Find Us On Social Media :

Sisi Lain Soeharto yang Jarang Diceritakan, Salah Satunya Permintaan Bu Tien Sebelum Meninggal

By intisari-online, Kamis, 7 Maret 2019 | 17:30 WIB

Intisari-Online.com - Dalam sebuah upacara Golkar tahun 1996, Ny. Mien Sugandhi yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Peranan Wanita duduk berdampingan dengan Ny. Tien Soeharto.

Tiba-tiba Ibu Tien berkata, "Tolong katakan kepada ... (ia menyebut salah seorang petinggi Golkar), agar Pak Harto jangan menjadi presiden lagi. Sudah cukup, sudah cukup. Beliau sudah tua.""Lo, kalau begitu siapa yang mumpuni untuk menggantikan beliau?" Mien Sugandhi terkejut dan bertanya."Biarlah itu diserahkan dan ditentukan oleh Pemilu saja. Aku sudah tidak mau lagi. Aku mau pergi, aku lungo (pergi). Pokoke aku lungo," kata Ny. Tien.

Baca Juga : Kisah Cinta Pak Harto dan Bu Tien, Semanis Tebu yang Menyentuh KalbuMien Sugandhi menyampaikan pesan itu kepada orang yang dimaksud, tetapi orang itu tak percaya.

April 1996 Ny. Tien benar-benar pergi untuk selama-lamanya. Maret 1998 Pak Harto tetap dipilih menjadi presiden.

Perubahan memaksa Soeharto berhenti.

Mien membatin, "Seandainya orang-orang yang dulu diberi pesan oleh Ibu Tien mendengarnya."

Baca Juga : Jadi, Di Manakah Jenderal Soeharto saat Peristiwa G30S Terjadi?

Tak selamanya Ny. Tien serius. Brigjen Eddie M. Nalapraya, mantan wagub DKI, bercerita tentang pengalamannya sewaktu mendampingi Pak Harto memancing di Pelabuhan Ratu.

Ketika mobil hendak berangkat, sang nyonya mengetuk kaca persis di posisi Eddie duduk."Siap! Saya Bu," kata Eddie setelah kaca diturunkan."Jangan memancing ikan yang rambutnya panjang ya!" pesan Ny. Tien.Hubungan Eddie dan keluarga Soeharto terbilang dekat.

Baca Juga : Kisah Pohon Soekarno di Padang Arafah, Mengubah Padang Tandus Jadi Ijo Royo-royo

Anak-anak Soeharto mudah merajuk kepadanya untuk memintakan izin bepergian kepada ayahnya.

Ketika Eddie melaporkan kenaikan pangkatnya, Ny. Tien Soeharto langsung mengambil sapu tangan dan mengelap bintang di pundak Eddie.

"Sungguh, saya terharu. Tidak ada pengawal lain yang diperlakukan seperti itu."Lain kisah bersumber dari Des Alwi, tokoh pergerakan asal Bandaneira, Maluku.

Des mengenal Soeharto ketika ditugasi oleh ayah angkatnya, Sutan Syahrir, untuk melakukan konsolidasi dengan sesama pemuda perjuangan setelah Indonesia merdeka.

Tahun 1949, saat di Yogyakarta, ia sering berdiskusi dengan para pemuda yang bermarkas di Pathuk. Di situlah ia mengenal Soeharto."Soeharto cukup akrab dengan pemuda setempat, Faisal Abdaoe, yang kala itu berusia 15 tahun. Saya mendengar suatu saat Soeharto mengajak Faisal naik mobil dan memarkirnya untuk mengamati gerak-gerik tentara Jepang di markas mereka di Malioboro."