Find Us On Social Media :

Dari Jual Ginjal hingga Mandi Kembang di Padepokan, Inilah Deretan Kisah Caleg Stres Sepanjang 2014

By Afif Khoirul M, Minggu, 21 April 2019 | 19:00 WIB

Ilustrai-fenomena caleg stres gagal menjadi caleg.

1. Jual Ginjal untuk Bayar Utang

Seperti yang terjadi pda seorang caleg asal Pekalongan berikut ini pada pemilu legislatif 2014 silam.

Chandra Saputra (26), warga Pekalongan, Jawa Tengah, sudah 10 hari berada di Jakarta.

Dikejar utang dana kampanye, caleg gagal ingin jual ginjal miliknya.

Ia mencalonkan diri sebagai caleg Dapil 4 Kabupaten Pekalongan, tetapi gagal mendapatkan suara yang bisa mengantarnya ke kursi DPRD sehingga kabur dari kampungnya di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, karena dikejar-kejar penagih utang.

Kepergiannya ke Jakarta hanya untuk menjual ginjalnya dan rencananya uang tersebut akan dipakai untuk melunasi sejumlah utangnya sekitar Rp420 juta.

Uang sebesar itu dipergunakan untuk biaya kampanye Pemilihan Caleg 2014 Dapil 4 Kabupaten Pekalongan.

"Saya dari tanggal 5 Mei sudah di Jakarta. Saya dari kampung di Kecamatan Cepu, naik kereta turun di Stasiun Jatinegara," ujarnya saat diwawancarai Warta Kota, Selasa (13/5/2014), di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, tempat ia mengasingkan diri.

Ia mengaku hanya membawa delapan stel baju di tas kopor berwarna coklatnya.

Selain itu, tas hitam kecilnya untuk menyimpan satu charger untuk pengisian baterai gadget Samsung Mega dan BlackBerry Torch hitamnya.

Ia juga membawa baju batik warna biru ala Partai Demokrat serta celana bahan berwarna hitam.

"Awalnya, saya didorong masyarakat Pekalongan untuk menjadi calon anggota legislatif DPRD Kabupaten Pekalongan," tutur pemuda yang sudah tiga tahun bekerja sebagai asisten pribadi anggota DPR dari Partai Demokrat itu.

"Karena saya rajin bersosialisasi dengan masyarakat, dan kegiatan pemuda salah satunya Karang Taruna, masyarakat ingin saya mencalonkan diri."

Akhirnya, Chandra langsung mendaftarkan ke KPU setempat.

Tentunya sambil terpaksa dibebani utang dana kampanye.

Ternyata Partai Demokrat di daerahnya hanya mendapat satu kursi dan itupun sisa suara.

"Nggak sesuai harapan, Mas, karena partainya juga sedang digunjang-ganjing info tak sedap," jelas caleg gagal yang ingin menjual ginjalnya ini.

"Harapan di sana mendapat dua kursi untuk Partai Demokrat malahan hanya mendapat satu kursi. Itu pun sisa suara."

Sementara kedua orangtuanya, ayahnya pensiunan masinis PT KAI dan ibunya wiraswasta sekaligus penjual sayur, juga sempat memberikan dana kepadanya sebesar Rp180 juta.

Uang tersebut digunakan untuk biaya kampanye.

Lantaran kalah dari lawannya yang sama partainya, Chandra sudah mulai kehilangan akal.

Banyak orang menyambangi kediamannya untuk menagih utang.

Chandra pun mencari cara untuk menutupi utang dana kampanye.

Ia pun melakukan sistem tambal sulam, meminjam dari sana-sini untuk menutupi utang tersebut.

"Saya saat ini berurusan dengan rentenir dan juga utang dengan saudara dan teman. Ditotal yang belum terbayar Rp420 juta. Minggu ini pun sudah jatuh tempo, tepatnya tanggal 9 Mei 2014," jelasnya.

Chandra, caleg gagal ingin menjual ginjalnya seharga Rp420 juta, senilai dengan total utangnya.

"Saya realistis, harga ginjal sesuai dengan nominal utang senilai Rp 420 juta," katanya.

Baca Juga : Wanita Ini Lumpuh Setelah Meretakkan Lehernya Hingga Berbunyi 'Kerek'

2. Tarik Buku Tabungan

Kisah-kisah caleg gagal berikut ini merupakan kisah pada Pemilu 2014.

Politik uang, meski dilarang, kerap dipraktikan oleh para caleg karena diyakini ampuh mengeruk suara.

Itulah yang dilakukan oleh salah satu caleg parpol berinisial Y di kota Bogor.

Melalui SB yang merupakan tim suksesnya, Y membagikan ratusan buku tabungan di Kampung Muara, Kelurahan Pasirjaya, Kecamatan Bogor Barat senilai Rp 50 ribu setiap buku.

Namun, hasil perhitungan suara ternyata berkata lain bagi Y.

Dari total DPT yang mencapai 900 suara, Y hanya mampu meraih 10 suara.

Tanpa merasa malu, Y memutuskan untuk menarik kembali setiap buku tabungan yang sudah dibagikannya sebelum Pemilu.

Baca Juga : Kehilangan Motivasi untuk Turunkan Berat Badan? Coba Tips Ini!

3. Sembunyi di Rumah Ketua Partai

Sementara itu di Banda Aceh, para caleg gagal memilih untuk bersembunyi di rumah ketua partai.

Alasannya, keenam caleg tersebut belum bisa membayar uang saksi yang diminta oleh mereka untuk menjaga TPS.

Salah satu dari caleg gagal tersebut mengaku dirinya merasa diteror oleh para saksi yang meminta honor saksi, yang dia akui tak bisa dibayarnya karena dirinya sudah kehabisan uang.

