Penulis
Intisari-online.com - Praktik perbudakan wanita untuk menyediakan seks bagi pasukannya dalam Perang Dunia II adalah sedikit sekuel yangkita ketahui.
Pasalnya, sistem wanita penghibur bukan lagi sebuah hal rahasia dalam militer Jepang kala itu.
Dalam dokumen dan catatan melansir Chron, menunjukkan bahwa setelah menyerah pada AS, Jepang membuat sistem "wanita penghibur" yang serupa untuk GI Amerika.
Otoritas AS mengizinkan sistem pelacuran resmi beroperasi, meskipun laporan internal perempuan dipaksa masuk sebagi pelacur.
Baca Juga : Jadi Anak Orang Terkaya ke 2 di Dunia, Ternyata Uang Saku Putri Bill Gates Hanya Rp150 ribu per Minggu
Orang Amerika paham betul dengan hal itu, terbukti dari perlakukan Jepang terhadap wanita-wanita di seluruh negara Asia bekas jajahannya selama perang.
Puluhan ribu perempuan dipekerjakan untuk menyediakan seks murah bagi pasukan AS sampai pada musim semi 1946,sebelumJenderal MacArthur menutup rumah bodril itu.
Sistem prostitusi yang dipaksa
Dokumen-dokumen menunjukkan bahwa rumah bordil yang ditawarkan ke dalam operasi ketika pasukan Amerika menduduki Jepang sejak 1945.
"Sayangnya, kami harus mendirikan stasiun wanita penghibur untuk pasukan yang yang menduduki Jepang," kenang sejarah resmi Departemen Kepolisian Prefektur Ibaraki.
Baca Juga : Mengenal Jo Cameron, Wanita 60 Tahun yang Tak Pernah Bisa Merasakan Sakit, Termasuk Saat Melahirkan
Pemerintah dari Kementerian Dalam Negeri datang pada 18 Agustus 1945, satu hari sebelum delegasi Jepang terbang ke Filipina untuk menegosiasikan persyaratan penyerahan kedudukan negara mereka.
Polisi ibarakai, segera bekerja satu-satunya fasilitas yang cocok adalah asrama untuk petugas polisi tunggal, yang dengan cepat dirubah menjadi rumah bordil.
Tempat tidur dari angkatan laut juga demikian, besama dengan 20 wanita penghibur rumah bordil ini dibuka untuk bisnis pada 20 September.
Pejabat polisi dan pengusaha Tokyo membangun jaringan rumah bordil di bawah naungan Asosiasi Rekreasi dan Hiburan yang beroperasi dengan dana pemerintah.
Pada 28 Agustus 1945 gelombang maju pasukan tiba di Atsugi, tepat di selatan Tokyo, menjelang malam, pasukan menemukan rumah bordil pertama mereka.
"Saya bergegas ke sana dengan dua atau tiga eksekutif RAA, dan terkejut ketika melihat 500 atau 600 tentara berdiri di Jalan," kata Seiichi Kaburagi, kepala hubungan masyarakat RAA menulis dalam memoar 1972.
Kaburagi menulis bahwa tentara AS membayar di muka dan diberi tiket serta kondom.
Rumah bordil RAA (Recreation and Amusement Assosiation) pertama, disebut Komachien, The Babe Garden dengan 38 wanita, tetapi karena permintaan tinggi meningkat menjadi 100.
Setiap wanita melayani 15 hingga 60 klien.
Baca Juga : Bersama 25 Kota, Gerakan Menuju 100 Smart City 2019 Resmi Dimulai
70.000 wanita penghibur disiapkan
Pada akhir 1945, sekitar 350.000 tentara AS menduduki jepang, pada puncaknya RAA mempekerjakan 70.000 pelacur untuk melayani mereka.
Para pemimpin sebenarnya tidak buta dengan wanita penghibur yang direkrut Jepang untuk pasukannyanya maupun untuk GI.
Pada 6 Desember 1945, memorandum Letkol Hugh McDonald, seorang pejabat senior di Divisi Kesehatan dan Kesejahteraan Umum Markas Besar, menunjukkan bahwa pasukan AS sadar wanita penghibur Jepang sering dipaksa.
"Gadis tersebut terkesan tertular oleh kesulitan keuangan orangtuanya yang putus asa dan desakan mereka, kadang-kadang ditambah dengan kesediaanya untuk berkorban demi membantu keluarga," tulisa McDonald.
Di tengah kekhawatiran itu pengungkapan rumah bordil juga mempermalukan AS, pendudukan AS pada tanggal 25 Maret 1956, membuat McArthur menuntup semua tempat pelacuran Jepang.
Di bawah tekanan kuat, pemerintah Jepang meminta maaf pada tahun 1993 dalam perannya menjalankan pelacuran di sekitar Asia.
Baca Juga : Jadi Anak Orang Terkaya ke 2 di Dunia, Ternyata Uang Saku Putri Bill Gates Hanya Rp150 ribu per Minggu