadi korban jaringan perdagangan manusia di China.
Mereka diiming-imingi hidup nyaman tetapi kemudian dipaksa menikah atau bekerja tanpa bayaran di negeri Tirai Bambu itu.
Monika kini mengenang potongan kehidupan yang sekarang berusaha dia lupakan itu.
Perempuan yang hanya sempat mencicipi pendidikan hingga SMP itu tak bisa berbahasa Inggris atau China. Satu-satunya bahasa yang dia ketahui hanyalah bahasa Indonesia.
"Si perantara mengatakan saya akan hidup enak di China. Saya bisa mengirim uang untuk orangtua saya dan suami saya akan memberikan pinjaman," kenangnya.
"Perantara itu juga mengatakan, saya bisa pulang dan menjenguk orangtua kapan pun saya mau," tambah dia.
Setelah hanya satu kali bertemu, Monika memutuskan untuk menerima tawaran itu dan pergi ke kota Singkawang, 150 kilometer dari Pontianak.
Di Singkawang, dia bertemu dua pria asal China dan diminta memilih salah satu sebagai suaminya.
Monika kemudian memilih pria yang berusia 28 tahun dan dengan bantuan penerjemah mereka berbincang selama dua jam.
Sehari setelahnya, mereka bertemu di sebuah salon tempat Monika memoles penampilannya.
Baca Juga: Ini alasan Berat Badan Tidak Turun-turun Meski Sudah Rutin Olahraga
Kemudian, Monika dan pria China itu bertukar cincin, menandatangani dokumen pernikahan yang ditulis dalam bahasa China dan Indonesia serta berfoto.
Sebagai mas kawin, Monika menerima uang tunai Rp18 juta dengan Rp1 juta menjadi hak si perantara.
Sepekan setelah prosesi sederhana itu, Monika sudah dalam pesawat terbang menuju ke China.
Monika mengatakan, meski dia sudah meneken dokumen, dia berpikir mereka baru bertunangan dan pernikahan akan menyusul setibanya dia di China.
Namun, saat tiba di China, Monika langsung dibawa ke kediaman keluarga sang pria. Saat itulah dia menyadari telah menjadi korban penipuan.
Penghasilan sebulan sang suami tak mencapai Rp10 juta seperti yang dijanjikan sang perantara.
Penghasilan sang suami tak menentu karena dia bekerja sebagai tukang di proyek-proyek pembangunan.
Setiap hari mulai pukul 07.00 hingga 19.00, Monika harus membuat bunga kertas untuk dijual sang ibu mertua.
Meski sudah ikut membantu, tak jarang Monika kerap dihukum tak mendapat makanan dan dia juga tak diizinkan mengakses internet.
Akibatnya, Monika sepenuhnya terputus dari keluarga dan teman-temannya di Indonesia.
"Ibu mertua saya amat menakutkan. Saya masih trauma jika memikirkan dia. Melihat dia dari jauh saja sudah cukup membuat saya ketakutan," ujar Monika.
Meski dilarang mengakses internet, Monika selalu mencuri waktu menggunakan internet terutama untuk belajar sedikit bahasa Mandarin.
Setelah menguasai beberapa kosakata dan mempelajari cara menuju ke kantor polisi, Monika kemudian menggunakan taksi untuk menuju ke markas kepolisian setempat.
Di sana, dia menceritakan semua masalahnya dan polisi kemudian meminjamkan telepon untuk menghubungi kedutaan besar Indonesia di Beijing.
Pada Sabtu akhir pekan lalu, Monika tiba kembali di Jakarta setelah 10 bulan masa yang penuh derita itu.
"Saya lega tidak memiliki anak dengan dia. Apa yang terjadi dengan anak-anak saya jika ayah mereka suka memukul ibunya dan memiliki nenek yang kejam?" kata Monika.
"Saya amat tertekan selama hidup di China sehingga nyaris gila. Saya menangis tiap malam. Kini saya hanya ingin bekerja agar adik-adik saya bisa sekolah," dia menegaskan.
Awal bulan ini, setelah mengetahui kasus Monika, polisi menggerebek sebuah rumah di Pontianak yang diyakini adalah milik sang perantara.
Operasi itu mengungkap adanya 60 perempuan yang akan diterbangkan ke China untuk menikahi pria yang sudah membayar hingga Rp400 juta untuk satu perempuan.
Baca Juga: Benda Tak Wajar Ini Bersarang di Otaknya, Pria Ini Sakit Kepala 5 Tahun Tak Kunjung Sembuh
Sementara di China, pekan lalu kepolisian negeri itu menyelamatkan 1.147 perempuan warga asing korban perdanganan manusia.
Di antara mereka terdapat 17 anak-anak asal Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Thailand.
Sebanyak 1.332 orang ditahan dan sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam jaringan perdagangan manusia ini.
(Ervan Hardoko)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Perempuan Indonesia yang Dijual untuk Menikahi Pria China"