Sandra Dewi Sebut Dirinya Bengkak: Kenapa Self Deprecating Dilakukan?

T. Tjahjo Widyasmoro

Penulis

Sandra Dewi menyebut diri bengkak saat hamil delapan bulan pada komentar di postingan Instagram Dewi Perssik. Tindakan ini disebut self deprecating.

Sandra Dewi memasuki usia kehamilan 8 bulan.

Salah satu foto terbarunya dipos dalam akun Instagram Dewi Perssik @dewiperssikreal.

Pada pos tersebut, Dewi Perssik menyebut dirinya dan Sandra Dewi tengah syuting tapping di Trans Park Juanda Bekasi.

Sandra Dewi mengomentari foto itu dengan kalimat “Aw lovely! Maafkan bumil 8 bulan yg bengkak ini” disertai emoji.

Sontak komentar ini meraih respons 350 likes dan 83 comments pada 19 jam pertama diunggah.

Beberapa akun merespons dengan candaan seperti “8 bulan hamil seriusan gak keliatan auto lemak-lemak dalam tubuhku menjerit huahhh,” dan seperti “Segitu bengkak gimana aku kaa yang kaya toren air hahaha.”

Baca Juga: Bukan dengan Siksaan, Pria Ini Justru Interogasi Tahanan Nazi dengan Lelucon & Candaan

Di sisi lain, komentar Sandra Dewi mendapat respons sebaliknya. Salah satunya yakni, “Syelalu deh merendah untuk meroket princes 1 ini hehe kalo yang obes liat komen ginian makin mau bunuh diri kali. Mbak gak usah kayak gini juga udah bnyak yg muji kok hehe.”

Akun lainnya menilai komentar Sandra Dewi sebagai subtle body shaming, seperti, “Ternyata Sandra Dewi suka body shamming juga. Cuma alusss coy..ih..”

Lainnya berkomentar, “Mungkin standar gemuk orang beda-beda ya. Kasian yang overweight dan berusaha mati-matian untuk diet kalo segini aja disebut bengkak. Serasa di body shaming secara tidak langsung.”

Komentar merendah yang dilakukan Sandra Dewi biasa dikenal dengan istilah self deprecating.

Pada dasarnya, self deprecating adalah tindakan dengan rendah hati mengkritik atau mencela diri sendiri dengan nada humor.

Baca Juga: Tak Hanya Manusia, Hewan Juga Miliki Selera Humor Lho! 10 Foto Ini Buktinya

Coping mechanism

Penelitian Farideh Khavari dkk. menemukan, self deprecating merupakan bagian dari cara ibu mengatasi stres dan kondisi tidak nyaman yang disebabkan dari dalam dirinya maupun dari lingkungan sosial.

Penelitian di Mashhad University of Medical Sciences, Iran ini menjelaskan, kehamilan pada dasarnya merupakan peristiwa fisiologis yang dapat menyebabkan stres dan kecemasan pada sang ibu.

Stres dan kecemasan ini dapat disebabkan oleh perubahan neuroendocrine, perubahan fisik, fisiologis, dan sosial.

Di samping itu, tekanan pada ibu juga dapat muncul dari proses adaptasi mereka untuk berperan sebagai ibu.

Studi di Inggris mengungkapkan prevalensi stres pada kehamilan berkisar pada 33-37 %.

Baca Juga: Anti Stress, Citra Marina Meditasi Lewat Menggambar di Kereta

Sementara itu, studi di Iran menunjukkan bahwa 25,58% ibu menderita tingkat stres berat.

Penelitian berjudul The Relationship between Prenatal Coping Strategies and Irrational Beliefs in Pregnant Woman ini menemukan, stres saat kehamilan dapat menjadi komplikasi dengan penyebab stres ibu selanjutnya.

Contohnya yakni stres saat melahirkan, menyusui, keguguran, pusing dan muntah, depresi pascamelahirkan, kemungkinan operasi cesar, dan berat bayi yang rendah.

Nah, para ibu hamil tanpa sadar biasanya mengatasi pikiran dan pemicu stres mereka dengan strategi penanggulangan mental.

Salah satu strategi tersebut adalah self deprecating.

Baca Juga: Di Dunia ‘Stand Up Comedy’, Memancing Tawa Lewat Hal-hal Tabu Memang Lebih Gampang, Tapi…

Kemampuan seseorang untuk melakukan self deprecating bergantung pada apa yang dipercayainya dan sikap sehari-hari.

Penelitian ini menggarisbawahi, orang cenderung tidak melakukan self deprecating saat dirinya tidak percaya diri.

Jadi, ketika seseorang benar-benar tidak percaya diri dengan kondisi dirinya, mereka akan cenderung berharap diterima oleh lingkungannya dan khususnya untuk wanita, melontarkan rasa frustasi pada sesama perempuan.

Media sosial jadi tempat empowering ibu

Judy Verseghy dalam bukunya, Fat Studies: An Interdisciplinary Journal of Body Weight and Society menyebut, media sosial dapat menjadi ranah untuk belajar ramah pada body positivity dan empowerment bagi ibu.

Baca Juga: 5 Tahun Berturut Lahirkan Lima Anak dan Anjurkan Para Ibu Agar Tidak Stres, Anda Dapat Lakukan Ini!

Media sosial dapat menjadi medium terapi, praktik, dan edukasi bagi ibu untuk menceritakan kisah dan perjuangan tubuhnya, termasuk saat kehamilan.

Contoh, dari caption, ibu yang berat badannya naik saat hamil dapat saling mendukung ketimbang mengkritik.

Narasi tentang tubuh ibu yang ditulis di media sosial dapat mengubah kisah body shaming atau penolakan terhadap bentuk tubuh tertentu menjadi kisah pembelajaran penerimaan tubuh.

Dari media sosial, ibu pun jadi didukung menerima bentuk tubuhnya yang berubah, sehingga menjalani periode kehamilan yang sehat baik fisik maupun mental.

Artikel Terkait