"Sekarang kami terpaksa harus menginap di rumah ketua partai," ujarnya, seperti dilansir dari Antara.

4. Gangguan Jiwa

Kekalahan dalam Pemilu juga bisa mengakibatkan pada tekanan jiwa pada para caleg gagal.

Salah satu kisahnya adalah caleg gagal asal Dapil Tangerang.

Caleg pria yang diketahui berusia 40 tahun tersebut langsung marah-marah saat mengetahui dirinya gagal melaju ke Senayan.

Sore harinya usai pencoblosan, dia langsung stres dan merangkak di pinggir jalan sambil membawa cangkir meminta uang kepada setiap orang yang lewat.

Kalimat yang diucapkannya, "Kembalikan uang saya."

Baca Juga : Jenggot Tebal Pria Diklaim Lebih Banyak Terdapat Kuman Dibanding Bulu Anjing, Kok Bisa?

5. Ibu Muda Bunuh Diri

Kisah lebih tragis dialami seorang ibu muda yang merupakan caleg dari Dapil I kota Banjar.

Caleg dengan nomor urut 8 tersebut memilih untuk mengakhiri hidupnya setelah gagal menjadi anggota dewan.

Wanita berinisial S tersebut depresi setelah dirinya dinyatakan gagal memperoleh suara yang sudah ditentukan.

Tak lama berselang setelah hasil perhitungan suara usai, wanita tersebut bunuh diri dan mayatnya ditemukan di sebuah saung bambu di Dusun Limusnunggal, Desa Bangunjaya, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Ciamis.

6. Bawa Lari Kotak Suara

Salah satu contohnya adalah kasus caleg dari PKS, Muhammad Taufiq (50) yang merasa kecewa karena perolehan suaranya jauh dari harapan.

Dengan penuh emosi, Taufiq mengajak Asmad (50) keluar rumah untuk menuju TPS 2 Dusun Cekocek, Desa Bierem, Kecamatan Tambelangan, Kabupaten Sampang.

Yang dilakukan keduanya di TPS tersebut sungguh di luar dugaan.

Mereka langsung mengambil paksa sebuah kotak suara tanpa permisi.

"Merasa tidak puas dengan hasil perhitungan suara, kedua pelaku pergi ke TKP dan mengambil kotak suara secara paksa, kemudian dibawa ke rumah saudara Taufik," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie, seperti dilansir dari Antara.

7. Tarik Bantuan di Musala

Di Tulungagung, Jawa Timur, seorang caleg yang gagal lolos ke parlemen nekat menarik kembali bantuan yang sudah diberikannya untuk sebuah mushola.

Haji Miftahul Huda, caleg dari Partai Hanura, mengambil kembali sumbangan berupa 2.000 batu bata, 10 sak semen, dan satu truk pasir yang saat masa kampanye dia sumbangkan untuk pembangunan mushola di RT 2 Desa Majan, Kecamatan Kedung Waru, Tulungagung.

8. Tutup Jalan Perumahan

Sementara itu caleg dari Partai Amanat Nasional (PAN), Anselmus Petrus Youw, nekat menutup jalan masuk Perumahan Satpol PP di Nabire, Papua Barat, dengan balok kayu, karena warga setempat tidak memilih dirinya.

Bersama puluhan pendukungnya, dia menutup gapura masuk perumahan di Kampung Wadio, Kelurahan Bumi Wonorejo, Nabire, Papua. Mereka merusak pangkalan ojek dan kantor kepala desa.

9. Kepala Desa Tutup TK

Kasus caleg gagal di Kolaka, Sulawesi Tenggara, sedikit berbeda.

Jika biasanya caleg gagal yang langsung bertindak untuk melampiaskan kekecewaannya, di Kolaka 'eksekutornya" adalah seorang kepala desa.

Kepala desa tersebut menyegel sebuah sekolah Taman Kanak Kanak dan Tempat Pendidikan Anak Usia Dini. Bahkan mengancam akan mengusir seluruh guru dan kepala sekolahnya setelah dua orang caleg titipan sang kades kalah di TPS dusun ini.

Akibat penyegelan ini sebanyak 27 siswa TK terpaksa belajar di rumahnya masing-masing.

10. Mandi kembang di Padepokan

Selain kisah tersebut di atas ada beberapa caleg yang melakukan antisipasi supaya tidak kecewa bila tak lolos.

Yayat Abdurahman, salah seorang calon legislatif (caleg) DPRD Kabupaten Cirebon dari Partai Gerindra, pesimistis lolos Pileg 2019.

Yayat tak menyangka perolehan suaranya tak sesuai target.

Kebimbangan Yayat itu menuntunnya menuju ke Padepokan Anti Galau Yayasan Al Busthomi di Desa Sinarrancang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jabar.

"Harus ada keyakinan dalam diri saat maju Pileg. Kalau gelisah sih tidak, cuma ada rasa tidak optimis atau bimbang," kata Yayat usai melakoni ritual mandi kembang di Padepokan Anti Galau, Jumat (19/4/2019)

Yayat mengaku maju sebagai caleg bermodal keyakinan dan jaringan.

"Kemungkinan suara sih biasa-biasa saja. Karena saya juga tidak menggunakan kekuatan yang kuat, hanya kepercayaan diri, keluarga, teman, dan sahabat," katanya. (Liston Damanik/Wartakota)

Artikel ini pernah tayang di Tribun Medan dengan judul 10 Kisah Caleg Gagal Paling Miris di Pemilu 2014, Tarik Tabungan hingga Mengemis di Pinggir Jalan