Kepala Manusia Sebagai Mas Kawin dan Tradisi Penggal Kepada Suku Naulu

Ade S

Penulis

Bagi suku Naulu, berburu kepala manusia merupakan persembahan kepada nenek moyang. Tradisi inilah yang membuat mereka dianggap sebagai suku primitif.

Intisari-Online.com -Tinggal jauh dari ingar-bingar kehidupan perkotaan, masyarakat suku Naulu asal Maluku ini hidup dengan mempertahankan tradisi nenek moyang.

Mereka, tidak seperti umumnya masyarakat Indonesia, lebih banyak hidup tanpa memeluk agama apa pun.

Seperti beberapa suku Indonesia yang mempertahankan tradisi nenek moyang, mereka memeluk kepercayaan yang sudah diwariskan secara turun-temurun.

Untuk bertahan hidup, penduduk suku Naulu akan berladang dan berburu.

Baca Juga : Kehidupan Primitif Suku Asli Amazon Terungkap Lewat Foto-foto Ini, Sungguh Menakjubkan

Masyarakat yang mendiami Pulau Seram, Maluku ini memiliki tradisi yang mengerikan bagi sebagian besar orang.

Bagi mereka, berburu kepala manusia merupakan persembahan kepada nenek moyang. Tradisi inilah yang membuat suku Naulu dianggap sebagai suku primitif.

Mereka percaya bahwa tradisi ini wajib untuk dilakukan agar terhindar dari bahaya atau musibah.

Selain itu, tradisi ini dianggap sebagai sebuah kebanggaan dan simbol kekuasaan.

Baca Juga : Ainu, Suku Asli Jepang nan Misterius, Hidup dalam Persembunyian dengan Bahasa yang Tak Dikenal di Bumi

Kepala manusia memiliki arti penting bagi suku ini. Maka, tidak heran bila kepala manusia juga dijadikan sebagai mas kawin ketika seseorang dalam suku Naulu akan menikah.

Pada zaman dahulu, raja suku Naulu menggunakan cara ini untuk memilih seorang menantu laki-laki.

Sebagai bukti kejantanan, sang pria harus membawa kepala manusia sebagai mas kawin.

Persembahan kepala juga dilakukan saat penduduk mengadakan sebuah ritual Pataheri, ritual yang dilakukan sebagai perayaan atas dewasanya seorang anak laki-laki.

Bagi remaja yang berhasil memenggal kepala seseorang, mereka akan mengenakan ikat kepala merah sebagai simbol kedewasaan.

Tradisi ini sempat dinyatakan hilang pada awal tahun 1900-an. Namun, beberapa sumber mengatakan bahwa tradisi ini masih dilakukan hingga tahun 1940-an.

Setelah bertahun-tahun, tradisi ini tidak lagi terdengar.

Hingga akhirnya, pada tahun 2005, ditemukan dua mayat tanpa kepala di kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah.

Baca Juga : Bukan 12, Suku Israel Sebenarnya Hanya 11, Temuan Kontroversial Sebut Suku Dan Bukan Keturunan Yakub

Kedua mayat tersebut diidentifikasi bernama Bonefer Nuniary dan Brusly Lakrane, yang ditemukan dalam kondisi mengenaskan karena bagian tubuhnya telah dipotong-potong.

Seperti dikutip dari Tribun Jambi pada Rabu (17/10/2018), hasil penyelidikan menunjukkan bahwa keduanya dibunuh oleh Suku Naulu sebagai persembahan kepada leluhur.

Pelakunya merupakan warga dengan marga Sounawe, yang melakukan ritual ini untuk memperbaiki rumah adat mereka.

Kejadian ini membuat para pelaku mendapat hukuman yang cukup berat. Ketiga pelaku, Patti Sounawe, Nusy Sounawe, dan Sekeranane Soumorry dijatuhi hukuman mati.

Sedangkan tiga pelaku lainnya, Saniayu Sounawe, Tohonu Somory, dan Sumon Sounawe dipenjara seumur hidup.

Sejak kejadian ini, lembaga hukum berusaha untuk melakukan sosialisasi kepada semua pihak tentang adanya hukuman tegas bagi tindakan pembunuhan.

Kini, tradisi penggal kepala telah dihapus dan tidak terdengar lagi adanya korban yang menjadi persembahan.

(Nesa Alicia)

Artikel ini sudah tayang di NationalGeographic.co.id dengan judul "Kepala Manusia Sebagai Mas Kawin dan Tradisi Penggal Kepada Suku Naulu".

Baca Juga : KIsah Mengerikan Pembantaian 115 Penduduk Desa di Mali oleh Sekelompok Suku Pemburu

Artikel Terkait