Find Us On Social Media :

Pengasuh Perkosa dan Bunuh Balita Berusia 20 Bulan: Ini Dampak Jika Anak Mengalami Kekerasan Seksual

By Mentari DP, Sabtu, 22 Juni 2019 | 18:00 WIB

Pengasuh perkosa dan bunuh balita berusia 20 bulan.

Intisari-Online.com – Kabar mengejutkan datang dari Kalimantan Barat.

Dilansir dari suar.grid.id pada Sabtu (22/6/2019), seorang balita berinisial YW yang masih berusia 1 tahun 8 bulan (22 bulan) telah diperkosa dan dibunuh pada Rabu (19/6/2019) pukul 11.30 WIB.

Tragisnya, pelaku pemerkosaan dan pembunuhan tersebut merupakan pengasuh bayi yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri.

Baca Juga: Syahnaz Sadiqah Hamil Bayi Kembar: Ini 7 Solusi Untuk Mengasuh Anak Kembar

Menurut Kasat Reskrim Polres Kapuas Hulu Iptu Siko pada Kamis (20/6/2019), mengutip dari Facebook Yuni Rusmini, tersangka bernama Arman (33) dan kejadian pemerkosaan dan pembunuhan tersebut terjadi di kompleks perkebunan kelapa sawit, Desa Titin Peninjau, Kecamatan Empanang.

"Pelaku beranisial ARM merupakan pengasuh korban,” Iptu Siko.

"Atas kejadian tersebut, kami menemukan tanda-tanda kekerasan seksual di tubuh korban," ujarnya.

Dari hasil pemeriksaan, polisi menemukan luka tusukan di bagian dagu sebelah kanan dan perut korban.

Tak hanya itu, korban juga telah mengalami kekerasan seksual.

"Ada tanda-tanda kekerasan di organ-organ vital korban," kata Iptu Siko.

Polres Kapuas Hulu saat ini masih menyelidiki kasus itu.

Semakin hari, kasus pemerkosaan semakin marak terjadi di Indonesia. Korbannya ada bermacam-macam. Dari bayi, anak kecil, remaja hingga orang dewasa.

Dilansir dari kompas.com pada awal tahun 2018 lalu, total sekitar 30 juta anak di Indonesia pernah mengalami tindakan kekerasan, termasuk kekerasan fisik, verbal, seksual, dan psikis.

Baca Juga: Syahnaz Sadiqah Hamil Bayi Kembar: Ibu yang Lahirkan Bayi Kembar Mungkin Lebih Panjang Umur dari Ibu-Ibu Kebanyakan

Untuk kasus kekerasan seksual sendiri, akibatnya bisa berdampak besar bagi masa depan mereka.

Sebab, anak korban kekerasan seksual cenderung menutupi apa yang terjadi pada dirinya. Sehingga orang lain tak bisa membantu dan membuatnya semakin tertekan.

Akibatnya psikologis, fisik, dan sosial anak bermasalah. Antara lain:

- Anak menjadi pribadi yang tertutup dan tidak percaya diri,

- Timbul perasaan bersalah, stres, bahkan depresi,

- Timbul ketakutan, fobia tertentu, atau malah trauma,

- Susah makan dan tidur dan mendapat mimpi buruk, dan

- Terjangkit penyakit menular seksual.

 Dan dampak tersebut akan semakin besar jika kekerasan seksual yang mereka terima semakin sering.

Nantinya trauma tersebut akan semakin besar dan proses pemulihan akan sangat lama.

Perhatian terhadap anak

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, orang terdekat harus tanggap dengan gerak-gerik anak.

Orang terdekat tersebut bisa berupa orangtua, guru, dan masyarakat lainnya.

Baca Juga: Syahnaz Sadiqah Hamil Bayi Kembar: Ini 5 Faktor yang Paling Berpengaruh dalam Mendapatkan Bayi Kembar

"Dalam situasi sekarang ini, orangtua diimbau untuk memperhatikan perubahan tingkah laku dari anak. Pergaulan harus dicek. Terjadi enggak perubahan," kata Arist saat dihubungi Kompas.com pada tahun 2015 silam.

Biasanya, lanjut Arist, perilaku anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual berubah. Perubahan itu dapat berupa ketakutan yang bisa diidentifikasi oleh elemen terdekat dengan anak.

"Kalau kita mau memutus mata rantai (kejahatan seksual) ya (lakukan) itu," kata Arist.

Pendidikan seks

Agar tak lagi menjadi tabu, anak harus sedari dini diberikan pendidikan seks. Pendidikan tersebut berupa pengenalan organ tubuh intim mereka dan bagaimana cara menjaganya.

"Orangtua megajarkan kepada anak bukan hanya larangan. Pendidikan seks harus diajarkan anak untuk menjaga organ seksualias," kata Arist.

Larangan untuk tidak keluar malam dengan risiko negatif harus dikurangi. Pasalnya, larangan seperti itu, tanpa disertai pengetahuan seksualitas sejak dini, tidak akan berdampak apa pun.

"Tapi (harus) memberikan pengetahuan terhadap ketahanan anak untuk dia mencegah dan menolak apa yang dia rasakan (salah)," kata Arist.

Dengan demikian, sang anak bisa mengatakan tidak terhadap bujuk rayu orang lain yang berniat melakukan kejahatan seksual terhadapnya.

Baca Juga: Syahnaz Sadiqah Hamil: Ternyata Ibu Hamil yang Sering Mual dan Muntah Adalah Tanda Bayi Akan Miliki IQ Tinggi