Find Us On Social Media :

Kisah Jovian, Petani Milenial yang Mencoba Mengangkat Pisang Lokal

By Agus Surono, Rabu, 17 April 2019 | 19:00 WIB

Jovian, petani milenial yang mencoba mengangkat pisang lokal.

Intisari-Online.com - Data Badan Pust Statistik per Februari 2017 menunjukkan jumlah petani Indonesia tinggal 36 juta orang. Turun 1,2 juta sejak Februari 2014.

Berdasarkan data sejak tahun 2010 sampai 2017 memang terus terjadi penurunan sebesar 1,1% per tahun. Namun, menurut Rektor IPB, Arif Satria, penurunan jumlah petani sesuatu yang biasa. Yang menjadi persoalan adalah jika petani yang ada tidak produktif.

Di era ketika generasi langgas (milenial) mulai masuk ke generasi produktif, ada kekhawatiran sektor pertanian tak menarik minat generasi langgas. Terbatasnya lahan, penghasilan kecil, susah mencari modal menjadi beberapa alasan generasi langgas emoh menekuni pertanian.

“Karena itu, pemerintah perlu bekerja keras. Harus menanamkan mindset bahwa bekerja di sektor p‎ertanian lebih besar penghasilannya bila dibandingkan bekerja di perusahaan,” kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Agung Hendradi di Pontianak beberapa waktu silam.

Toh, ada juga beberapa generasi langgas yang menekuni dunia pertanian. Salah satunya Jovian Agustinus (32), pengusaha muda di bidang agribisnis dari Bandung.

Bermula dari bisnis pupuk cair organik saat masih kuliah di ITB, kini ia menjadi pemasok sayuran di Bandung ke beberapa pasar tradisional dan modern. Sebulan, ia bisa menghasilkan sayur yang kebanyakan berupa sayur daun sekitar tiga ton.

Baca Juga : Sukses Jadi Auditor Keuangan, Pria Malaysia Ini Malah Pilih Hidup Sebagai Petani, tapi Lihat Penghasilannya Kini!

Awalnya dari pupuk

Menurut Jovian, prospek dunia pertanian sangat menjanjikan. Karenanya ia mendorong generasi langgas untuk tidak ragu terjun di bidang agrobisnis. ”Permintaan akan bahan pangan sangat besar,” katanya saat Intisari bertemu di kedai kopi waralaba di seputaran Harmoni Jakarta Pusat.

Hanya saja, ia menegaskan untuk total terjun di bidang itu. Jangan dijadikan sebagai sambilan. Jovian bercerita tentang rekan bisnisnya yang mampu menghasilkan rata-rata 30 ton per bulan untuk memasok supermarket. Terlihat banyak kan? Padahal itu baru memenuhi 60% kebutuhan!

Jovian menemukan passion-nya di dunia pertanian justru setelah duduk di bangku Sekolah Farmasi ITB tingkat akhir (2016). Saat itu ia suka jalan-jalan ke wilayah pinggiran Bandung. Ia melihat potensi besar di pangan. Dari buku-buku yang ia baca, Jovian pun jadi tahu soal krisis pangan yang sudah muncul di awal 2010.

“Kemudian ada teman yang sudah masuk di bidang ini.Ia memproduksi pupuk organik yang dipasarkan ke petani-petani di Lembang. Saya bergabung untuk mengembangkan pupuk organik tadi. Saya di bagian pemasaran, teman saya tetap di bagian formulasi dan produksi,” tutur Jovian.